Teringat Koesno, Karmas...


Bekasi, Jumat, 16 Agustus pagi. Tepat satu hari jelang Hari Kemerdekaan ke-74 negeri tercinta. Saat melintasi sebuah perumahan elit, dengan mata kepala sendiri menyaksikan pemandangan menyedihkan. Cukup banyak rumah yang tak mengibarkan Merah Putih di berandanya.

Tak sampaikah kisah Koesno dan Hariono ke telinga mereka yang tak memasang Merah Putih? Ketiga arek-arek Surabaya itu, bersama pemuda lainnya menuju Hotel Yamato sekitar September 1945. Tujuannya satu: menurunkan bendera penjajah Belanda yang berkibar di puncak hotel.

Koesno dan Hariono memanjat. Tiba di menara hotel, mereka merobek warna biru sehingga hanya tersisa merah dan putih, dua warna bendera Indonesia. Merah Putih pun berkibar gagah.

Aksi ini berujung nyawa. Koesno wafat setelah terkena terjangan peluru tentara penjajah. Sedangkan Hariono selamat meski kepalanya terserempet peluru tajam.

Tak sampai jugakah kisah Mohamad Endang Karmas dan Mulyono ke telinga mereka yang masih enggan memasang Merah Putih? Keduanya bersama pemuda Bandung lainnya merangsek menuju Gedung Denis (sekarang Bank BJB di Jl. Braga). Geram atas berkibarnya bendera Belanda di atas menara gedung. 

Lalu Karmas dan Mulyono naik. Merobek warna biru dan menyisakan merah putih. Bendera Indonesia, negeri yang baru seumur jagung merdeka akhirnya berkibar. 

Tak sampai pulakah cerita-cerita heroik Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, Pattimura, Fatahillah dan lainnnya? 

Kita hanya diminta untuk memasang. Bermodal tiang, galah bambu dan tali. Atau cukup keluarkan uang Rp 50.000 untuk membeli benderanya. Tanpa ada kepungan serdadu penjajah. Tanpa ada ancaman peluru tajam. Juga bom. 

Tapi jika itu pun tak bisa kita lakoni, lalu cara paling mudah apalagi bagi kita untuk menghargai perjuangan Koesno, Hariono, Karmas, Mulyadi dan para pahlawan lainnya?

Erwyn Kurniawan
Presiden Reli

Posting Komentar

0 Komentar