Ternyata Bohong itu Tidak Mudah ya Paman!



Oleh: Gufron Azis Fuadi 

Gonjang ganjing ditubuh kepolisian Prindavan terkait terbunuhnya Brigadir J (Jarjit) menunjukkan bahwa berbohong itu tidaklah mudah. 

Karena ternyata berbohong membutuhkan alibi atau alasan yang banyak dan presisi. Sebab ketika satu kebohongan mulai terlihat tidak logis maka harus ditutupi dengan kebohongan lainnya dan seterusnya sampai kebohongan itu menang atau kalah. 


Maka jangan berharap, bisa berbohong sekali saja. Berbohong akan "aman" bila ditutupi dengan kebohongan berikutnya. 


Ini karena berbohong itu candu, yang efek bagi penggunanya (pelakunya) adalah kecanduan. 


Kebohongan adalah mengucapkan sesuatu yang tidak sama dengan apa yang terjadi sesungguhnya. Menjanjikan sesuatu yang tidak (mungkin) direalisasikan juga masuk katagori berbohong. 


Bohong dan jujur adalah karakter universal yang tidak disukai dan disukai oleh masyarakat. Apapun agama dan bangsanya.


Tetapi Islam memberikan posisi yang sangat rendah kepada para pendusta/pembohong. Hal ini paling tidak bisa dilihat dalam  dialog berikut: 


Suatu kali Rasulullah SAW  ditanya seorang sahabat, "Mungkinkah seorang mukmin itu pengecut?"

"Mungkin," jawab Rasulullah. 

"Mungkinkah seorang mukmin itu bakhil (kikir)?"

"Mungkin," jawab Rasulullah lagi. 

"Mungkinkah seorang mukmin itu pembohong?"

Rasulullah menjawab,

"Tidak." 

(HR. Imam Malik dan Baihaki) 


Ulama besar dari Universitas al-Azhar (Mesir) Sayid Sabiq  ketika menukil hadist ini dalam bukunya, Islamuna, menjelaskan bahwa iman dan kebiasaan berbohong tidak bisa berkumpul dalam hati seorang Mukmin. 


Rasulullah SAW berwasiat agar umat Islam memiliki sifat jujur dan menjauhi sifat pembohong. Islam tidak akan tumbuh dan berdiri kokoh dalam pribadi yang tidak jujur. 


Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Wajib atasmu berlaku jujur, karena jujur itu bersama kebaikan, dan keduanya di Surga. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta, Karena dusta itu bersama kedurhakaan, dan keduanya di neraka”. 


Islam memerintahkan hambanya untuk selalu jujur kepada orang lain dan juga kepada diri sendiri. Islam mengajarkan untuk berlaku jujur dan mengatakan kebenaran walaupun hal itu bertentangan dengan kepentingan dirinya sendiri, sebagaimana sabda nabi: "Qulil haqqo walau kaana murron; Katakanlah yang benar walaupun itu pahit..." 


Allah juga memerintahkan kita untuk tidak mengkhianati orang lain atau bahkan menipu orang lain. Tidak hanya dalam perkataan saja, Allah menyuruh kita, hambanya untuk jujur terhadap perbuatannya, baik untuk diri sendiri atau orang lain. 


Menepati janji juga adalah bentuk perilaku jujur. Termasuk menepati janji kampanye. Pura pura lupa terhadap janji kampanye dan menutupinya dengan janji yang lain, juga  termasuk perilaku berbohong. Sedangkan menutupinya janji dengan janji yang lain, hanya menunjukkan bahwa pelakunya sudah kecanduan berbohong. Kecanduan bohong ini, lama kelamaan akan menjadi watak, yang sulit diobati. 


Itulah mengapa banyak orang mengatakan, watak itu berbeda dengan watuk. 

Watuk itu mudah dihilangkan dengan minum obat batuk (watuk), tetapi watak sangat sulit dihilangkan karena sudah kecanduan dan mendarah daging. Sehingga mungkin membutuhkan rehabilitasi dan dijauhkan dari lingkungan yang tidak sehat. 


Termasuk berbohong adalah sumpah palsu atau memberikan keterangan palsu.

Imam Adz-Dzahabit berkata, “Sumpah palsu (ghamûs) adalah sumpah yang dilakukan oleh seseorang yang sengaja berdusta dalam sumpahnya. Disebut ghamûs (menjerumuskan) karena sumpah ini menjerumuskan orang yang bersumpah itu dalam dosa, ada yang mengatakan, menjerumuskannya dalam neraka”. 


Misalnya, bersumpah dengan mengatakan, "Demi Allah! Aku tidak melakukannya", padahal dia sadar bahwa dia telah melakukannya; Atau mengatakan, "Demi Allah! aku telah melakukannya", padahal dia tidak melakukannya. 


Sumpah palsu hukumnya haram dan para Ulama sepakat memasukkannya ke dalam kabâ-ir (dosa besar). 


Disamping itu, berbohong, sumpah palsu atau memberi keterangan palsu juga akan menurunkan kepercayaan orang lain (masyarakat) kepada pelakunya. 

Mungkin kalau cuma sekali memberikan alamat palsu, seperti Ayu Ting ting, masyarakat masih bisa percaya. Tetapi bila sering atau berkali kali memberikan keterangan palsu seperti  Ladu singh dari kepolisian Prindavan, paling banter masyarakat hanya berpura-pura percaya. Karena takut dijadikan seperti Brigadir J (Jarjit Singh). 


Abu Umamah menceritakan bahwa Rasulullah S.A.W bersabda, “Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun sekadar bergurau. Dan aku juga menjamin rumah di surga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik.”  (Abu Daud)



Wallahua'lam bi shawab 

*Penulis adalah Ketua DPW PKS Lampung 2010-2015 dan Ketua DPP PKS Wilda Sumbagsel 2015-2020

Posting Komentar

0 Komentar