Oleh: Redaksi DPD PKS Kota Malang
Di balik riuhnya panggung politik Kota Malang, ada satu figur yang tidak banyak bicara, tetapi setiap tindakannya berbicara lantang: Moh. Syaiful Ali Fatah, STP, atau yang akrab disapa Pak Syaiful.
Jika Anda bertemu dengannya di luar forum resmi, kesan pertama yang muncul adalah ketenangan. Ia bukan tipe politisi yang gemar tampil. Ucapannya hemat, ekspresinya sederhana. Namun, jangan tertipu oleh sikap pendiam itu. Di balik kesahajaannya, tersimpan kecermatan berpikir, keteguhan sikap, dan kemampuan mengorganisasi yang rapi.
“Pak Syaiful itu kalau memimpin rapat, tidak banyak bicara, tapi arahnya jelas. Semua rapi. Semua orang tahu apa yang harus dikerjakan,” ujar seorang kolega yang pernah bersamanya di lembaga pendidikan.
Karakter itu terbentuk dari perjalanan panjang. Sebelum dikenal di panggung politik, ia lama berkecimpung dalam dunia pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Manager Program YASA Malang (2007-2010) menjadi salah satu pijakan awalnya. Setelah itu, ia memimpin LBB Tunas Cendekia (2011-2019), lembaga bimbingan belajar yang melahirkan banyak pelajar berprestasi.
Tidak berhenti di situ, ia juga mengajar di Ponpes Daarul Ukhuwwah (2012-2018, 2021-sekarang). Perannya bukan sekadar guru, tetapi pembina karakter. Di pesantren, ia belajar satu hal penting: keteladanan lebih kuat daripada kata-kata. Prinsip ini terus ia bawa hingga kini.
Perjalanan Pak Syaiful kemudian merambah ruang politik. Namun, lagi-lagi bukan dengan gegap gempita. Ia masuk melalui peran-peran substantif: Tenaga Ahli Fraksi PKS DPRD Kota Malang (2019-2022). Di sanalah ia memahami bahwa politik yang benar harus bertumpu pada nilai, bukan sekadar angka.
Bagi UMKM, namanya juga tak asing. Ia aktif menjadi Pendamping UMKM (2022-2024), menggerakkan pelaku usaha kecil agar bertahan di tengah persaingan. Ia percaya, kekuatan ekonomi rakyat adalah fondasi politik yang sehat.
Kini, di usianya yang ke-43, ia mengemban amanah besar sebagai Ketua DPD PKS Kota Malang (2025-2030). Tugasnya jelas: memimpin partai yang identik dengan gerakan dakwah dan pelayanan masyarakat di tengah kompleksitas kota besar.
Apakah mudah? Tidak. Dunia politik hari ini kerap diguncang oleh pragmatisme, bahkan sinisme publik. Namun, karakter Pak Syaiful yang pendiam, teliti, cerdas, dan rapi mungkin justru menjadi modal penting. Ia bukan tipikal politisi berkoar, tetapi ia adalah sosok yang bekerja dalam senyap, menyiapkan strategi, dan memastikan roda berjalan dengan presisi.
“Amanah itu bukan hak, tapi titipan. Kalau kita abai, bukan hanya jabatan yang hilang, tapi nilai yang kita junjung ikut runtuh,” ujarnya suatu kali dalam pertemuan internal partai. Kalimat itu menggambarkan cara pandangnya: politik adalah ruang pengabdian, bukan panggung popularitas.
Di tengah dunia politik yang sering melahirkan kegaduhan, kehadiran figur seperti Pak Syaiful menjadi kabar baik. Ia bukan yang paling nyaring, tetapi mungkin justru itu kekuatannya: pemimpin yang bekerja, bukan hanya bicara.
0 Komentar