Karena jadi Pemimpin Itu Berat



Diantara shahabat nabi ada yang bernama Abu Dzar Al Ghifari. Beliau adalah seorang shahabat yang memiliki banyak keutamaan. Beliau termasuk golongan assabiqunal awwaluun, yang berarti kadar keimanannya tidak main - main. Beliau adalah orang pertama dikalangan shahabat yang berani mensyiarkan islam secara terang - terangan.

Padahal beliau bukanlah orang yang kuat dan dihormati seperti halnya Umar bin Khathab. Beliau juga dikenal sebagai orang yang zuhud dan penyayang kaum dhuafa. Meski begitu, ternyata rasulullah saw tidak pernah memberinya amanah kepemimpinan.

Padahal jika melihat shahabat yang lain, banyak juga diantara mereka yang baru masuk islam tapi langsung diberi banyak amanah kepemimpinan. Baik sebagai pemimpin rombongan, pemimpin pasukan maupun gubernur. Ambil contoh, Khalid bin Walid dan 'Amr bin 'Ash, dimana mereka masuk islam pasca Fathu Makkah tapi kariernya langsung menanjak tajam.

Sampai akhirnya, 'Amr bin 'Ash merasa menjadi orang istimewa dan percaya diri untuk bertanya kepada rasulullah saw "Siapa orang yang engkau cintai". Harapannya, namanya disebut. Tapi setelah banyak nama shahabat disebut, nama dirinya tak kunjung disebut oleh rasulullah.

Akhirnya, Abu Dzar memberanikan diri untuk bertanya kepada rasulullah saw "Mengapa engkau tidak memberiku jabatan (kepemimpinan). Maka rasulullah saw menjawab "Ya Abu Dzar, sesungguhnya aku melihatmu lemah dan sesungguhnya jabatan adalah amanah". Jadi ternyata, rasulullah saw tidak memberikan amanah kepemimpinan kepada Abu Dzar, bukan karena beliau membencinya, bukan pula karena dirinya tidak memiliki keutamaan, tapi karena melihat Abu Dzar terhitung lemah untuk menerima amanah kepemimpinan.

Hal yang kurang lebih sama bisa kita sematkan pada diri Jokowi. Jika saat ini, kita mengkampanyekan gerakan "#2019 Ganti Presiden", itu sama sekali bukan karena kita membenci Jokowi secara pribadi. Secara personal, kita tidak memiliki masalah dengan sosok Jokowi yang lugu dan polos, senang bercanda dll. Sebagai teman, kita semua tentu bisa menempatkan Jokowi sebagai pribadi yang menyenangkan. Bahkan boleh jadi, Jokowi memiliki sejumlah keutamaan yang jauh melebihi kita semua. Namun sebagai pemimpin, kita jelas melihat Jokowi tidak cakap dan memiliki banyak kekurangan.

Masalah amanah kepemimpinan, apalagi kepemimpinan nasional, itu bukan masalah pribadi. Ini bukan masalah cinta dan benci kepada figur - figur pribadi. Ini tentang bagaimana kita berikhtiar secara optimal untuk menghadirkan figur dan karakter terbaik, konsep dan ide terbaik, gerbong dan kebinet terbaik dll. Karena masalah bangsa tidak bisa disimplifikasi pada kontestasi 2 atau 3 figur personal. Ada banyak putra - putra terbaik bangsa yang lebih mampu untuk membawa Indonesia ke puncak kejayaan dimasa depan. Dengan semangat seperti inilah, PKS menatap agenda pilgub 2018, pileg dan pilpres 2019.

Eko Jun
Cilacap

Posting Komentar

0 Komentar