Strategi Ngaret Samurai Musashi

foto: pixabay

Oleh: Subhan Triyatna, Humas PKS Kabupaten Cirebon

Hari-hari itu saat masa perang saudara telah usai, para samurai atau para pemain pedang mulai kehilangan medan untuk menunjukkan aksinya. Maka diantara mereka kini terjadi persaingan yang ketat, bukan untuk memperebutkan tanah, tetapi untuk memperebutkan kehormatan sebagai samurai sejati, sebagai pemain pedang terbaik seantero Jepang. 


Masa-masa itu, banyak samurai yang menantang samurai lain lintas perguruan untuk menunjukkan aliran pedang siapa yang paling hebat. Meski itu beresiko kematian atau cacat seumur hidup. 


Pertarungan antar samurai biasanya dilaksanakan secara jantan, satu lawan satu. Serta diumumkan waktu dan tempatnya ke khalayak. Agar jika penantang atau yang ditantang tidak hadir, maka ia akan menerima kehinaan sepanjang hidupnya karena dianggap pengecut. Yang menang akan mendapat pengakuan serta nama baik untuk perguruannya. 


Ronin muda itu yang baru awal-awal meniti jalan pedang, Miyamoto Musashi, yang kelak akan menjadi samurai paling legendaris, menantang kepala perguruan Yoshioka, Seijuro, yang memakai aliran kempo yang masyur itu. Pertarungan dijadwalkan pagi hari pukul 9 di Halaman Kuil Rendaiji, Kyoto. 8 Maret 1604.


Hari itupun tiba, pukul 8 orang-orang sudah ramai di sekitar kuil rendaiji. Seijuro dan para murid perguruan Yoshioka sudah hadir sedari pagi buta. Namun tidak ada tanda-tanda Musashi akan muncul. Hingga pukul 9. Hal ini membuat Seijuro kesal karena serasa dipermainkan. Ditambah ketegangan yang terus berlanjut dan kian menyiksa. 


Pukul 10, Musashi baru muncul dengan tenangnya. Sementara Seijuro sudah disusupi amarah dan energi emosionalnya habis karena lama menunggu. 


Hasilnya bisa ditebak, Tulang tangan kanan Seijuro remuk disabet Musashi. Seijuro tidak mati, tapi tangan kanannya harus diamputasi. Hal ini menjadi aib bagi perguruan Yoshioka karena kalah oleh seorang ronin compang-camping yang tidak dikenal. 


Taktik ngaret Musashi berhasil. Dan taktik ini sering ia gunakan untuk menghadapi lawan selanjutnya. Ia dikenal sebagai Samurai yang selalu datang terlambat. 


Tidak semua harus tepat waktu. Terlambat kadang memberi kita kesempatan untuk mempelajari situasi dan kondisi lawan. Atau barangkali menguji emosi lawan dan khalayak. Termasuk dalam politik. Tidak perlu segera deklarasi, perlu sesekali melihat dulu kemana langkah kuda lawan bergerak. Kemana angin berhembus. 


"Keberanian sejati mengenal rasa takut," Tulis Eiji Yoshikawa dalam Novel Musashi, "Dia tahu bagaimana takut kepada apa yang harus ditakuti. Orang-orang yang tulus menghargai hidup dengan penuh kecintaan, mereka mendekapnya sebagai permata yang berharga dan mereka memilih waktu serta tempat yang tepat untuk menyerahkannya, mati dengan penuh kemuliaan."



Posting Komentar

0 Komentar