PKS, Selamat Berlaga di Pilwali Surabaya



Oleh Badruddin, -kader PKS-

Membaca berita Jawa Pos Senin kemarin (6/1) tentang dilaunchingnya lima orang Bacawali oleh PKS Surabaya, menimbulkan sebuah harapan pada diri ini. Betapa tidak, setelah pada pilwali lalu absen dalam pertarungan pilwali (karena tidak mengusung, mendukung, maupun mengkampanyekan salah satu pasangan calon), kemunculan PKS dengan lima orang bakal calon tentu sebuah "kemajuan" yang pesat. Itu artinya, kaderisasi partai ini selama dua dasawarsa lebih di kota pahlawan, mulai menunjukkan hasilnya.

Mari kita lihat satu per satu calonnya. Sesuai urutan abjad.

Achmad Zakaria adalah bakal calon termuda. Usianya masih di kisaran 37an tahun. Namun kiprahnya tidak bisa dibilang enteng. Dikenal sebagai salah satu anggota Dewan yang vokal di periode DPRD Surabaya 2014-2019, Zakaria punya pengalaman dan penguasaan terhadap segala permasalahan kota. Bahkan, ia menjadi satu-satunya anggota Dewan yang pernah mengusulkan Raperda Inisiatif secara resmi seorang diri. Saat itu ia mengusulkan revisi Perda Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang kenaikan tarifnya mencekik banyak warga kota. Terbukti, revisi itu menggelinding hingga saat ini di dewan periode baru.

Zakaria juga tampil di depan saat kalangan santri di Surabaya menginginkan Perda yang melarang minuman beralkohol. Perda pun selesai, namun sayang dijegal di tingkat pemerintah pusat.

Di akhir masa jabatannya, Jawa Pos memberi kado sebuah feature tentang dirinya. Tentang seorang dewan yang tak pernah kunjungan kerja ke luar negeri, dan tak mengambil jatah fasilitas laptop/tablet.

Gayanya memang santai dan apa adanya. Sering memakai sepeda motor dan baju seadanya. Tas dan hapenya terlihat lusuh. Pak Sumarno, Kepala Bakesbang Linmas saat itu, pernah mencandainya saat kunjungan ke sebuah musibah di semampir. Melihat kehadirannya yang benar-benar apa adanya, sandal japit dengan tas lusuh dan bersepeda motor. Pak Marno komentar setengah berbisik "kalo sudah jadi dewan mbok ya ganti dikit penampilannya". Zakaria hanya tersenyum lebar. Saat itu memang dia mendahulukan kesegeraan untuk datang ke lokasi ketimbang menata penampilan.

Saat ini Zakaria aktif di KADIN Surabaya di bidang Kebijakan Ekonomi. Juga mengurusi anak-anak muda PKS di seluruh Jawa Timur. Meski tak lagi menjadi dewan, tim suksesnya yang bernama Relawan Adil Sejahtera, masih aktif hingga kini antara lain dengan memberikan layanan mobil ambulans dan lain-lain. Jaringannya sebagai alumni SMA Negeri 5, pernah di ITS, dan lulusan Unair, menjadikannya patut diperhitungkan sebagai kandidat.

Berikutnya, Ahmad Jabir. Santri asli Gresik keturunan Kyai pengasuh pondok mamba'ul ulum assa'adah Duduk Sampeyan. Kiprahnya mulai dikenal saat menjadi Ketua Umum DPD PKS pada 2003. Pada 2004-2009, Jabir menjadi salah satu diantara tiga anggota dewan PKS. Itulah periode pertama PKS di DPRD Surabaya. Kepiawaian politiknya bisa dilihat dari jabatan yang disandangnya, Ketua Komisi D. Meski saat itu PKS baru mendapat tiga kursi dan belum bisa punya fraksi sendiri.

Saat menjadi dewan di Surabaya ini, nama Jabir mencuat hampir tiap hari di media massa. Komisi nya yang membidangi kesejahteraan rakyat, membuat media meminta tanggapan atas setiap kebijakan pemkot yang tak sejalan dengan hajat warga. Dan Jabir pun secara khas melontarkan pernyataannya: tegas, berbasis data, dan menyodorkan solusi.

Tak kurang Walikota Bambang DH, Ketua DPRD Musyafak Rouf, Kepala Dinas Kesehatan Esti Martiana, memuji kiprah Jabir sebagai politisi yang berpihak kepada kepentingan warga kota.

Selanjutnya pengabdian Jabir dilakukan sebagai anggota dewan provinsi Jatim. Periode 2009-2014. Masih mewakili kota Surabaya, dan Sidoarjo. Sebagai wakil kota Surabaya, Jabir memberikan advokasi bagi warga kota untuk dapat mengakses program-program Pemerintah Provinsi yang seringkali tidak diketahui warga.

Yang berikut, Akhmad Suyanto. Ketua Umum DPD PKS Kota Surabaya. Sejak pertama PKS masuk parlemen di Surabaya, Yanto sudah menjadi salah satu anggotanya. Hingga kini adalah periode keempat Yanto di DPRD Surabaya. Ini membuktikan kepercayaan warga kota yang sangat tinggi kepadanya. Dibesarkan di Jember dan Lumajang, Yanto memiliki darah madura dan merupakan keturunan Kyai besar di Jember yang merunut hingga kepada Syaikhona Kholil Bangkalan. Keterampilannya bergaul membuatnya diterima di berbagai kalangan. Termasuk tentu, warga madura di Surabaya yang jumlahnya besar.

Penampilannya selalu rapi dan seringkali disangka lebih muda dari usianya. Bahkan pernah mendapat penghargaan sebagai anggota dewan berpenampilan terbaik.

Dengan pengalamannya yang panjang, Yanto sangat menguasai permasalahan di kota Surabaya. Bahkan, pada periode 2009-2014, dia dipercaya sebagai Wakil Ketua DPRD dan menjadi bagian dari Forkopimda. Salah satu kiprahnya yang mencuat adalah ketika menolak pelengseran Risma dari jabatan walikota, hanya beberapa bulan setelah dilantik. Di saat pimpinan dan seluruh anggota dewan lain mengajukan impeachment, Yanto dan Fraksi PKS menolak. Sebab tidak cukup alasan sesuai aturan perundangan. Sikap ini yang kemudian menjadi titik balik tekanan massa dan warga kota sehingga memaksa partai-partai lain mengubah sikap sejalan dengan PKS. Impeachment kandas, dan Risma memimpin Surabaya hingga saat ini.

Di bawah kepemimpinan Yanto, PKS Surabaya melipatgandakan perolehan suaranya di Pemilu 2019 lalu. Meskipun karena perubahan sistem penghitungan, PKS masih tetap memperoleh lima kursi. Dengan mesin struktur PKS di bawah kendalinya, Yanto menjadi kandidat yang mesti diperhitungkan.

Berikutnya, Reni Astuti. Namanya mencuat sejak menjadi anggota Dewan periode 2009-2014. Dikenal sebagai vokalis dewan, namanya kerap muncul di media massa dalam pembelaannya terhadap kepentingan warga kota. Mulai soal pembangunan infrastruktur yg mengganggu warga, soal PPDB, BPJS, PAUD, hingga soal gaji PNS. Reni sempat mencuat saat membongkar sistem PPDB yang merugikan warga. Juga saat ngotot meminta Pemkot mencairkan gaji ke-13 yang menjadi hak para PNS. Pula ketika mati-matian mengupayakan SPP SMA/SMK tetap gratis bagi warga surabaya meskipun pengelolaannya berpindah ke Pemprov.

Reni dikenal entengan dan sering blusukan. Baik untuk menemui warga yang wadul kepadanya, maupun ketika mendapat informasi dari media massa atau media sosial tentang permasalahan warga. Mulai siswa miskin yang ditolak daftar sekolah, korban bencana, korban terorisme, rumah ambruk, anak putus sekolah, hingga pasien yang menunggak pembayaran rumah sakit. Seringkali demi agar cepat sampai lokasi, Reni memilih meminjam sepeda motor stafnya ketimbang membawa mobilnya. Mungkin disiplin dari ayahnya yang tentara dan masa mudanya menjadi atlet bola Volley, membuatnya punya energi lebih.

Pada periode ketiganya di dewan saat ini, Reni dipercaya menjadi Wakil Ketua DPRD, yang juga merupakan Forkopimda. Perhatiannya makin tinggi pada kebutuhan warga. Dan dengan sepak terjangnya, Reni menjadi kandidat yang diharapkan banyak warga kota.

Terakhir, Sigit Sosiantomo. Anggota DPR RI tiga periode yang mewakili kota Surabaya dan Sidoarjo. Sigit adalah arek suroboyo asli yang besar di surabaya. Jaringan pertemanannya antara lain di SMP 12, SMA 5, hingga ITS, membuatnya memiliki pergaulan yang luas di Surabaya.

Sebagai Wakil Ketua Komisi V yang membidangi perhubungan dan infrastruktur, Sigit sangat memahami penataan kota. Apalagi, S2 Arsitekturnya di ITS mengambil Perancangan Kota. Tata Kota. Ya, profesinya sebelum menjadi dewan adalah arsitek.

Sebagai arek Suroboyo, Sigit kerapkali bersikap blak-blakan ketika memimpin rapat-rapat di DPR RI. Dia tak segan menegur dengan keras mitra kerjanya seperti Kementrian PUPR, Pelindo, Angkasa Pura, dan lain-lain. Pembelaannya terhadap warga Surabaya antara lain dilakukannya dengan mengembalikan hak warga yang tanahnya berada dalam sengketa dengan berbagai institusi perhubungan seperti PT KAI, Pelindo, dll.

Pemahamannya terhadap Ilmu Tata Kota, pengalamannya sebagai penyusun anggaran pemerintah di Badan Anggaran, dan pergaulannya yang luas dengan berbagai kalangan baik di kota ini hingga di Pemerintah Pusat, menjadikan Sigit patut disukseskan menjadi cawali dari PKS.

Itulah pengenalan saya terhadap lima bacawali dari PKS. Kita berharap salah satunya menjadi cawali yang akan memimpin Surabaya menjadi kota yang lebih adil dan sejahtera, lahir dan batin.

PKS memang punya sejarah unik dalam soal Pilkada Surabaya. Di Pilkada 2005, PKS bersama PKB mengusung Alisjahbana-Wahyudin. Mungkin koalisi keummatan istilahnya. Lalu pada 2010, setelah gagal mengusung kader yang digadang-gadang yakni Yulyani, vokalis dewan saat itu, PKS bersama partai kristen PDS, mengusung Fandi Utomo dan Yulius Bustami, seorang muslim kolonel Angakatan Laut. Ini mungkin bisa disebut koalisi kebangsaan. Pada 2015, PKS absen dalam dukungan pilwali. Dan pada 2020 ini, entah dengan partai mana PKS akan berkoalisi.

Yang jelas, saya berharap foto salah satu kader PKS ada di dalam bilik suara untuk saya coblos di September 2020 nanti.

Semoga.

Posting Komentar

0 Komentar