PKS dan Momentum Menembus Dua Digit


Erwyn Kurniawan
Presiden Reli

Selain menanti siapa pemenang pilpres 2019, yang juga membetot perhatian adalah kiprah Partai Keadilan Sejahtera (PKS).  Bisakah menembus dua digit suara yang ditargetkan pimpinannya? 

Partai dakwah ini patut jadi sorotan.  Pertama,  karena militansi dan soliditas kadernya yang terkenal.  Kedua, karena jadi partai Islam yang berada di barisan oposisi sejak 2014. Ketiga,  kader dan simpatisannya sangat aktif di media sosial.  Keempat,  karena konsistensinya memperjuangkan agenda umat di parlemen seperti menolak Perppu Pembubaran Ormas Islam dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS). 

Secara kalkulasi politik, target menembus dia digit yakni di kisaran 12% tak berlebihan.  Reasonable.  Simak fakta dan data berikut. 

Dalam tiga pemilu terakhir:  2004, 2009 dan 2014, suara PKS selalu ada di angka 8 juta.  Pada 2004 meraih 8.206.020 suara,  memperoleh 8.206.955 suara pada 2009 dan mendapat 8.480.204 suara pada 2014. 

Pemilu 2004 boleh dibilang suasana yang relatif bebas bagi PKS. Partai ini belum diperhitungkan mengingat dalam pemilu sebelumnya tak lolos Parliamentary Threshold (PT). Angka 8 juta kala itu merupakan suara publik yang berharap besar PKS membawa perubahan. 

Tahun 2009 jumlah suara tetap bertahan di angka 8 juta.  Padahal, saat itu terjadi 'Tsunami SBY'. Pada 2014, suara itu tetap bertahan saat yang menurut saya menjadi critical mass PKS. Betapa tidak,  sekitar satu tahun jelang pemilu,  pucuk pimpinan PKS terkena kasus yang sampai saat ini masih misteri dan terus digoreng lawan-lawan politiknya. 

Ini sungguh fenomenal. Soliditas kader dan daya tahan organisasi menghadapi turbulensi jadi kuncinya.  Persis yang dilontarkan oleh AS Hikam. 

"Manajemen kontrol kerusakan (damage control management) PKS patut diacungi jempol dan ditiru oleh partai lain. Kedepan, PKS bisa mengubah kekacauan menjadi keuntungan dengan mengganti Presiden mereka, Luthfi Hasan Ishaq."

Bisa dikatakan, angka 8 juta adalah captive market PKS. Pemilih loyal yang tak mudah berpindah ke lain hati meski banyak isu dan hantaman menerjang. Suara loyal ini berpotensi besar bertambah karena pemilu 2019 memiliki nuansa ideologis yang kental.

Asbabnya karena kasus penistaan agama oleh Ahok pada 2016. Kemudian lahir aksi gelombang umat dari 411 hingga 212. Dan hingga kini,  residu tersebut tak hilang bahkan kian menggumpal.  Umat kian terkonsolidasi.  Alumni 212 jadi variabel baru dalam peta politik nasional. 

Bandul politik sedang ke 'kanan'. Umat dan ulama sudah sadar pentingnya memiliki representasi politik di parlemen. PKS pun jadi harapan mereka dengan melihat jejak rekam perjuangannya bersama umat dan ulama. Itu dibuktikan dengan dukungan yang mengalir deras dari FPI, GNPF Ulama dan PA Alumni 212 kepada PKS. 

Berkaca pada fenomena ini,  target dia digit PKS bukanlah utopia belaka.  Terukur dan bisa dirasionalisasikan.  Partai dakwah ini bisa mendulang dukungan dari sekitar 8 juta pemilih loyalnya ditambah dukungan ulama dan umat yang selama ini terfragmentasi ke banyak partai Islam. Apalagi jika program kerakyatan yang akan menghapus pajak motor,  SIM seumur hidup dan bebas pajak bagi mereka yang  berpenghasilan Rp 8 juta dapat meraih simpati masyarakat. 

Semoga.

Posting Komentar

1 Komentar