![]() |
Tiga penyanyi Wis Wancine/dok. Uddin |
Oleh: Ariefuddin
Teman-teman ada yang sudah nonton lagu Wis Wancine? Single ke-4 yang diluncurkan PKSTV Jogja kali ini bercerita tentang sebuah momentum. Sudah waktunya!
Lagu ini dibuat setelah PKS secara resmi memberikan dukungan pada pasangan capres-cawapres Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Begitu clear, sejumlah tujuh orang membentuk tim single dan kerja cepat. Meski waktu dan komunikasi terbatas via WhatsApp, tim PKSTV Jogja dibantu penulis lagu, penyanyi dan editor video yang sudah sinergi satu frekuensi. Begitu tiba masa kampanye, Wis Wancine siap dinikmati.
Yang unik, lagu ini mengulik semangat kearifan lokal masyarakat Jogja. Selain dinyanyikan menggunakan Bahasa Jawa bagian wetan, arasemen musik Wis Wancine ini mudah diingat telinga. Nada-nadanya terkesan kampungan mendekati dangdut. Namun di situ kunci populernya. Musik yang merakyat. Bisa jadi Project Pop benar bahwa dangdut is the music of my country.
Style gondes Jogja/dok.Uddin |
Lalu, jika teman-teman jeli mengamati, style kostum yang dikenakan penyanyi Wis Wancine juga tidak sembarang pakai. Bukan soal logo PKS di jaketnya-meskipun ini tak kalah penting. Kostum penyanyi Wis Wancine lagi-lagi dekat dengan tren pakaian pemuda lokal. Mengadopsi style gondes-yang konon berawal dari sudut mBantul sana, gaya berbusana ini hype di Tiktok.
Dulu istilah gondes hanya sekadar singkatan dari kata gondrong dan ndeso. Dua kata itu, gondrong alias berambut panjang dan ndeso atau kampungan sudah lebih dari cukup menggambarkan penampakan yang dimaksud. Selain gaya busananya norak, gondes diceritakan punya hobi nggombal sana-sini dan njoget di acara dangdutan.
Sejak dipopulerkan Tiktok, gondes seolah naik kelas. Gondes versi Beta idak lagi merujuk sikap dan hobi yang norak melainkan sebagai gaya berbusana yang khas. Pakai hoodie, kacamata hitam, celana lebar, sepatu kets dan topi gelap. Persis penyanyi Wis Wancine ini.
Soal lokasi, video klip Wis Wancine tidak sembarang mengambil latar. Selain alasan historis, lokasi ini dipilih sebab dekat dengan masyarakat. Tugu Ngejaman namanya.
Lokasi ini berada di seputaran Malioboro. Tak heran banyak wisatawan lalu lalang di sekitar lokasi syuting. Yang menyenangkan, rombongan wisatawan ibu-ibu dan bapak-bapak spontan ikut menikmati lagu dan bergoyang ketika talents syuting. Tanda lagu ini mudah dinikmati.
![]() |
Tugu Ngejaman/dok.Uddin |
Tugu ini merupakan monumen peringatan satu abad kembalinya Jawa ke pangkuan kolonial Belanda pada tahun 1916. Menurut Wahyu Harjanto- salah satu pemerhati sejarah Jogja, Tugu Ngejaman di Malioboro berkaitan dengan letak kawasan tersebut sebagai pusat pemerintahan kolonial.
Selain jam, terdapat menara sirine di depan pasar Bringharjo. Jam dan sirine digunakan sebagai penanda pergantian waktu dan tanda bahaya supaya serdadu Belanda yang berjaga di Benteng Vrederburg dan kantor residen Belanda bisa siaga setiap saat. Di sisi lain, jam di Malioboro telah mempengaruhi pola kerja para pedagang di pasar Bringharjo karena mereka mulai mengenal waktu secara rigid.
Menurut Ariefuddin, tim PKSTV Jogja memilih tugu Ngejaman bukan untuk memperingati kekuasaan kolonial. Melainkan mengambil ruh kembalinya kekuasaan. Wih, dahsyat bener energinya.
"Dengan single 'Wis Wancine' ini kami ingin menyebarkan semangat bahwa kekuasaan harus kembali untuk keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia." Kata pria yang biasa dipanggil Pak Udin ini.
Bagi Udin, jam sebagai penanda waktu dan sejarah harus menjadi perhatian penting. Karena sedikit saja meleset momentumnya maka niat perubahan dan perbaikan untuk negeri ini akan meleset jauh dari harapan semua orang.
Hmm, jadi inget tagline jadul harapan itu masih ada. Masih relevan enggak sih dengan sikon saat ini?
Jangan lupa dengarkan original video musiknya di mari Wis Wancine
0 Komentar