Ilustrasi (Sumber: foto.pks.id/Muhammad Abdul Aziz Al-Faruqi |
Ketika Anda bertemu orang lain yang secara lahiriah belum sholeh, janganlah langsung menghakimi sebagai orang yang jauh dari agama.
Ketika Anda melihat seorang yang masih berkubang dosa, janganlah langsung memberi stempel neraka padanya.
Saat kita lihat ada orang yang masih berkutat dengan dunia sehingga lupa akherat, jangan langsung melabel gila dunia padanya.
Siapkan banyak alasan untuk mereka atas kondisi saat ini. Mungkin hidayah Allah sedang otw, menuju padanya.
Karena surga atau neraka bukan kita yang menentukan, tapi itu kewenangan-Nya. Tugas kita hanya menemani mereka untuk mengenal Tuhannya.
Khalid bin Walid yang banyak membunuh kaum muslimin saat perang Uhud pun, justru menjadi pahlawan kemenangan Islam saat menaklukan Persia dan Romawi.
Bal'an bin Bauro harus mati tanpa iman, padahal di masa hidupnya menjadi ulama besar. Kemilau dunia membutakan mata hatinya. Sesaat sebelum hidupnya berakhir.
Kebaikan seseorang terlihat di akhir hayatnya.
Banyak orang yang karena mengejar kebutuhan dasar, membuatnya tidak sempat untuk hanya sekedar duduk di pengajian, mendengarkan petuah agama, sebagai penyejuk jiwa.
Setidaknya itulah yang kembali diceritakan simbok beberapa hari lalu. Disela aku mijit kaki dan tangannya, beliau mengenang.
Kesibukan berdagang, membuat beliau tidak sempat belajar agama. Yang bisa di lakukan hanyalah mendengar ceramah KH Zainudin Mz, bada' subuhan sambil menyiapkan dagangan pagi. Bahkan untuk belajar membaca Al Quran saja, baru bisa dilakukan setelah aku lulus STM dan sudah mapan bekerja.
Makanya tidak heran semenjak SD aku selalu dimotivasi untuk serius sekolah dan mengaji. Aku sudah khataman Al Quran saat kelas 4 atau 5 SD sementara simbok harus menggendong bubur sumsum keliling kampung selama 4-5 jam di punggungnya. Pagi dan sore.
Beliau berpikir agar anak-anaknya bisa pintar. Tidak seperti dirinya, walau menjadi murid pintar tapi tidak bisa melanjutkan sekolah. Karena tuntutan ekonomi.
Disela ngobrol santai, ada kata-kata yang keluar dari beliau pagi itu, begitu singkat namun mendalam ; Sing penting urip. Yang penting bisa hidup. Karena hasil dagang hari ini untuk makan besok.
Pernah satu hari ada keponakan beliau yang harus pergi mencari kerja dan butuh uang. Hasil dagangan dan sedikit tabungan diberikan semua, sehingga beliau harus berhutang ke toko langganan untuk bahan-bahan dagangan esok hari.
Saat itu bersama bapak yang jualan bakso, fokus mereka hanya agar anak-anak bisa makan dan sekolah. Papan, pangan dan sandang. Tidak terpikir untuk kebutuhan sekunder.
Dan saat ini saya yakin masih banyak yang seperti itu. Masih harus fokus pada kebutuhan dasar. Belum beranjak dari tangga pertama, walau terus berusaha naik namun belum ditakdirkan sampai di lantai atas.
La haula wala kuwwata illa billah.
Mari kita doakan agar Allah beri kesabaran dan keikhlasan kepada mereka untuk menjalani hidup. Agar segera bisa mengangkat kehidupan mereka menjadi jauh lebih berdaya.
Doa yang baik juga semoga untuk sahabat semua yang membaca narasi ini. Semoga kebaikan dan keberkahan selalu menyertai Anda. Amin.
#thankstoAllah
Abi Rumaisha
0 Komentar