Mata Uang dari Langit



Oleh: R. Irwan Waji

Berdiskusi dengan orang yang sudah punya pengamalan dan orang-orang yang masih sedikit itu bedanya terasa.


Orang-orang punya peng'amalan yang baik cenderung menawarkan solusi, tapi orang-orang yang kurang Amal Dakwahnya, yang lebih banyak dimunculkan justru keluhan demi keluhan, bahkan sanggup menemukan masalah yang jauh dari realitas kehidupannya.


Berbicara dengan orang-orang yang sudah beramal dakwah itu selalu terbersit harapan dan menambah keyakinan kita untuk terus berdakwah. Sementara mereka yang kurang amalnya, kurang geraknya, justru seolah-olah ingin menggambarkan bahwa Risalah Islam Ini sudah mau tamat, dakwah ini tidak mampu lagi menghadapi sistem Fir'aunisme yang terus berganti kulit.


Termasuk di antaranya perkataan-perkataan yang mengatakan bahwa "kita tidak mungkin menang tanpa uang dan dana." Seolah-olah uang itu menjadi berhala-berhala baru di pikiran kita.


Agus Hadi Sudjiwo atau yang lebih dikenal dengan Sujiwo Tejo adalah sosok aktor/pemeran, dalang, budayawan, sastrawan, wartawan, penyair, penyanyi, novelis, pembicara dan penulis Indonesia, pernah berkata dalam sebuah perbincangan podcast beliau mengatakan cukup dengan ragu saja atas jaminan  rezeki kita esok hari itu adalah sebuah bentuk penghinaan kepada keyakinan kita sendiri bahkan kepada Kamahakuasaan Allah SWT yang telah menjamin rezeki makhluk-Nya.

  

Memang kita tidak pernah menang tanpa uang dan dana tapi sepanjang sejarah dakwah ini dana/finansial itu hanya sebuah akibat dari keyakinan kita. Bukan sebaliknya, dengan adanya dana kita yakin kita akan menang. Bukankah musibah dan bencana itu juga adalah "mata uang" yang bisa kita pergunakan untuk membiayai sosialisasi jati diri kita?


Semua orang mengatakan itu adalah bencana dan musibah tetapi bagi kita itu adalah mata uang yang dicetak oleh langit untuk kita jadikan sebagai sarana berbelanja di tengah masyarakat.


Naudzubillah kita tidak berharap akan ada bencana sebab yang akan menderita kita juga. Tetapi kita perlu sadari bahwa Allah masih memiliki stok "mata uang" yang tidak terbatas jumlah dan jenisnya yang bisa kita jadikan sebagai anggaran kemenangan yang penting kita bertakwa dan hasil dari ketakwaan itu indikatornya adalah amal, manuver, kreativitas yang tak pernah berhenti.


Sebagaimana Nabi Musa alaihissalam mata uangnya hanya tongkat, sederhana bukan. Peristiwa ini sebenarnya ingin menyampaikan pesan kepada Firaun dan para pengikutnya, bahkan seluruh manusia hingga akhir zaman bahwa Allah subhanahu Wa ta'ala telah mengejek kalian dengan tongkat itu. Tongkat yang terbuat dari kayu yang sudah mati  dan tidak akan mungkin bisa tumbuh lagi namun sanggup memusnahkan anda bersama segenap pasukan dan loyalitas kebanggaan anda semuanya. 

 

Wallahu a'lam bish shawab.

Posting Komentar

0 Komentar