Siapa Kita Di Mata Manusia


Selama memenuhi undangan ke beberapa negara yang nota bene banyak Tenaga Kerja WNInya (Malaysia, Saudi Arabia, Hongkong & Taiwan) bukan sekedar dakwah saja yang saya dapat. Banyak sekali perenungan dan ibroh yang bisa diambil sebagai pelajaran hidup. 

Salah satunya adalah tentang kesabaran, mengelola ego dan eksistensi diri. Ketika berkunjung ke Taiwan belum lama ini. Sejak dari antrian check in pesawat hingga sampai ke tujuan banyak sekali tenaga kerja Indonesia. Ada yang baru pertama kali ke Taiwan bahkan ada yang sudah tahunan untuk kembali bekerja disana.

Saat antri dan giliran saya maju namun petugas check in yang kebetulan kosong tidak segera memanggil saya maju. Bahkan hanya melihat sebentar dengan wajah ketus dan cuek begitu saja. Pandangannya agak-agak meremehkan gitulah. Setelah petugas disampingnya kosong barulah saya dipanggil. Dalam hati saya, Ini kondisi sabar jilid 1 sebelum sampai tujuan.

Ketika masuk pesawat kebetulan saya duduk di pinggir jendela dan sebelah saya adalah 2 orang perempuan yang sepertinya seorang dokter. Tak lama setelah take off, perempuan sebelah saya mulai bertanya & mengira saya pekerja yang akan kembali ke Taiwan. 

Uniknya saya biarkan saja dia dengan persangkaannya terhadap saya. Mungkin tampang saya mendukung dan lagipula TKI bukan pekerjaan hina. 

Pada perjalanan kembali ke tanah air pun terjadi hal yang sama. Saya duduk disebelah 2 orang TKI perempuan dan laki-laki. Mereka pun menyangka saya sama profesinya.  

Tidak sedikitpun saya berusaha menjelaskan  siapa diri saya. Sama sekali tidak. Memang menurut saya tidak perlu. Saya biarkan mereka dengan prasangkanya sekaligus mengukur diri apa saya ada rasa sombong atau tidak.

Ibnu Qoyim Al Jauziyah berpendapat jika kita ingin mengetahui apakah ada rasa sombong dalam diri maka pergilah ke keramaian dengan menggunakan pakaian terburuk. Jika ada rasa tak suka saat kita diremehkan maka artinya kita masih memiliki kesombongan. 

Nah, kurang lebih samalah dengan kondisi yang saya rasakan. Walau saya tak menggunakan pakaian terburuk.

Kita cenderung ingin dihormati oleh manusia dan dianggap penting. Tanpa disadari kita seringkali bertindak sesuai dengan apa yang dikatakan manusia. Sementara kita juga sering lupa bahwa eksistensi yang utama adalah bagaimana kita di hadapan Allah SWT. 

Tak sedikit teman yang menceritakan pengalamannya berwisata ke negara yang jumlah tenaga kerjanya banyak, mereka seringkali dianggap TKI. Padahal penampilan sudah dibuat cetar membahana agar tidak terlihat sama. Namun asal negara seringkali membuat image warga negaranya disamakan dengan profesinya. 

Sesekali cobalah menahan diri dan tak menjelaskan siapa kita agar dianggap penting. Hitung-hitung menguji sejauh mana kesombongan yang ada dalam diri agar terlihat eksistensinya di mata manusia.

Posting Komentar

0 Komentar