Riyawan S.Hut
Forum Ayah Kutai Kartanegara
Di Indonesia, Hari Ayah Nasional diperingati setiap tahun pada tanggal 12 November. Meskipun tidak sepopuler Hari Ibu, peringatan Hari Ayah Nasional tetap memiliki makna yang mendalam, karena menjadi momen penting untuk menghargai dan mengenang peran seorang ayah dalam keluarga.
Peringatan ini bertujuan mengembalikan peran ayah sebagai pemimpin, pelindung, dan teladan yang menuntun keluarganya dengan cinta, tanggung jawab, dan ketulusan. Melalui Hari Ayah Nasional, kita diajak untuk menyadari kembali bahwa di balik ketegasan seorang ayah selalu tersimpan kasih yang dalam dan doa yang tak pernah berhenti untuk kebahagiaan anak-anaknya.
Nabi Ayub: Simbol Kesabaran dan Keteguhan Ayah
Sosok Nabi Yaqub sebagai ayah yang ideal tergambar dari beberapa ayat yang menunjukkan sikap sabar, tawakal, cinta, pengampun, pelindung, dan pendengar yang baik terhadap anak-anaknya.
Beberapa ayat penting dalam Al-Qur'an yang menggambarkan hal ini antara lain Surah Yusuf ayat 94-98, di mana Nabi Yaqub menghadapi putra-putranya yang telah berbuat salah dengan sabar dan memaafkan mereka serta berdoa agar Allah mengampuni kesalahan mereka
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang dekat dengan ayahnya memiliki lebih sedikit masalah perilaku, hubungan sosial yang lebih kuat, serta perkembangan kognitif dan emosional yang jauh lebih sehat. Di balik genggaman tangan ayah yang tegas, terdapat kekuatan besar yang membentuk masa depan anak-anaknya.
Sebuah penelitian terhadap 1.412 remaja di Belgia (tahun 2010) mengungkapkan temuan penting bahwa kedekatan dengan orangtua dan suasana keluarga yang harmonis mampu menjadi “tameng” paling kuat melawan kenakalan remaja dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Remaja yang tumbuh dalam dekapan kasih dan komunikasi hangat terbukti lebih tahan terhadap pengaruh negatif lingkungan, lebih stabil secara emosi, dan lebih bijak dalam mengambil keputusan. Artinya, rumah yang penuh cinta jauh lebih ampuh dibandingkan seribu aturan kaku.
Peran Ayah yang Seimbang di Keluarga Modern
Dalam keluarga modern, sosok ayah menjalani peran yang semakin kompleks dan penuh makna. Ia tak lagi sekadar pencari nafkah yang berangkat pagi dan pulang malam, tetapi juga dituntut menjadi pendamping yang hadir, teman berbagi cerita, serta teladan yang membimbing dengan kasih dan kebijaksanaan.
Di balik langkah tegasnya, tersimpan kerinduan sederhana untuk memiliki lebih banyak waktu memeluk anak-anaknya, mendengarkan tawa mereka, dan merasakan makna kebersamaan yang sesungguhnya. Banyak ayah berjuang hadir di dua dunia artinya mencari nafkah dan tetap ada untuk keluarga. Di situlah kunci kehadiran ayah, bukan hanya untuk mencari nafkah tapi juga menumbuhkan kebahagiaan ditengah keluarga.
Dengan dukungan pasangan dan pengelolaan waktu yang bijak, ayah bisa menyeimbangkan karier dan keluarga, bahkan di tengah era digital yang serba cepat. Keterlibatan ayah dalam aktivitas rumah tangga, menemani anak belajar, hingga sekadar mendengar cerita kecil mereka, menanamkan pesan penting, keluarga adalah kerja sama, bukan peran tunggal. Kehadiran ayah yang aktif bukan hanya menciptakan anak yang bahagia, tetapi juga keluarga yang lebih hangat, adil, dan penuh cinta.
Indonesia Darurat “Fatherless”: Ketika Sosok Ayah Kian Menghilang
Fakta menggetarkan menegaskan bahwa Indonesia menempati peringkat ketiga tertinggi di dunia sebagai negara “fatherless” dengan tingkat kehilangan figur ayah. Fenomena “fatherless” bukan sekadar soal ketiadaan fisik, tapi juga hilangnya peran emosional seorang ayah dalam tumbuh kembang anak.
Penelitian (Rachmanulia & Dewi, 2023) menunjukkan bahwa kehilangan figur ayah meninggalkan luka psikologis mendalam, mulai dari rendahnya kepercayaan diri hingga pencarian kasih sayang pengganti yang keliru. Terutama bagi anak perempuan, absennya peran ayah sering berarti hilangnya sosok pelindung dan cinta pertama yang membentuk harga diri mereka.
Ironisnya, di tengah dunia yang semakin sibuk dan digital, banyak ayah hadir secara ekonomi, tapi absen secara emosional. Padahal, kehangatan, perhatian, dan kehadiran ayah di masa pertumbuhan anak merupakan fondasi utama yang tak tergantikan.
Peran Vital Pemerintah membangun keluarga Sebagai Pilar Ketahanan Bangsa
Peran pemerintah dalam menciptakan keluarga yang kokoh sangat fundamental dan multifaset, melibatkan regulasi, aspek ekonomi, sosial, dan kesehatan. Pemerintah menyadari bahwa keluarga adalah unit terkecil dan sekaligus fondasi utama bagi pembangunan bangsa, karena di dalam keluarga pertama kali nilai-nilai agama, sosial budaya, cinta kasih, dan perlindungan diajarkan.
Oleh sebab itu, pemerintah seharusnya menggulirkan program-program strategis seperti Taman Asuh , Sayang Anak, Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting, dan Gerakan Ayah Teladan Indonesia, yang tidak hanya fokus pada aspek keluarga secara fisik tetapi juga psikologis, sosial, dan gizi agar ketahanan keluarga menjadi menyeluruh.
Salah satu Langkah konkret yang harus dilakukan pemerintah adalah pengembangan Indeks Pembangunan Keluarga yang berfungsi sebagai tolok ukur dan panduan kebijakan untuk meningkatkan kualitas keluarga di seluruh wilayah Indonesia. Indeks ini digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan sosial hingga ekonomi yang berakar pada keluarga, sehingga intervensi dan program pembangunan dapat lebih tepat sasaran dan berdampak nyata.
Pendekatan ketahanan keluarga kolektif yang melibatkan sinergi antar keluarga dan komunitas diperkuat lewat kebijakan yang melibatkan lembaga negara, pendidikan, lingkungan kerja, serta komunitas sosial. Selain itu, pemerintah menegaskan bahwa membangun keluarga yang kokoh bukan hanya tugas keluarga itu sendiri, tetapi tanggung jawab bersama yang harus didukung oleh lingkungan dan kebijakan negara secara menyeluruh.
Pesan pentingnya keluarga seharusnya sebagai lini depan pembangunan bangsa, pemerintah mengajak semua pihak untuk berkolaborasi mewujudkan keluarga tangguh penuh kasih sayang, yang menjadi pondasi ketahanan nasional dan pembangunan sumber daya manusia unggul menuju Indonesia Emas 2045. Ini bukan sekadar seremoni, melainkan gerakan nyata untuk masa depan bangsa yang lebih kuat dan sejahtera
Hari Ayah seharusnya bukan sekadar perayaan simbolik, melainkan menjadi pengingat bahwa anak-anak Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar nafkah. Mereka butuh pelukan, waktu, dan teladan seorang ayah yang benar-benar hadir.
Lewat peringatan Hari Ayah ini, mari kita ubah cara merayakan. Bukan cuma dengan posting di media sosial, tetapi dengan bahasa cinta yang nyata, entah lewat waktu bersama, bantuan kecil, sentuhan hangat, atau percakapan tulus dari hati. Karena sesungguhnya, ayah bukanlah sosok yang hanya perlu dipuja, melainkan sangat dibutuhkan untuk dirasakan kehadirannya.



0 Komentar