Menunggu Ratu Adil yang Ngayomi, Ngayemi dan Ngayahi



Oleh : Drs. H. Gufron Azis Fuadi 

Kepemimpinan (leadership) adalah proses mempengaruhi yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain untuk dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan atau sasaran bersama yang telah ditetapkan. Tupoksi pemimpin dalam Islam secara pokok ada dua, pertama menegakkan agama, dan yang kedua, menghadirkan keadilan dan kemakmuran untuk rakyat. Menegakkan agama ini penting agar nilai nilai agama menjadi rujukan dan agama tidak menjadi bahan olok-olok apalagi jadi alat pemecah belah.
 

Terkait hal ini UUD NRI tahun 1945 sudah menegaskan dalam  Pasal 29 ayat (1) menyatakan: ”Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.  Ayat (2) menyatakan bahwa ”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Oleh karena itu memilih pemimpin itu seyogyanya tidak berdasarkan warna rambut atau warna kulit, apalagi kerutan kulit, tetapi lebih penting lagi memilih pemimpin yang punya komitmen tinggi terhadap agamanya serta bisa menciptakan rasa aman dan sejahtera. 


Orang yang mampu berkomitmen terhadap ajaran agamanya sendiri, dia juga akan menjaga agama yang lain yang sah secara konstitusional. Karena dia tahu, beragama adalah salah satu hak dasar yang paling asasi. 


Orang yang tidak komitmen terhadap agamanya sendiri, dia akan cenderung mengadu domba agamanya dengan agama yang lain. Ini karena, agama, baginya bukan sesuatu yang substansial tapi sekedar formalitas belaka bahkan alat yang bisa dipakai atau tidak dipakai kapan saja. Orang yang tidak menjaga miliknya sendiri, jangan diharap akan menjaga milik orang lain. 


Pemimpin tidak seharusnya mengadu domba dan membiarkan rakyatnya terbelah. Ketika seseorang terpilih menjadi pemimpin, maka dia adalah bapak bagi seluruh rakyatnya, bukan hanya untuk para pendukungnya saja. Perkataan dan perilakunya harus ngayomi, ngayemi dan ngayahi semuanya. Bahwa pemimpin tersebut kemudian memberikan beberapa manfaat lebih kepada pendukungnya itu wajar. Karena ada ubi ada talas, ada budi ada balas. Mengayomi adalah sebuah tindakan yang dilakukan seseorang kepada orang lain atau suatu kelompok dengan tujuan melindungi, melayani, mendampingi, serta memberikan arahan untuk menuju hidup yang lebih baik, tentram dan damai. 


Sederhananya, pemimpin yang mengayomi adalah pemimpin yang bisa memberikan rasa aman kepada rakyatnya dalam bersosialisasi dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup nya. Karena bisa makan dan merasa aman merupakan kebutuhan paling dasar manusia. Firman Allah: "Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan." (Quraish:4). Diantara hadits diawal hijrah: "Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam (kedamaian), berikan makan, sambunglah silaturrahim..." 

Selanjutnya pemimpin itu ngayemi, memberi ketenangan. Rakyat akan merasa tenang bila bisa bekerja dengan baik, aman dari gangguan, perundungan dan tekanan. Pemimpin itu harus ngayemi bukan nggayemi (memamah/mengunyah) anak buahnya. Pemimpin yang baik tak hanya memposisikan diri sebagai atasan, namun bisa sebagai orang tua, sahabat, guru atau kiai. Hal tersebut bisa terlihat dari gaya bertutur, gestur dan ekspresi wajah. 

Ciri-ciri pemimpin baik adalah tidak membuat jarak dengan bawahan, kehadirannya di tunggu dan disenangi dan ketidakhadirannya akan menambah rindu. Sebaliknya, pemimpin sontoloyo adalah pemimpin yang menciptakan teror, wajahnya bisa merakyat tapi kebijakannya menyusahkan rakyat, tindakannya hipokrit. Suka menuduh orang lain pembohong padahal dirinya tukang ngibul. Bilang perbedaan adalah rahmat dan kekuatan tapi mengancam yang tidak sependapat. Bilang persatuan harga mati, tapi membiarkan masyarakat terbelah. Pemimpin model ini biasanya akan dibenci bukan ditakuti, dan dienggani bukan disegani. 

Kemudian, pemimpin itu ngayahi, melaksanakan tugasnya, menjalankan amanah dan janji-janjinya. Ada ungkapan bijak: sayyidul qaum khadimuhum, pemimpin umat adalah pelayan bagi umatnya. Pantang bagi seorang pemimpin yang hanya bisa memerintah orang untuk mengerjakan sesuatu yang sebenarnya menjadi tugasnya. 


Pantang bagi pemimpin mencari-cari alasan untuk menghindari pekerjaannya lalu menimpakan tugas itu kepada bawahannya. Pantang bagi pemimpin memaksa orang untuk bekerja dan menagih-nagih pekerjaan, sementara pada saat yang sama ia tidak memberi ide dan sarana dalam bekerja. Semoga Allah menghadirkan kepada kita Ratu Adil, pemimpin yang ngayomi, ngayemi dan ngayahi... Wallahua'lam bi shahab

Posting Komentar

0 Komentar