oleh: Tazkiyyatun Nafsiyyah
Reli PKS Maros
Empat tahun kami pernah bermukim di negara tetangga Brunei Darussalam. Negara kecil yang berbatasan langsung daratannya dengan Indonesia tepatnya di Kalimantan. Negara yang jauh dari popularitas namun menjunjung tinggi nilai-nilai sosial budaya dan modernitas. Negara yang begitu progresif dalam pembangunan, namun sangat menjaga warisan leluhur mereka. Di tengah gencarnya program menuju Wawasan Brunei 2035/Brunei Vision 2035, kami melihat mereka tetap menjaga keaslian peninggalan leluhur mereka. Sebagai contoh, banyak museum-museum yang memamerkan peninggalan adat istiadat nenek moyang mereka. Selain museum, Sultan juga melestarikan kampung nelayan tradisional yang sudah ada sejak generasi awal berdirinya Negara Brunei Darussalam. Biasa kami menyebutnya Kampung Air.
Bahkan keberadaan Kampung Air ini menjadi satu daya tarik sendiri bagi wisatawan karena orisinalitasnya yang masih terjaga dan lokasinya yang berada di pusat kota Bandar Seri Begawan.
Projek strategis nasional di Pulau Rempang yang hari ini sedang menjadi isu terhangat di negeri sendiri, seolah menjadi luka yang tersiram cuka. Bagaimana mungkin proyek yang pastinya bertujuan mensejahterakan negara tercinta , dibangun di atas duka warga masyarakatnya sendiri. Sungguh ironi, ketika proyek negara yang harusnya mampu membawa Indonesia menjadi negara kelas dunia, justru menjadi sebuah tragedi yang merebut hak-hak kemanusiaan warga negaranya sendiri.
Harapan itu tetap ada. Bahwa hari ini kami belajar, kepemimpinan adalah bukan soal siapa yang memenangkan pemilu lima tahun sekali, tapi tentang akan dibawa kemana dan seperti apa NKRI yang kami cintai ini.
Rabbij'al hadza baladan aminan warzuq ahlahu minats tsamarati man amana minhum billahi wal yaumil akhir.
"Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian."
0 Komentar