Munggahan Puasa dan Kearifannya



Oleh : Bagoes MS


Munggahan adalah tradisi masyarakat Islam suku Sunda (dan juga Banten) sebagai penyambutan datangnya bulan Ramadhan. Munggahan biasanya  dilakukan pada akhir bulan Sya'ban (Ruwah), sekitar satu atau dua hari menjelang bulan Ramadhan. Bentuk pelaksanaannya bervariasi, di antaranya berkumpul bersama keluarga dan kerabat, makan bersama (bacakan), saling bermaafan, ziarah kubur ke makam orangtua atau leluhur, dan berdoa bersama atau ngariung. Ada juga yang mengunjungi tempat wisata bersama keluarga, atau mengamalkan sedekah munggah (sedekah pada sehari menjelang bulan puasa), dan di sebagian daerah Banten juga ada yang melakukan tradisi keramas (mandi besar di akhir Ruwah).


Inilah cara mayoritas kaum muslimin di wilayah Jawa Barat dan Banten lakukan, jelang Ramadhan tiba. Agenda pra-ramadhan ini menjadi tradisi turun temurun dan masih banyak ditemui di zaman kini. Tradisi ini mengingatkan kita akan betapa spesialnya bulan Ramadhan. Laksana seseorang yang lama tak bersua seorang kekasih nan dicintainya, lalu  sebentar lagi akan bertemu, maka persiapan matang nan agung pun dilakukan menyiapkan momen perjumpaan spesial itu.


Rasulullah SAW meminta kepada kita, umatnya, menjelang kedatangan ramadhan agar mempersiapkan diri dengan baik dalam menyambut tamu agung ini. 

"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan. Bulan keberkahan. Allah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa, dan mengabulkan doa. Allah melihat berlomba-lombanya umat karena bulan ini. Dia membanggakanmu di depan para malaikat-Nya. Maka tunjukkanlah kepada Allah, hal-hal yang baik dari dirimu.”

(HR. Ath-Thabrani)


Dari keterangan hadis ini, dapat kita ketahui bahwa sesungguhnya beliau Rasulullah Saw telah mendorong umat Islam seluruhnya agar memantaskan diri saat memasuki bulan mulia ini. Jangan sampai kita kehilangan kesempatan emas yang datang hanya setahun sekali. Ummat Islam hendaknya menunjukkan banyak kebaikan di bulan penuh ampunan ini. Maka penyambutannya pun terasa khusus bagi sebagian masyarakat di tatar Sunda.


Ihwal tradisi munggahan, jika ditilik dari nilai dan filosofinya, betapa luar biasa kandungan atau hikmah tradisi munggahan. Munggahan berasal dari bahasa Sunda (kata dasar :unggah) bermakna "naik" atau "naik ke tangga (level) yang lebih tinggi" sehingga memiliki definisi yakni berusaha naik derajat ke tempat yang lebih baik atau menaiki tangga yang lebih suci. Lantaran akan memasuki tangga yang lebih tinggi, orang-orang Sunda dan Banten senantiasa melakukan tradisi spesial. Semua dalam rangka "tazkiyyatun nafs" atau penyucian diri agar jejak kaki yang menapaki tangga tiba di tangga tertinggi dengan lancar, selamat, dan baik.


Kegiatan yang biasa dilakukan pun sebetulnya punya banyak nilai kearifan. Sebut saja berkumpul bersama yang terkandung nilai ukhuwah dan silaturrahmi. Kemudian "bacakan" alias makan bersama terkandung keutamaan infaq sodaqoh karena saling memberi dan menyiapkan makanan. Lalu jangan lupa juga dengan tradisi saling bermaafan yang merupakan cermin kebersihan hati seorang muslim, mengunjungi kediaman orangtua cermin dari "birrul walidain", ziarah kubur  memiliki nilai "zikrul maut", berdoa bersama alias ngariung merangkum keutamaan bermajelis, serta mandi keramas menyimbolkan taubatan nasuha, mengguyur seluruh tubuh agar dosa dan noda dapat dihapuskan sehingga manusia menjadi lebih suci dan bersiap lebih maksimal saat bersua ramadhan. Itulah kandungan nilai munggahan yang dapat kita pelajari sebagai kearifan yang luhur.


Ramadhan yang suci, hendaknya dimasuki dengan badan dan hati yang suci pula. Seperti sungai yang mengalir, ia hanya akan bersama dan membawa air yang bening atau jernih dari tempat yang bersih. Sebaliknya selokan atau got, hanya akan bersama dan membawa air menggenang yang kotor berasal dari tempat kotor pula. Maka, ramadhan dipersiapkan Allah untuk mereka yang bersih hatinya, menyucikan dirinya, bertaubat kepada Allah, meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang lain padanya, agar kesucian jiwa itu dapat dimiliki. Alhasil, Ramadhan pun dihadapi dengan riang dan gembira.


Marhaban Yaa Ramadhan. 

Penulis berasal dari Serang Banten, bernama asli Tb. Moh Sholeh.

Posting Komentar

0 Komentar