Kader PKS versus Pendiri Startup



Oleh: Muhammad Zulkifli

Apa perbedaan antara kader PKS dengan pendiri startup? Banyak, antara lain kalau kader PKS tidak berorientasi pada materi, sedangkan pendiri perusahaan rintisan digital itu jelas berorientasi pada profit.

Perbedaan lain, kader PKS mencari pengikut (followers) yang nantinya bakal menjadi pemilih (voters), sedangkan startup mencari pengguna (users) yang nantinya ditawarkan kepada para investor. Selain itu juga, kader PKS fokus pada seberapa banyak grup UPA yang bisa dibina, sedangkan pendiri startup lebih kepada seberapa besar valuasi yang bisa dinilai.

Tapi di antara keduanya itu, satu persamaan: mereka sama-sama memberikan solusi. Sayangnya, di lapangan, solusi yang ditawarkan kader PKS hanya “itu-itu saja”, sementara persoalan masyarakat terus berkembang. Berbeda dengan startup, solusinya selalu berkembang seiring dengan berubahnya kebutuhan masyarakat.

Ambil contoh perusahaan raid-hailing yang warna hijau itu. Awal berdirinya perusahaan-perusahaan jenis ini adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ojek yang murah, terjangkau dan “ga ribet” buat tawar menawar dengan abang ojeknya. Kehadiran aplikasi ini telah menjawab “pain point” dari target pasarnya, yaitu kecepatan, kemudahan, keterjangkauan dan ketidakribetan.

Seiring dengan berkembangnya waktu, kebutuhan masyarakat pun tidak cuma ojek, tapi juga mengantar barang, mesen makanan, bahkan sampai bersihin rumah hingga pijat memijat. Dari satu solusi yang ditawarkan, turun menjadi banyak solusi. Tidak heran kalau akhirnya perusahaan jenis ini sudah masuk kategori super apps.

Bagaimana dengan kader PKS? Di tingkat struktur kelurahan hingga kabupaten kota, solusi yang ditawarkan cenderung stagnan dan terkesan tidak inovatif. Misalnya, ketika harga sembako naik, maka bikin bazar sembako murah. Ketika ada demam berdarah, diadakan fogging ke rumah-rumah dan perkampungan. Ketika ada yang sakit, diberi bantuan dana.

Tentu saja hal ini jauh lebih baik. Dibanding partai-partai tetangga, kader-kader PKS sudah teruji khidmatnya kepada masyarakat. Tapi yang ingin kita bahas di sini adalah, apakah PKS (di tingkat struktur masyarakat, bukan di tingkat dewan) mampu memberikan solusi yang lebih advance?

Kembali ke startup. Ada perusahaan rintisan digital lokal yang menjembatani antara masyarakat pedesaan dengan perusahaan ritel skala nasional. Startup ini membuat aplikasi di mana pemilik warung di daerah pedalaman desa bisa berjualan produk-produknya Un*l*v*r dengan harga murah dan terjangkau. Dampaknya, warung-warung ini mengalami peningkatan omset, sementara perusahaan ritelnya bisa mengakses potensi market yang baru.

Startup lokal lainnya memikirkan tentang memberdayakan peternak ikan dan udang. “Pain point” yang ingin diselesaikan adalah bagaimana para peternak ini bisa mengakses konsumen lebih luas lagi dengan harga yang kompetitif, dibanding kalau mereka menjual kepada tengkulak.

Ada juga startup dari Depok yang memikirkan limbah rumah tangga. Masalah yang diselesaikan ada dua, yaitu sampah organik dan ekonomi masyarakat kecil. Lalu mereka membuat solusi berupa pengolahan limbah menjadi pakan alternatif untuk hewan dan juga pupuk.

Di Banjarnegara, ada startup yang memproduksi tepung mocaf bebas gluten dengan cara memberdayakan petani singkong setempat.

Ada begitu banyak permasalahan masyarakat yang tidak bisa dijangkau anggota dewan dengan alasan teknis prosedural (seperti harus mengajukan anggaran dulu, dibahas di tingkat paripurna dll) sedangkan masyarakat butuh aksi yang cepat. Karena itulah kader PKS sekarang ini tidak lagi hanya dituntut untuk peduli terhadap permasalahan masyarakat, tapi juga inovatif dalam mencari solusinya.

Mindset yang harus dibentuk dalam diri kader bukan sebagai aktifis parpol atau aktifis LSM, melainkan sebagai pendiri startup yang mampu memetakan “pain point” masyarakat sekaligus menjadi problem solver-nya. Masyarakat tidak butuh jargon. Yang mereka butuhkan adalah kehadiran solusi bagi kehidupan mereka.

Itulah sebabnya di beberapa segmen masyarakat, money politic tidak laku. Mereka akan memilih siapa yang selama ini bisa memberikan kontribusi nyata atas persoalan-persoalan mereka.

Asalkan PKS bisa menghadirkan “PKS” (Pintar, Kenyang, Sehat) maka pasti otomatis mereka akan coblos Si Oranye pada 2024 nanti. Mereka berharap anak-anaknya tetap terus sekolah supaya Pintar, kebutuhan pangan mereka terpenuhi supaya tetap Kenyang, dan mereka tetap Sehat.

Persoalannya adalah, partai-partai lain pun jelang pemilu ini juga melakukan hal yang sama. Bombardir bantuan paket sekolah, program sembako murah, dan sering mengadakan klinik gratis.

Maka di sinilah pentingnya the startup mindset, agar kader PKS terus berinovasi menghadirkan solusi dan stand out the crowd. Figur seperti dr Gamal Albinsaid, inovator Klinik Asuransi Sampah, founder InMed dan Siapapeduli.id, rasanya pantas untuk dijadikan contoh bagi kader-kader PKS di daerah.

Karena masuk ke PKS itu bukan untuk mencari peluang, tapi untuk menjadi pejuang.

 

 

Posting Komentar

0 Komentar