Belanja di warung tetangga menjadi hal yang saya suka, tinimbang ke supermarket, termasuk belanja sayuran, entahlah saya lebih seneng ke warung kecil tinimbang berdesakan di pasar.
Selalu dalil yang saya gunakan, membantu warung kecil supaya tetap berjalan perekonomian masyarakat kecil.
Apalagi jika penjualnya sudah "sepuh" membuat saya menguatkan langkah menujunya.
Saat pagi anak-anak mengingatkan,
"Ibu ndak ke pasar beli sayuran buat buka puasa nanti?" tanya anak kedua saya.
"Ndak lé, nanti ibu ke warung mbah langganan saja."
Pun sore ini saya memilih ke warung kecil langganan. Ketika sedang memilih pisang kapok, pengen membuat pisang toping meises atau kolak atau apa nanti.
Si mbah bilang, "Itu tiga ribu saja buat ibunya,"
Saya malah melongo, mana ada pisang kapok kuning satu sisir 3 ribu perak. Minimal harga 15 ribu.
Si mbah tersenyum seolah mengerti.
"Mbah hari ini dagangannya laris, habis semua sayuran dan bahan lauk, biasanya kan sampai lebih dan harus disimpan di kulkas," beliau menjelaskan dengan mata berbinar sebagai rasa senang, bahagia lebih tepatnya.
"Jadi, mbah pengen berbagi sama ibu sebagai rasa syukur atas rizki hari ini," lanjut beliau.
Tetiba ada yang menyesak di dada, ya Allah si mbah ini seperti menghantam pikiran dan hati saya. Betapa menjadi pengingat bahwa sekecil apapun limpahan rizki yang kita dapatkan, harus selalu disyukuri dengan banyak berbagi.
Tidak hanya sekali ini si mbah memberi kejutan kepada saya saat belanja, Ramadhan tahun lalu, tahu-tahu ada seplastik kacang ijo di kantong belanjaan saya,
"Buat anak-anak ya bu, anak-anak suka bubur kacang hijau kan? Sudah punya gula jawanya belum?" mbah mengangsurkan sekantong kresek belanjaan saya usai saya bayar.
Buru-buru saya menjawab, gula jawa sudah ada, khawatir disisipkan lagi di kantong belanja.
Dan tak lupa saya berterimakasih dengan menyalami mbah erat, ingin memeluknya, namun terhalang meja besar tempat dagangan mbah.
Mbah menyampaikan terimakasih karena saya mau mendengarkan cerita panjang tentang keluhannya akan keluarga beliau.
Beliau memang senang bercerita, dan saya orang yang juga doyan ngomong, butuh effort lebih untuk menjadi pendengar yang baik, menegak kaki sembari memilih sayuran, mendengarkan cerita mbah hingga tuntas dengan merespon secukupnya.
Kasepuhan, mungkin beliau merasa nyaman dengan didengarkan saat bercerita , mungkin beliau merasa lega.. hingga terangsur bonus belanja di kantong belanjaan.
Bukan bonus yang saya tekankan, namun lebih kepada satu materi tentang kesyukuran yang mbah ajarkan tanpa sadar melalui cerita beliau, tentang berbagi di setiap kesempatan yang memungkinkan, sekuat kemampuan yang dimiliki.
Meski, dengan memberi harga murah sesisir pisang kapok kepada saya...
Terimakasih mbah, pelajaran berhargà atas laku hidup yang harus terjalankan, bahwa semua terbingkai dalam kesyukuran yang nyata.
Oemah Pamijen, Baturraden
02 Ramadhan 1446 H
Tanti Sujatmiko
0 Komentar