Bukan Kurban Manusia

Oleh: Eko Jun
Diantara pelajaran penting dari peristiwa penyembelihan Ismail adalah penegasan bahwa tidak ada syariat untuk mengorbankan manusia, meskipun ditujukan untuk beribadah sekalipun. Jiwa manusia terlalu mahal dan mulia untuk dikorbankan. Pada zaman dahulu, marak praktek pengorbanan manusia untuk berbagai macam urusan. Hal ini lazim dipahami dalam praktek kebudayaan kuno diberbagai wilayah, dari Aztek, Mesir, Babilonia hingga Mongol.

Pengorbanan manusia dilakukan dengan berbagai macam alasan. Ada manusia dikorbankan dalam ritual menyembah para dewa sebagaimana suku Aztek. Ada jiwa yang dikorbankan agar hasil pertanian melimpah sebagaimana suku pedalaman di Amerika Selatan. Ada wanita muda cantik yang harus dilemparkan ke sungai Nil agar airnya terus mengalir. Ada pula manusia yang dikorbankan hanya demi kesenangan raja sebagaimana yang terjadi pada Fir'aun di Mesir, Gladiator di Roma maupun Jenggis Khan di Mongol.

Jelang Idhul Qurban tahun ini, umat islam disuguhi berbagai macam tragedi pembunuhan dan penjagalan oleh umat Buddha di provinsi Rakhine, Mnyanmar. Sebuah umat yang mengharamkan penyembelihan sapi karena dianggap sebagai hewan mulia, tapi dengan entengnya melakukan penjagalan dan penyembelihan manusia hanya karena mereka berbeda agama dan keyakinan. Kisah seperti ini adalah cerita lama yang terjadi pada orang - orang beriman, dari zaman klasik hingga kiamat.

Apa hal - hal yang membuat seseorang boleh dibunuh? Banyak faktor, diantaranya zina mukhson, qishosh atas pembunuhan yang disengaja, murtad, menghina nabi muhammad saw dll. Sedangkan berbeda paham dan agama dengan penguasa, hingga melakukan pemboikotan dan penentangan karena merasa diperlakukan tidak adil oleh penguasa belum cukup hujjah untuk diberikan hukum bunuh. Bagi pemberontak, hukum bunuh memang boleh dilakukan, namun bertujuan untuk menghentikan aksi pemberontakan, bukan untuk membasmi suatu etnis tertentu.

Dari semua faktor itu, tidak ada satupun syarat yang terpenuhi pada kaum muslim di Myanmar. Mereka bahkan tidak melakukan gerakan pemberontakan kepada pemerintah. Jika saat ini mulai timbul gerakan perlawanan, itu disebabkan reaksi dan naluri untuk membela diri dari pembunuhan massal. Berbagai macam foto dan video tentang kondisi di Myanmar sudah menunjukkan kedzaliman ya g luar biasa kepada umat islam disana. Terlebih, pelakunya adalah negara yang semestinya melindungi rakyat, pelakunya adalah kaum mayoritas kepada etnis minoritas, dan dilakukan dibulan haram (dzulhijjah) dimana didalamnya diharamkan pertumpahan darah.

Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia. Tragedi kemanusiaan seperti ini dilakukan oleh negara tetangganya, didepan mata kita (Asia Tenggara). Sebagian umat islam sudah bergerak untuk melakukan advokasi dan bantuan. Semestinya pemerintah Indonesia bisa aktif menekan Myanmar melalui ASEAN, OKI atau instrumen diplomatik lainnya. Politik luar negeri Indonesia yang "Bebas Aktif" harus dibuktikan dengan tindakan konkret. Atau malah sudah berubah menjadi "Pasif Melempem" ?

Posting Komentar

0 Komentar