Di Ji'ranah Kita Belajar

Kisah...

Di Ji’ranah hari itu ada kecewa. 
Ada kebijakan Rasulullah yang tak dipahami. Sangat manusiawi.  
Orang-orang Anshar merasa disisihkan selepas perang Hunain.

Mereka telah berjuang total. Mereka berperang di sisi Rasul dengan penuh kecintaan. Tapi, harta rampasan perang lebih banyak dibagikan pada orang-orang Quraisy.  Sedang mereka, hanya memperoleh sisa.

Hari itu di Ji’ranah, ada yang kasak-kusuk memercikan api, “Demi Allah, Rasulullah shallallahu aalaihi wasallam bertemu kaumnya sendiri!” Kalimat yg sarat kekecewaan.

Hari itu juga utusan Anshar, Sa’d bin Ubadah menemui Sang Rasul.

“Ya Rasulullah, dalam diri kaum Anshar ada perasaan mengganjal terhadap engkau, perkara pembagian harta rampasan perang. Engkau membagikan bagian yang teramat besar pada kabilah Arab, sementara orang-orang Anshar tidak mendapat bagian apapun.”

“Lalu, kamu sendiri bagaimana Sa’d?” tanya Sang Rasul.

“Wahai Rasulullah, aku tidak punya pilihan lain, selain harus bersama kaumku.” 

Rasulullah lalu meminta mengumpulkan semua orang Anshar. 

Rasul pun berpidato panjang:

“Wahai kaum Anshor: Bukankah dulu aku datang dan kudapati kalian dalam kesesatan, lalu Allah berikan kalian petunjuk? 
Wahai kaum Anshor, Bukankah dulu saat aku datang kalian saling bertikai, lalu Allah menyatukan hati kalian? 
Wahai kaum anshor, Bukankah dulu saat aku datang, kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah mengayakan kalian?” 

Orang-orang Anshar membenarkan.
Lalu, Rosul melanjutkan:

“Demi Allah, wahai kaum Anshar, jika kalian mau kalian bisa mengatakan: ‘Engkau dulu datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami membenarkan. 
Engkau dulu datang kepada kami dalam keadaan lemah, lalu kami menolongmu. 
Engkau dulu datang kepada kami dalam keadaan terusir, lalu kami memberikan tempat. 
Engkau dulu datang kepada kami dalam keadaan miskin, lalu kami yang menampungmu.” 

Beberapa sahabat mulai menitikkan airmata.

“Wahai kaum anshar, Apakah ada hasrat di hati kalian pada dunia?” tanya Rasulullah. Semua terdiam. 

“Padahal, dengan dunia itu aku hendak mengambil hati segolongan orang agar masuk islam”.

“Mereka yg masih lemah keimanannya, dibanding kalian wahai kaum Anshar”.

Tetes airmata tak kuasa lagi ditahan. 

Rasulullah melanjutkan:
“Apakah kalian tidak rela, jika orang-orang lain pergi membawa onta dan domba, sementara kalian pulang bersama Rasul Allah?”

Tangis para sahabat meledak.  Pertanyaan yg menusuk keimanan mereka yang paling dalam.

Mereka menyadari kecintaan Rosulullah saw kepada kaum anshar.

Ikhwatifillah...
Dalam dakwah, kecewa bisa juga tumbuh bagai ilalang. Sebabnya bisa bermacam-macam. Gagasan yang ‘dianggap’ tidak diperhatikan, selera-selera yang tak sama, kebijakan qiyadah yang tak memenuhi keinginan kita, perilaku dan tindakan ikhwah, dan yang lain.

Hanya kekuatan imanlah yang mampu menjaga kita dari penyikapan yang salah saat kecewa. 

Jika kecewa datang menggerogoti, maka periksalah kembali niat, motif, dan orientasi kita.

Jangan biarkan, kekecewaan ditanggapi dengan aktivitas yang tidak memuliakan kita. Jangan pula sampai kekecewaan menyeret kita pada defisit iman, akal dan emosi.

Sedari awal, kita memilih jalan dakwah, bukan karena ingin selalu disenangkan. Bukan pula hasrat untuk terus dimenangkan.  Tidak semua hasrat hati mesti terturuti. Begitulah tabiat perjalanan ini.

Kita memilih jalan dakwah semata karena berharap ridha Allah. Seluruh rasa kecewa itu hanyalah liliput atas kerinduan kita yang besar atas keridlaan Allah. 

Semoga Allah menjaga keistiqamahan kita dan menguatkan keikhlasan kita dalam beramal.
Aamin 3x YRA....

Muhasabah yang Pak MUL adaptasi dari WAG.

19/11/2018
Pak MUL

Posting Komentar

0 Komentar