Nama Hewan dan Budaya Perumpamaan

PKSFoto/SyahroelIswar


Bahasa menunjukkan budi. Pepatah itu sejalan dengan berbagai budaya di Indonesia. Di Minang, dikenal pembagian cara bertutur terhadap orang yang lebih muda (manurun), sebaya (mandata), yang lebih tua (mandaki) dan diplomatis (malereang). Pada budaya Sunda dan Jawa ada pembagian kata halus dan kasar yang pemakaiannya tergantung objek yang diajak bicara.


Budi bahasa juga tercermin dalam pemilihan perumpamaan. Bangsa Indonesia kaya akan pepatah yang memakai permisalan, seperti "Bagai pungguk merindukan bulan", "Bagai kacang lupa akan kulit." Pemakaian nama hewan juga terdapat dalam peribahasa, dan tentu saja dalam ungkapan yang indah dan tidak asal.


Misalnya, "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang." Kita paham, dalam berbahasa, ada hewan tertentu yang melambangkan keburukan. Misalnya anjing. Dan itu dipakai dalam pepatah permisalan yang berbunyi: "Anjing menggonggong kafilah berlalu."


Dalam Al-Qur'an dan hadits, justru gudangnya perumpamaan. Makanya Allah berfirman dalam surat Az-Zumar ayat 27: "Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran."


Nama hewan juga dipakai sebagai perumpamaan dalam Al-Qur'an dan hadits. Misalnya ketika menggambarkan seorang mukmin, Rasulullah menggunakan kata lebah. "Perumpamaan orang beriman itu bagaikan lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih, dan tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya)" (HR Ahmad, al-Hakim, dan al-Bazzar).


Untuk binatang bernama anjing yang sering dilambangkan sebagai keburukan, Al-Qur'an juga menggunakannya. Dalam surat Al-A'raf ayat 176, Allah berfirman: "Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga)."


Para ulama tafsir menjelaskan bahwa ayat di atas ditujukan kepada Bal'am bin Ba'ura. Ia adalah contoh bagi orang yang memilih jalan kesesatan setelah diberi pengetahuan tentang kitab. "... maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat," kata Allah dalam satu ayat sebelumnya, yaitu Al-A'raf: 175.


Jadi, kata anjing telah dipakai sebagai perumpamaan yang buruk dalam pepatah bangsa kita, begitu juga dalam Al-Qur'an.


Maka selaku orang yang berbudi, akan berhati-hati membuat perumpamaan. Kalau pun harus menggunakan nama hewan, akan memilih yang dalam budaya tidak dikenal sebagai suatu yang buruk.


Zico Alviandri

Posting Komentar

0 Komentar