Emak-emak Mengejar Kereta Demi Bisa Melepas Rindu di Istora

Ilustrasi (Sumber: PKSFoto)


Sabtu sore (28/5/2022) aku sudah disibukkan dengan aktifitas persiapan sebuah acara pengajian akbar. Karena menjadi panitia utama, otomatis sebuah agenda besar yaitu perayaan puncak Milad PKS yang telah lama kunantikan tidak bisa diikuti.

Sedih rasanya, momen berharga yang selalu menjadi penyemangat jiwa harus berlalu begitu saja.

Kulirik jam di dinding, yang suaranya mengiringi derai hujan di malam hari, pukul 23.30 WIB, mataku belum bisa terpejam. Memikirkan acara besok akan sukses atau tidak? Sekaligus memikirkan bagaimana caranya agar bisa mengahadiri acara puncak Milad PKS yang ke dua puluh.

Malam pun berlalu, suara azan Subuh membangunkanku, entah berapa lama aku tertidur, seperti anak kecil yang takut ketinggalan piknik, malam itu tidurku tidak pulas.

Alhamdulillah acara pengajian akbar yang salah satunya menjadi tanggung jawabku terbilang sukses digelar, antusias jamaah begitu besar, membuatku bahagia. Meski sepanjang acara berlangsung konsentrasiku terpecah, terkadang 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘯𝘵𝘪𝘱 beberapa postingan teman di grup dan di status, membuat jiwaku semakin bergelora, ingin segera hadir di Istora, merasakan ikatan ukuwah yang penuh berkah, menikmati suguhan acara yang begitu meriah.

Tak bisa kubendung lagi rasa yang ada di hati, reflek ku ungkapkan pada teman seperjuangan. "Aku pengen ke Istora." Tak disangka temanku menyambutnya, "Hayu kita ke sana, acara kita udah selesai, ini. Habis shalat Zuhur langsung 𝘤𝘶𝘴𝘴 lah."

"Aku ikut!" timpal tetanggaku.

"Serius? Hayu atuh kalo pada mau, kita izin ama suami dan anak-anak dulu. Kalau 𝘯𝘨𝘦𝘨𝘳𝘢𝘣 mobil dari Cikupa ke Senayan, kayaknya bakal lama nyampe sana, macet. Mau bawa motor enggak punya SIM, takut juga kalau sorenya hujan terus banjir. Gimana, kalau naik kereta aja?"

"Oke, setuju." jawab mereka berdua.

Maka setalah izin dari keluarga di kantongi dengan menggunakan dua motor gegas kami menuju stasiun kereta.

Saat mau jalan kutanya kembali kedua temanku.

"Mau ke stasiun mana? Daru? Tigaraksa apa Tenjo?"

"Terserah, kita mah ngikut aja, kita belum pernah naik kereta," jawab temanku.

"Lah sama, aku juga belum pernah naik KRL, terakhir naik kereta jaman aku SD kelas dua." Aku menjelaskan sambil tertawa.

Dengan sebuah kenekatan dan rasa rindu yang menggebu, Bismillah kita melaju menuju stasiun Daru.

Roda dua terus berputar di atas aspal sepanjang enam belas kilo meter. Lantunan nasyid penyemangat dari Izzis seolah mengiringi perjalanan ini. Rasanya tak ingin berlama-lama berada di jalan, rindu harus segera terlepaskan.

Pukul 13.35 WIB kami tiba di Stasiun Daru. Melirik kedua temanku yang sama-sama 𝘬𝘢𝘵𝘳𝘰, kembali kita tergelak tertawa bersama. Menertawakan 𝘬𝘦𝘯𝘰𝘳𝘢𝘬-𝘢𝘯 kami yang belum tahu bagaimana caranya membeli tiket kereta, harus naik kereta jurusan apa agar bisa tiba di Istora.

Bertanya langsung pada petugas di stasiun, itulah jalan ninja kami. Tak peduli dibilang 𝘯𝘰𝘳𝘢𝘬 juga, yang penting bisa sampai di Istora.

Sang penjaga loket dengan sabar menjelaskan, bagaimana kami bisa sampai di sana, dan berapa rupiah kami harus membayar tiketnya.

Pukul 13.45 WIB kami mulai melangkah menaiki kereta. Beberapa titik stasiun telah kami lewati, sampai akhirnya tiba di stasiun Palmerah.

Turun dari kereta, kembali kami tertawa, bingung mau naik apalagi ke Istora?

Bertanya pada petugas keamanan stasiun. Diarahlanlah kami agar mencari kendaraan 𝘰𝘯𝘭𝘪𝘯𝘦 di bawah tangga penyebrangan.

Ketika di jembatan penyeberangan kami berpapasan dengan beberapa orang yg menggunakan atribut PKS, hendak menuju stasiun untuk pulang.

Mereka sepertinya keheranan melihat kami yang baru mau menuju Istora, bahkan ada yang 𝘯𝘺𝘦𝘭𝘦𝘵𝘶𝘬, "Ih, kok baru datang?"

Kami hanya tertawa.

Turun dari tangga jembatan penyeberangan, kami langsung disambut para tukang ojek.

"PKS ... PKS dua puluh ribu, diantar sampai gerbang," ucap mereka.

Tanpa menawar lagi, karena kami ingin segera sampai, jika menggunakan mobil pun pasti macet, maka tiga ojek kami pilih sebagai tumpangan menuju Istora.

Tak lupa aku mintakan nomor ponsel tukang ojek. Maksudnya agar ketika pulang nanti tidak susah mencari ojek.

Tiba di Istora, sudah banyak peserta yang menuju kendaraan untuk pulang, kembali kami bertiga tertawa.

"Biarin telat juga, ah, yang penting kita udah tahu naik kereta, bisa foto di Istora, siapa tahu masih bisa ketemu kawan-kawan yang lain," hiburku sambil kami terus tertawa.

Setelah berpose di 𝘱𝘩𝘰𝘵𝘰𝘣𝘰𝘰𝘵𝘩 Selamat Milad PKS, kami bermaksud mencari stand bazaar kuliner. Karena sedari pagi aku baru makan lemper satu dan minum kopi segelas. Sistem pencernaan ku sepertinya sudah minta jatah diisi.

Samar-samar kudengar suara azan Ashar berkumandang. Kami putuskan untuk shalat dulu sebelum makan.

Di mushola aku mulai bertemu teman-teman dari Kabupaten Tangerang. Tak lupa kita berfoto untuk mengabadikan perjumpaan.

Selesai shalat sekalian pamit pada teman, tak sengaja aku berucap, "Aku laper banget mau nyari makan."

Tiba-tiba saja ada seorang ibu yang memberiku sekantong makanan, sambil berujar,

"Ini Bu, makan aja risolnya. Buat ibu semua, silakan dibagi-bagi ama yang lain. Saya udah mau pulang ke Bekasi."

MasyaAllah, ternyata ucapanku Allah bayar kontan saat itu. Hawa lapar yang memang teramat sangat, dan aku memperkirakan sepertinya stand Kuliner pun kemungkinan sudah banyak yang habis terjual dagangannya, karena sudah sore.

Rasa ukuwah dalam jamaah ini, teramat kuat, tak memandang kenal ataupun tidak, hati kami telah dipersatukan.

Kami pun langsung menuju stand bazaar untuk mencari nasi (Indonesia banget, makan, ya harus nasi🤭), sekaligus melihat beberapa stand bazaar atribut PKS.

Setelah lama berkeliling, tak kami jumpai sepiring nasi pun, banyak stand kuliner yang sudah kosong.

Otak bisnisku langsung mengembara, "Kira-kira berapa rupiah perputaran uang pada bazaar acara Milad PKS ini, ya?" Melihat antusias para pengunjung yang membeli makanan, minuman juga atribut partai. Pasti nilainya tidak sedikit. Berkah untuk panitia dan juga untuk peserta bazaar.

Akhirnya kami makan mi instan, sambil menikmati rangkaian acara yang tersisa.

Pukul 16.40 WIB, kami putuskan untuk pulang.

Tiba di depan gerbang, hujan mengguyur bumi Jakarta. Kami pun masuk kembali ke area bazaar.

Kulihat kerumunan orang sambil memegang ponsel. Ternyata mereka sedang berebut ingin memotret orang nomor satu di Jakarta yang baru keluar dari dalam gedung Istora. Apalah daya, aku hanya bisa memandangi saja, tanpa bisa ikut mengabadikan momen tersebut, ponselku batrainya habis.

Mencoba mencari pinjaman dan tumpangan 𝘤𝘩𝘢𝘳𝘨𝘦𝘳 kepada beberapa anak muda yang sedang bazaar, ternyata tak satupun 𝘤𝘩𝘢𝘳𝘨𝘦𝘳 yang pas dengan ponselku. (Ya, ponselnya terlalu jadul🤭).

Karena ponselku mati, kami tidak bisa menghubungi tukang ojek tadi. Kami putuskan untuk mencari ojek di pinggir jalan.

Lama berjalan mencari ojek, Alhamdulillah kami dapati seorang tukang ojek, kami minta dicarikan dua ojek lagi.

Tiba-tiba satu sepeda motor melintas, tukang ojek tadi memberhentikannya, tinggal mencari satu motor lagi.

Karena lama tidak kami dapatkan tukang ojek, via aplikasi pun begitu sulit, si tukang ojek tadi mengusulkan untuk membonceng dua orang, aku dan tetanggaku, motor yang satunya membonceng temanku.

Ternyata pengemudi motor yang satu bukanlah tukang ojek, tapi simpatisan PKS dari Bekasi yang hadir mengikuti acara milad, makanya beliau tidak tahu jalan menuju stasiun Palmerah, beliau akhirnya mengikuti tukang ojek yang asli. 😆

Sepanjang perjalanan dari Istora menuju stasiun Palmerah, aku dan tetanggaku tak bisa berhenti tertawa, dengan muka kututupi topi, khawatir tiba-tiba di jalan ada yang mengenaliku, mau di simpan dimana mukaku? Jauh-jauh dari Cikupa ke Jakarta, naik ojek ditumpuk, apa kata dunia? Doaku saat itu, CCTV yang ada di sepanjang jalan yang kami lalui semoga dalam keadaan mati agar tidak ada yang mengabadikan momen 𝘨𝘪𝘭𝘢 ini.

Ketika berpapasan dengan Polantas, mereka hanya berujar, "Hati-hati, ya, semoga tidak jatuh."

Alhamdulillah dengan selamat kami tiba di stasiun Palmerah.

Tak membuang waktu lagi, segera menuju lantai atas untuk menunggu kereta tiba.

Lima menit kemudian kereta tiba, kami pun masuk.

Rasa lelah tak kami rasakan, hanya ada rasa bahagia bercampur tawa karena sudah bisa melepas rindu di Istora, banyak ku jumpai teman baru, lama, hingga teman di dunia maya, yang tak kusangka Allah jumpakan di Istora.

Tiba di stasiun Serpong, kami putuskan pindah gerbong khusus wanita.

Kulihat sepanjang mata memandang, penumpang hanya ada kami dan satu orang bapak-bapak di lain gerbong. Pikirku serasa kereta milik pribadi. Iseng aku bertanya pada petugas kebersihan, "Mbak, stasiun Daru masih lama, ya?"

"Oh, Ibu mau ke Daru? Kalau mau ke Daru Ibu harus ganti kereta yang jurusan Rangkasbitung, karena kereta ini akan balik lagi ke stasiun Tanah Abang," jelasnya.

Kami bertiga sontak terperanjat. Kaget bercampur bersyukur, untung kereta belum jalan, jadi kami bisa langsung turun. Bayangkan jika kami dibawa lagi ke Jakarta, kapan kami tiba di Cikupa? 😂

Jadi teringat 𝘤𝘩𝘢𝘵𝘪𝘯𝘨𝘢𝘯 pada sebuah grup 𝘞𝘩𝘢𝘵𝘴-𝘈𝘱𝘱 sebelum ponselku mati ketika seorang teman 𝘯𝘨𝘦𝘣𝘦𝘤𝘢𝘯𝘥𝘢𝘪𝘯, 'Udah sore belum pulang, sepertinya Bu Ella mau menginap di Senayan.'

Wah, kalau itu sampai terjadi, bagaimana, ya? 🙈

Masih dengan tawa dan rasa syukur, kami menaiki kereta jurusan Rangkasbitung.

Azan Isya berkumandang, tepat saat kami tiba di stasiun Daru.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, yang telah memberikan aneka macam kenikmatan.

Termasuk nikmat pengalaman seru dan 𝘨𝘰𝘬𝘪𝘭 ini, yang tak mungkin bisa kami lupakan.

Hingga detik ini, saat aku tuliskan kisah ini, tak hentinya bibirku menyeringai menahan tawa. Sungguh hiburan yang luar biasa, kado terindah buat kami bertiga di Milad PKS ke 20.
_____

Cikupa, Selasa penuh asa, penghujung Mei 2022

Ella Helawati
Reli Tangerang

Posting Komentar

0 Komentar