Salinan Amal Sebagai Guru Terbaik



Oleh: R. Irwan Waji

Dakwah ini memang unik karena di antara guru terbaiknya adalah di lapangan. Mentor terbaiknya adalah amal. Masalahnya kita sekarang ini banyak hal yang kita lupakan bukan karena kita tidak pernah mendapatkannya tapi karena kita tidak mengamalkan. 


Sementara peng'amal'an itu adalah salah satu sarana untuk mengkonfirmasi kebenaran, keaslian, bobot pemahaman kita terhadap risalah ini. Oleh karena itu, kita selamanya akan merasa kurang bahan bukan karena sumber-sumber ilmu itu sedang berkurang, tetapi kurang dari sisi aplikasi. 


Dan aplikasi itu memerlukan keberanian dan tekad. Seandainya bukan karena tujuan dan visi yang kuat tentang kemuliaan dakwah ini dibanding kehidupan dunia yang nikmat/susahnya sementara saja ini, sejak dari dulu kita berhenti saja berdakwah. Karena kita merasa tidak kompatibel dengan tuntutan permasalahan di lapangan.


Tetapi karena Mahaguru kita adalah Allah subhanahu Wa ta'ala, segala kekurangan yang nampak seperti gunung itu ternyata sederhana penyelesaiannya bahkan tidak membutuhkan mentor kecuali hanya untuk sekedar mengkonfirmasi bertukar paham dan pengalaman dengan para ustadz kaliber itu. 


“Dan bertakwalah kepada Allah; Allah akan mengajarimu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS Al-Baqarah[2]: 282).


Bahkan Ustadz Budi Ashari berani mengatakan sekiranya kita paham dan menghayati Sirah Nabawiyah, kisah perjuangan Rasulullah ﷺ dan juga para Nabi sebelumnya serta orang-orang Soleh, para dai dan mujahid yang terus menciptakan perubahan besar itu,  maka kita tidak perlu lagi namanya Training Motivasi. Sebab mereka itu adalah motivator-motivator yang tidak berbicara karena prestasinya tidak mampu lagi diwakili oleh narasi apapun. Akhirnya sejarah mereka bagaikan mata air yang tidak pernah habis-habisnya untuk menjadi inspirasi bagi generasi belakangan ini.


Sementara motivator yang kita kenal hari ini boleh jadi mereka berbicara tentang hal-hal ia sendiri tidak melakukannya tapi karena ini adalah sebuah pengetahuan, sebuah ilmu, maka dia harus sampaikan dan itu benar adanya, karena ilmu itu memang harus dibagi. 


Rasulullah ﷺ sebagai pemimpin para nabi dan zamannya adalah zaman yang terbaik pernah ada. Referensi tunggalnya hanya Al Qur’an. Interaksi mereka dengan Al Qur’an sanggup melakukan sebuah percepatan yang tidak pernah ada tandingannya baik oleh kaum sebelumnya maupun kaum setelahnya. Mereka adalah benar-benar potret generasi Qur’ani.


Ibnu Abbas r. a. pernah berseloroh kepada seorang tabiin. Beliau mengatakan bahwa di zaman kami susah menghafal Al Qur'an tapi kami dimudahkan untuk mengamalkannya, sementara zaman kalian adalah sebaliknya. 


Sepertiga kandungan Al Qur’an adalah sejarah. Oleh karena itu belajar sejarah yang terbaik harus dengan bimbingan Al Qur’an supaya kita selalu bisa mendapatkan inspirasinya. Dan saya kira hari ini kita sedang belajar tentang sejarah melalui Al Qur’an itu. Di antara salah satu buktinya adalah pembelajaran melalui UPA kita fokus pada indikator capaian (karakter), hal itu akan memudahkan kita berimprovisasi untuk menggalinya lebih luas dan lebih dalam. 


Bukankah sejarah itu juga dalam rangka ingin mengemukakan gambaran tentang berbagai karakter. Karakter alam, karakter manusia, karakter sosial politik, dst. Karakter itu sesungguhnya adalah perwajahan dari seseorang atau sekelompok orang (kaum)  untuk melukiskan tentang bagaimana aplikasi dan interaksi mereka dengan manhaj atau ideologi yang dianutnya.


Wallahu a'lam bish shawab.

Posting Komentar

0 Komentar