Hari Ini 14 Tahun Tsunami Aceh, Dimana Anda Saat Itu?



"Hari Ini 14 Tahun Tsunami Aceh. Dimana Anda Saat Itu?" demikian tanya media BBC Indonesia di akun Twitternya resminya. 

Dimana saya saat itu? 

Masih lekat dalam ingatan, 25 Desember 2004 saya ikut kajian dan menginap di Masjid Islamic Center Kota Bekasi. 

Lupa siapa yang mengisi kajian, antara Ustadz Al Yusni atau Almarhum Ustadz Fadhil Usman Baharun. Tapi yang saya ingat adalah malam itu kenalan dengan sesama jomblo. Dia pemuda asal Sumatera, pekerja pabrik dan tinggal di Tangerang. 

Yang masih diingat lagi adalah, pagi hari setelah selesai kajian. Saya mengantarkan teman baru itu ke halte bis. Lalu dicegat polisi di perempatan lampu merah. Karena yang dibonceng gak pakai helm, jadilah kena tilang. 

Ikhlas kena tilang tak mengapa, gak mau damai dan lebih memilih  ikut sidang. efek positif hijrah. 

Ahad pagi itu sesampainya di rumah, berita di televisi sudah mengabarkan terjadi sesuatu di Aceh. Metro TV masih asyik, Liputan6 SCTV masih menjadi acara berita favorit. 

Sepanjang hari menyaksikan televisi. Menyaksikan duka dan air mata. Hari itu juga mendapatkan SMS dari orang yang belum lama saya kenal, Ketua DPC PKS Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi. 

SMS itu berisi ajakan untuk memanjatkan doa dan persiapan donasi. Bisa dalam bentuk uang ataupun barang. 

Saya sampaikan SMS ini kepada kedua orangtua, lalu mereka penuh semangat memilah pakaian layak pakai. 

Sore harinya, saya mendengarkan suara Presiden PKS Tifatul Sembiring di Liputan 6 SCTV yang mengabarkan kondisi terkini langsung dari Aceh. Pembawa berita mengatakan belum ada pejabat yang sampai ke sana dan Tifatul Sembiring menempuh jalur darat dari Medan. (Mohon dikoreksi kalau saya salah ingat). 

Keesokan harinya, saya antarkan pakaian layak pakai yang terkumpul. Senin itu juga, saya menemukan banyak kader PKS yang berdiri di jalan-jalan dari Cibitung hingga Cikarang Kabupaten Bekasi yang mengumpulkan donasi dari warga. 

Beberapa hari kemudian, Ketua DPC PKS Kecamatan Setu diberangkatkan ke Aceh dalam waktu yang cukup lama. 

Sepulangnya dari sana, ia bercerita bertugas sebagai juru masak di tenda pengungsian. Memasak untuk ribuan orang dalam suasana duka dan bau menyengat mayat yang belum dievakuasi seluruhnya. 

2004 bagi saya itu awal momentum mengenal kader-kader PKS. Mengenal tentang dedikasi dan keseriusan mereka menangani bencana. 

Kata pencitraan belum dikenal waktu itu, media sosial juga belum muncul. Internet baru dinikmati segelintir orang. Tapi saat itu juga sudah ada sih pihak-pihak yang berkomentar negatif dengan kerja-kerja kader PKS dan FPI. 

Dengan kerja maksimal di bencana nasional, banyak yang mengatakan PKS akan diganjar suara berlebih di Pemilu berikutnya yaitu 2009. 

Namun yang terjadi tidaklah demikian. Di 2009, Demokrat yang mendapatkan durian runtuh. Suaranya naik berkali lipat berkat SBY-Effect. 

Alhamdulillah PKS tidak kecewa dengan kondisi ini. Hasilnya bisa dilihat hari ini. Mereka tetap ada dan bekerja saat bencana datang, apapun yang terjadi.

Begitulah, 14 tahun silam, saat pertama saya berkenalan dengan kerja-kerja kader PKS menangani bencana. 

Bekasi, 26 Desember 2018
Enjang Anwar Sanusi

Posting Komentar

0 Komentar