Lupakan Gerilya, Terapkan Blitzkrieg



Mimpi buruk itu justru datang sesaat setelah ia bangun dari tidur. Pagi itu, 15 Mei 1940, Perdana Menteri Prancis Paul Reynaud dengan terbata-bata dan gemetar menelepon sekutunya yaitu Winston Churchil. Perdana Menteri Inggris.


“Kita kalah. Prancis sudah jatuh!”


Meskipun pasukan gabungan dan kendaraan tempur Prancis, Inggris dan Belgia yang berjaga di garis pertahanan maginot lebih banyak dibanding pasukan Jerman, namun mereka luluh lantak oleh serangan mendadak, kilat dan tanpa basa-basi yang kemudian dikenal sebagai Blitzkrieg. Jerman secepat kilat merangsek sampai mendesak pasukan sekutu hingga terjepit di pesisir barat Prancis, Dunkirk, selangkah lagi menuju Inggris.


Meskipun pada akhirnya, tepatnya 3 tahun kemudian Jerman jatuh sebab dikeroyok sekutu dan tentara merah soviet, namun serangan mendadak itu, Blitzkrieg, akan dicatat sebagai serangan paling dramatis dan efektif sekaligus mengagetkan di perang dunia ke-2.


Blitzkrieg. Dalam bahasa Jerman, Blitz artinya kilat, Krieg artinya serangan. Seperti namanya, serangan itu bersifat cepat dan mengagetkan tanpa diduga. Gabungan pasukan udara dengan pesawat stuka-nya dan pasukan darat dengan infanteri serta korps panser dengan tank-nya berhasil menjadi mimpi buruk bagi sekutu. 


Mula-mula ratusan pesawat stuka yang merupakan pesawat pembom menyalakan sirine jericho, sebuah sirine yang bersuara mencekam untuk menjatuhkan mental pasukan musuh dan lalu menjatuhkan bom untuk membuka jalan. kemudian Korps Panser Jerman yang terkenal itu diikuti pasukan infanteri (pejalan kaki) yang terlatih menyapu bersih jalan dan menghancurkan pasukan lawan. Serangan itu menyebabkan pasukan sekutu bahkan tidak sempat bereaksi, mereka keburu kalah mental dan jatuh.


GERILYA PKS


Dalam konteks perlombaan politik di Indonesia, PKS sudah terbiasa menggunakan strategi gerilya. Sebuah strategi bertahan lalu menyerang sesekali apabila ada kesempatan. Taktik ini memang cocok untuk PKS di awal masanya yang tidak cukup punya sumber daya manusia dan finansial.


Dalam berbagai pemilu termasuk pileg dan pilkada, PKS terbiasa melakukan marketing politik “malu-malu”. Tidak gebyar di udara namun “serdadu”nya masuk satu-satu menyapa warga di pinggiran kota. Organik. Tanpa baliho dan iklan yang bombastis. Mereka bekerja dalam senyap tapi efektif.


Strategi gerilya PKS ini berhasil mempertahankan posisinya dalam kancah politik nasional. Di papan tengah.


Namun, untuk keluar dari jebakan partai menengah, PKS barangkali bisa mengubah strateginya untuk lebih ofensif. Menghentikan taktik gerilya dan mulai melakukan Blitzkrieg. Sebab, Partai yang baru saja berulang tahun ke-22 pada 20 April lalu dianggap relatif banyak berkembang dalam hal kualitas dan kuantitas kader serta sumber daya.


Dalam bahasa sepak bola, PKS bisa mencoba mengubah strategi dari Counter Attack yang cenderung bertahan dan menunggu kesempatan menyerang menjadi Total Footbal yang mengambil inisiatif menyerang dari menit pertama. Full Attack.


BLITZKRIEG POLITIK


PKS harus mengambil inisiasi menyerang dari detik pertama pertandingan dimulai. Mengagetkan lawan-lawannya dengan marketing politik di udara atau media sosial yang masif. Mengerahkan semua “pasukan udara” yang berasal dari kader-kader muda PKS untuk terjun dalam pertempuran media sosial dengan bersenjatakan gagasan-gagasan PKS yang dikemas secara kreatif. Melakukan “serangan udara” dengan habis-habisan. Sama seperti Stuka yang menyalakan sirine yang membuat gentar lawan dan membuka jalan. 


PKS tidak punya pilihan lain selain bertempur di medsos sebab tidak memiliki perusahaan media dan tentunya medsos masih menjadi medan yang terbuka.


Setelah Media Sosial dikuasai, meski dengan “berdarah-darah”. PKS baru kemudian mengeluarkan infanteri dan kavalerinya yaitu kader-kader militan di darat untuk menyapu bersih medan di darat dengan menyapa secara personal pemilih seperti yang selama ini dilakukan PKS, namun harus lebih masif dan lebih cepat. Lebih trengginas.


Semoga, dengan pasukan udara yang mengagetkan dan pasukan darat yang militan, PKS bisa naik kelas menjadi Partai papan atas yang dapat berkontribusi lebih dalam upaya merealisasikan janji kemerdekaan.


*ST Sadanur (Politisi Magang)

Posting Komentar

0 Komentar