Solusi Hunian Layak di Jakarta: Evaluasi Kebijakan Program Pembangunan Rumah Susun Sewa Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (DPRKP) DKI Jakarta




oleh: Ghozi Zulazmi  - Caleg PKS Milenial DPRD DKI Jakarta Dapil 4


Kondisi Hunian Masyarakat Jakarta

         Kebutuhan manusia  terbagi menjadi beberapa Jenis, kebutuhan Primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer menjadi kebutuhan pokok yang harus dimiliki manusia, seperti makanan, pakaian, dan perumahan. Sedangkan kebutuhan sekunder dan tersier menjadi kebutuhan pelengkap yang menyesuaikan dengan kemampuan hidup individu tersebut. Kembali kepada kebutuhan manusia yang bersifat primer, dan mengambil salah satu masalah yang menjadi perhatian pemerintah dan juga masyarakat luas yaitu kebutuhan akan adanya rumah bagi masyarakat.


         Provinsi DKI Jakarta dengan luas 662,33 kilometer persegi memiliki Jumlah penduduk sebanyak 9.607.787 ( Sembilan Juta enam ratus tujuh ribu tujuh ratus delapan puluh tujuh ) Jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebanyak 1,42 persen setiap tahunnya. Sehingga dengan angka tersebut, Provinsi DKI Jakarta memiliki kepadatan penduduk 14.506 Jiwa/Km2. Yang dapat diartikan dalam radius 1 km di wilayah Jakarta terdapat 14 ribu orang. Jika diasumsikan satu rumah dihuni oleh 5 orang, maka ada 2800 rumah yang harusnya terdapat dalam kawasan tersebut.  Namun dalam data yang ditunjukan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan pemukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta masyarakat yang mempunyai akses hunian hanyalah 40 persen dan masih terdapat 3,6 juta masyarakat yang belum memiliki akses hunian.


         Belum lagi jika kita merujuk pada undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, yang mendefinisikan sebuah tempat baru dikatakan layak huni atau memenuhi standar tinggal kebutuhan primer ketika memenuhi beberapa prasyarat. Pertama ialah ketersediaan akses air yang bersih yang difasilitasi oleh pemerintah untuk mencuci, mandi, dan memasak. Kedua, hunian yang layak harus mempunyai infrastuktur yang kuat terbuat dari bahan baku bangunan bukan triplek atau bilik kayu, dan memiliki sanitasi yang baik untuk menjaga kesehatan dan kebersihan, dan dalam undang-undang tersebut bahwa luas minimal 7,2 meter2.


         Praktis Pekerjaan Rumah Pemprov DKI Jakarta bertambah besar, karena bukan hanya mengakomodir 3,6 Juta orang yang belum terakseskan rumah, akan tetapi ada bagian 60 persen orang yang sudah terakses rumah atau sekitar 5,4 juta orang yang sudah memiliki rumah akan tetapi belum memenuhi standar hunian yang di tetapkan oleh pemerintah itu sendiri. Pemprov DKI merancang sebuah kebijakan perumahan yang menjadi sebuah solusi akan kebutuhan Papan Masyarakat DKI Jakarta. kebijakan perumahan bukan hanya didasari oleh permasalahan besarnya angka kebutuhan akan perumahan, akan tetapi kebijakan berdasarkan kemampuan anggaran dan kepemilikan aset Pemprov DKI Jakarta yang dapat menampung kebutuhan rumah yang ada di DKI Jakarta.


          Secara teori Governance, pemenuhan kebutuhan perumahan dapat dilakukan oleh 3 sektor yaitu individu itu sendiri, private sectore, dan pemerintah. Ketika masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk memiliki perumahan untuk berteduh dan berkumpul bersama keluarga, individu masyarakat secara mandiri dapat melakukan rent/menyewa ke masyarakat lainnya yang memberikan supply. Namun hal tersebut harus diiringi kemampuan atau pun daya ekonomi individu itu sendiri yang jika mengeluarkan dalam bentuk rupiah harus mengeluarkan 2 Juta – 4 Juta per bulannya. Sektor private/ swasta juga dapat memberikan supply pembangunan lewat developer perumahan yang dapat memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat DKI Jakarta. untuk penjualan perumahan Landed House (Rumah Tapak) harga berkisar 3 Milyar ke atas, mengingat harga lahan di Jakarta yang tinggi dan biaya konstruksi yang diatas standar pembangunan. Meskipun pola pembayaran dan cicilan menggunakan mekanisme kerjasama dengan bank, tetap saja masyarakat masih kesulitan meraih supply rumah tapak yang dibangun oleh pihak swasta selama masih ada di Jakarta.


          Sektor swasta bukan hanya membangun landed house yang memiliki harga yang relatif lebih tinggi, ada pilihan membangun vertical housing (rumah susun) atau kita lebih familiar mendengar dengan kata apartemen. Dengan lahan yang terbatas, developer mampu membangun ribuan unit untuk dipasarkan kepada masyarakat. Karena ukurannya yang lebih kecil harga apartemen atau vertical housing ini lebih terjangkau harga saat ini masih berkisar 400 Juta -1,5 Milyar Rupiah. Dengan mekanisme bekerjasama dengan pihak pembiayaan ketiga, masyarakat lebih mudah mengakses hunian vertical housing ini dan dapat memenuhi kebutuhan rumah di Jakarta. akan tetapi, perlu kita sadari bahwa, kebutuhan rumah atau tempat tinggal ini juga bergantung kepada tingkat kesejahteraan yang ada di masyarakat. Untuk masyarakat berpenghasilan 10 juta keatas mungkin saja dapat membeli unit apartemen atau vertical housing yang disediakan oleh developer. Namun untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) menjadi persoalan serius, mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengambil supply perumahan antar individu maupun pihak swasta. Pemerintah mendorong dengan mengimitasi logic yang ada di pasar dengan penambahan subsidi didalamnya. Melihat lahan yang terbatas dan kebutuhan hunian yang banyak, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta membangun Rumah Susun Sewa atau Rusunawa yang dapat digunakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)  dengan sistem sewa per bulan 300 ribu- 700 ribu. Harga sewa ini adalah harga yang diberikan pemprov berikut subsidi, sehingga menghasilkan harga yang relative lebih rendah. Dengan rendahnya harga sewa Rusunawa menjadi sebuah kebijakan yang memberikan solusi untuk masyarakat yang memiliki kebutuhan perumahan di Provinsi DKI Jakarta.


Rumah Susun Sewa Sebagai Sebuah Solusi?

      Pembangunan Rumah susun sewa di Provinsi DKI Jakarta merujuk pada undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan  dan kawasan pemukiman. Hanya saja, Undang-undang sudah beberapa kali berubah, sementara Peraturan Daerah di DKI Jakarta terkait Rumah Susun belum diubah. Masih berlandaskan pada Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 1991. Tahun 2021 telah rampung Draft Naskah Akademik terkait Perda Rumah Susun, akan tetapi Draft ini baru sebatas diusulkan dalam program pembentukan Peraturan daerah (Propemperda) 2020, 2021, 2022. Namun luput dari pembahasan menjadi Raperda karena satu dan lain hal. Oleh sebab itu, instrumen yang mendukung pembangunan rumah susun sewa selain Peraturan daerah nomor 1 tahun 1991 tentang rumah susun. Pembangunan ini didasari oleh visi misi gubernur DKI Jakarta yang tertuang dalam Rancangan pembangunan Jangka menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 – 2022 yang kemudian menjadi landasan hukum yang teradministrasi dalam peraturan daerah nomor 1 tahun 2018.


           RPJMD provinsi DKI Jakarta menjadikan Pembangunan Rumah Susun menjadi sebuah prioritas dalam pembangunan, setara dengan pembangunan naturalisasi untuk mengatasi banjir, trotoar, dan layanan transportasi publik. Rumah susun sewa sebagai peran aktif pemerintah bukan hanya menata tata ruang untuk kota megapolitan di Jakarta tetapi sebagai sebuah keberpihakan kepada masyarakat menengah kebawah yang memiliki kebutuhan akan tempat tinggal. Dengan menghadirkan rumah susun sewa, harapan besarnya juga akan terjadi pengendalian akan bubble harga tanah di Jakarta yang kian melesat 16 persen pertahun dan berbanding terbalik dengan daya beli masyarakat yang hanya tumbuh tidak sampai 10 persen per tahun. Kehadiran Pemprov DKI Jakarta menyediakan rusunawa menjadi sebuah solusi untuk Masyarakat menikmati kebutuhan nya juga upaya Pemprov melebur keberagaman masyarakat agar tumbuh bersama dalam vertical housing, membangun inklusivitas, keamanan, dan daya tahan berkelanjutan.

        Hasil kajian Dinas Perumahan rakyat dan kawasan Pemukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta, pada tahun 2016 diperkirakan jumlah Backlog (permintaan) hunian di DKI Jakarta sebanyak 302.319 unit. Dalam rangka pemenuhan dan pengurangan backlog tersebut pemprov DKI Jakarta menyusun skema pendanaan:


1.      APBD untuk pembangunan Rumah susun Sewa


2.    APBN untuk pembangunan Rumah susun Milik (Rusunami) dengan skema pembiayaan melalui FLPP ( Fasilitas Likuditas Pembiyaaan Perumahan)


3.      Skema kewajiban pengembang untuk membangun rumah susun MBR


4.      Peran serta swasta, dalam pelibatan pembangunan infrastruktur Rumah Susun baik untuk MBR maupun Komersial


Adapun rencana penyediaan dan pemeliharaan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) tahun 2018 – 2022 sebagai berikut:


1.        Penyediaan perumahan rakyat 14.564 unit rumah susun sewa (Rusunawa)

2.        Peningkatan sarana prasarana perumahan rakyat yang lengkap sebanyak 23 lokasi

3.        Dan penyediaan rumah susun milik skema DP Nol Rupiah


Keberpihakan Kebijakan Anggaran Rumah Susun

         Pelaksanaan target pembangunan 14.564 unit rumah susun antara tahun 2017 sampai dengan 2022 di bagi menjadi 5 tahun. Dengan target pembangunan rumah susun yang berbeda di tiap tahunnya. Penganggaran pembangunan rumah susun dilaksanakan dengan konsep penganggaran multi years, dengan menempatkan pos anggaran di awal penyusunan APBD dan penambahan saat anggaran Perubahan. Pembiayaan penganggaran multi years sudah dilakukan sejak tahun 2013 mulai saat membangun Rusunawa Jatinegara Kaum blok 1 dan 2 Jakarta Timur, pembangunan Rusunawa KS Tubun 3 Tower Jakarta Pusat, Rusunawa Tambora Tower A, B, C Jakarta Barat, dan Rusunawa Pulogebang Blok 5 dan 6. Dengan pembiayaan multiyears pembangunan rumah susun yang berbiaya besar tidak memberatkan APBD.


            Pada tahun anggran 2021 dinas perumahan rakyat dan kawasan pemukiman melakukan 11 Sub Kegiatan pembangunan Rumah Susun. Yaitu pembangunan Rumah Susun Sewa Inspeksi BKT, Rusunawa Karang Anyar, Rusunawa Cipinang Besar Utara, Rusunawa Penjaringan, Rusunawa Cakung Barat 3 Tower, Rusunawa Padat Karya Jakarta Utara, Rusunawa Pulo Jahe, Rusunawa Kelapa Gading, Rusunawa Polsek Menteng dan Rusunawa PIK Pulogadung. Dengan berlandaskan Keputusan Gubernur (Kepgub) nomor 1563 Tahun 2019 ditetapkan total anggaran pembangunan 11 lokasi rusunawa dengan jumlah 6.237  unit atau sebanyak 28 Tower dengan Nilai Anggaran di Tahun 2021 sejumlah Rp 1.063.763.379.387 (Satu trilyun enam puluh tiga milyar tujuh ratus enam puluh tiga juta tiga ratus tujuh puluh sembilan ribu tiga ratus delapan puluh tujuh rupiah) anggaran tersebut 40 persen dari total  nilai kontrak yang dikerjakan yaitu  Rp 2.496.343.701.745 (Dua Triliun empat ratus Sembilan puluh enam milyar tiga ratus empat puluh tiga tujuh ratus satu ribu tujuh ratus empat puluh lima rupiah)

 

Menakar Efektivitas Kebijakan Rumah Susun

        Pembangunan rumah susun sewa di tahun 2021 berjalan sesuai perencanaan. 11 lokasi rumah susun berjalan secara paralel di tahun 2021. 28 tower terbangun dan tersedia 6237 unit hunian yang dapat digunakan oleh masyarakat. Pembangunan rumah susun sewa di tahun anggaran 2021 menjadi titik krusial dari pembangunan rumah susun sepanjang masa jabatan gubernur periode 2017 – 2022. Praktis tahun 2021 menjadi tahun terakhir yang paling efektif dalam pembangunan. Karena di tahun 2022, selain masa jabatan yang selesai target untuk menciptakan 14 564 unit hunian rumah susun harus terealisasi.

         Di tahun 2021 dari 11 titik lokasi rumah susun yang sudah di groundbreaking, progres pembangunannya variatif. Ada yang sudah mencapai angka 86% seperti Rusunawa BKT Ujung Menteng. Namun ada juga yang di akhir tahun 2021 progresnya hanya 41,4% seperti di Rusunawa Polsek Menteng. Progres yang dicapai untuk membangun di 11 wilayah secara paralel di tahun 2011 dikarenakan pelibatan pihak ke tiga dalam pembangunan rumah susun. Meskipun dinas perumahan rakyat dan kawasan pemukiman (DPRKP) memiliki sumber pendanaan dari APBD. Namun untuk hal teknis pembangunan, DPRKP belum memiliki resource-nya. Sehingga penggunaan jasa konstruksi seperti Waskita Karya, Jakpro, Adhi Jaya Perkasa, PP dan developer lainnya membantu percepatan pembangunan di 11 wilayah tersebut. Namun besar kecilnya progres yang dihasilkan disebabkan pada tingkat jumlah tower maupun unit yang akan dibangun di rumah susun. Baik hal teknis maupun nonteknis juga sangat mempengaruhi progress pembangunan.


         Bervariatif nya progres pembangunan rumah susun berbanding terbalik dengan proses penyerapan anggaran pembangunan rumah susun. Dinas DPRKP secara akumulaif menyerap anggaran 98 persen untuk tahun anggaran 2021, menjadi yang tertinggi diantara dinas lainnya. Dan untuk mata anggaran pembangunan perumahan yang didalamnya terdapat pembangunan Rumah Susun, 100 persen penyerapan anggaran di tahun 2021. Dalam hal ini kita bisa melihat karena dalam penganggaran di tahun 2021, pemprov DKI Jakarta hanya mengalokasikan 40 persen anggaran APBD untuk pembangunan Rumah susun dari total nilai project yang direncanakan. Pelunasan ataupun penambahan anggaran dilakukan di APBD Perubahan ataupun di APBD 2022 sesuai dengan prestasi pembangunan yang dilakukan.

        Pembangunan rumah susun sewa yang dilakukan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Provinsi DKI Jakarta di tahun 2021 berhasil menuntaskan target 14.565 pembangunan unit rumah susun yang dijanjikan dalam Rencana Pembangunan Jangka menengah Provinsi DKI Jakarta. adapun faktor yang mempengaruhi efektivitas pembangunan tersebut yaitu:

1.      Terdapat nya visi dan misi yang terukur dalam perencanaan pembangunan rumah susun. Pembangunan rumah susun dilakukan bukan karena mengikuti trendsetter pembangunan di urban city. Tapi pembangunan rumah susun didasarkan pada kajian kebutuhan dan permintaan hunian warga DKI Jakarta/Backlog


2.      Support anggaran yang besar dalam APBD juga menjadi peranan penting dalam tercapainya efektivitas pembangunan rumah susun. DKI Jakarta memiliki anggaran yang besar di banding pemerintah daerah lainnya. Sehingga pembangunan rusun yang masuk dalam prioritas pembangunan di Jakarta mendapat support penuh dalam APBD.


3.      Pelibatan pihak ketiga dan sistem pembiayaan multiyears menjadi komponen penting lainnya dalam suksesi pembangunan Rumah susun. Pembayaran by progress tanpa memberikan pembebanan APBD yang berlebih dirasa efektif dalam mengejar target pembangunan .


Rekomendasi untuk Program Berkelanjutan

       Pemenuhan Backlog dengan pembangunan Rumah susun sewa di tahun 2021 menjadi sebuah kesuksesan dalam implementasi kebijakan Pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Namun, pemerintah provinsi DKI Jakarta tidak boleh berpuas diri. Perlu dilakukan kajian lanjutan secara komperhensif terutama terkait kebutuhan perumahan atau backlog yang sebenarnya di Provinsi DKI Jakarta.


       Mindset pembangunan hunian rumah susun sewa kedepan harus dipisahkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. antara pembangunan rumah susun berdasarkan jumlah kebutuhan perumahan warga juga pembangunan rumah susun berdasarkan penataan kawasan pemukiman tumpang tindih dalam penggunaan data kebutuhan perumahan dan penataan kawasan pemukiman membuat di lapangan kebutuhan backlog perumahan tidak pernah tercukupi. Diperlukan data real yang terpisah sehingga pembangunan rumah susun sewa sesuai dengan harapan dibuatnya kebijakan tersebut.


Referensi: 

  1. Affandi, I. M. (2014). Evaluasi Pengalokasian Dana Alokasi Khusus di Indonesia.
  2. Nugroho, Riant (2012) Public Policy: Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan, Manajemen Kebijakan.
  3. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Provinsi DKI Jakarta (2021) Pembahasan dan Pendalaman Komisi-komisi terhadap Raperda tentang Perubahan  APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2021.
  4. Dinas Perumahan Rakyat dan kawasan Pemukiman Provinsi DKI Jakarta (2022) Pembahasan perencanaan Pembangunan tahun 2023.
  5. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (2021) Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD TA 2021.
  6. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemikaman Provinsi DKI Jakarta (2020),  Rancangan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta tentang Rumah Susun.
  7. Undang Undang Nomor1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan pemukiman.
  8. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-2022.

Posting Komentar

0 Komentar