Oleh: Lilasari M
"Oh iya betul!" begitu reaksi teman se tim saya ketika saya memberikan sumbangsih ide ke mereka. Tentang apakah itu?
Ketika diundang mengikuti pelatihan Kepemimpinan Perempuan dalam Partai Politik yang diadakan oleh Women Democracy Network (WDN), tanggal 12-14 Juli 2022 di Hotel Santika Kota Palu Sulawesi Tengah, semua peserta dikelompokan dan ditantang membuat kebijakan internal yang bisa meningkatkan partisipasi aktif perempuan dalam partai politik.
Oleh teman se-tim yang terdiri dari beberapa utusan partai politik di Sulawesi Tengah, terjadi banyak sumbangsih saran. Misalnya perempuan harus menempati struktur kepengurusan di parpol minimal 30 persen dari pengurus partai.
Ada juga yang memberikan saran agar dibuatkan sekolah politik untuk pengurus perempuan di partai politik agar menambah kapasitas. Serta saran tentang mendorong pengurus perempuan terlibat dalam pengambilan keputusan partai.
Semua saran itu disertai dengan beberapa keluhan tentang partai mereka. Saya memilih menyimak saja. Sebab di PKS, semua masukan itu sudah ada sejak dulu.
Bahkan untuk kepengurusan, anggota perempuan PKS tidak hanya dikelompokkan di bidang keperempuanan, keluarga dan anak saja. Diantara pengurus perempuan PKS ada yang menjadi ketua bidang humas, memimpin komisi penegakan disiplin dan etik partai, menjadi ketua yang mengurusi masalah kebijakan publik, hukum, dan ketenagakerjaan, hingga mengurusi masalah pembinaan struktur PKS di daerah.
Karena penyebaran merata anggota perempuan di struktur kepengurusan PKS maka otomatis dalam pengambilan keputusan perempuan di PKS pasti terlibat. Tanpa perlu menuntut untuk dilibatkan.
Terkait sekolah perempuan misalnya, tiap pekan pengurus perempuan PKS mengikuti pembinaan intensif yang bukan hanya belajar tentang cara membangun pribadi bertaqwa, tapi bagaimana menjadi politikus dan negarawan yang ideal. Makanya ada jenjang tingkatan politik anggota PKS mulai dari muda, madya hingga dewasa.
Ketika selesai menyimak, teman se-tim kemudian menanyakan kepada saya terkait masukan, kebijakan apa sih yang bisa mendorong partisipasi perempuan dalam partai politik? Yang tidak umum tapi konkret.
Kemudian saya menjawab: buatkan daycare ketika kegiatan partai berlangsung. Utamanya jika kegiatan itu berlangsung lama. Sehingga dalam susunan kepanitiaan sebuah kegiatan internal partai, bukan hanya panitia acara, publikasi dokumentasi, perlengkapan dan konsumsi yang dibentuk tapi juga panitia daycare (penitipan anak).
Sebab, diantara perempuan yang berkiprah di partai pasti ada ibu yang memiliki bayi apalagi yang masih menyusui. Jangan sampai keribetannya mengurus bayi membuatnya mundur teratur dalam kepengurusan. Ini sepele tapi cukup sering dilupakan, bahkan oleh sesama perempuan sendiri.
Politikus dari partai lain kemudian terhenyak, "oh iya ya,"
"Oh betul,"
Nah ide ini pula sudah sejak lama juga dilaksanakan oleh PKS. Istilahnya panitia hadonah. Mengurusi anak anggota PKS perempuan. Sehingga ketika orangtuanya sedang berkegiatan, anaknya tetap aman sementara orangtuanya bisa fokus.
Makanya kalau ditanya, kenapa sih betah di PKS? Saya bisa menambah jawaban dengan: sebab ternyata PKS merupakan partai paling ramah dengan perempuan.
0 Komentar