Menyikapi Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 2 tahun 2022 tentang JHT, jelas bahwa baik secara filosofis, sosiologis dan yuridis, Permenaker ini harus ditolak.
Banyak pendapat yang membawa alur Permenaker ini seolah-olah secara filosofis telah sesuai dengan undang-undang induknya yaitu UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional), tetapi lupa bahwa dalam pembentukan peraturan harus diperhatikan 3 aspek landasan hukum agar efektivitas peraturan tersebut sesuai dengan tujuan, yaitu landasan filosofis, sosiologis dan yuridis.
Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan UUD 1945.
Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan pertimbangan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Pertanyaannya kemudian..
Apakah secara filosofis (1 sila saja dalam Pancasila: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab), apakah pekerja yang ter-PHK kemudian kehilangan pekerjaan dan pendapatannya adalah manusia dan beradab harus berlapar-lapar nunggu usia 56 tahun padahal ada sejumlah uang yang merupakan haknya?
Apakah secara sosiologis, apa yang dibutuhkan masyarakat (pekerja ter-PHK) saat mereka kehilangan pendapatannya? Apakah aturan yang melarang (harus menunggu usia 56 tahun) mereka ambil uang yang merupakan hak mereka adalah manusiawi? Justru aturan yang dibutuhkan adalah yang mengatur kemudahan untuk mencairkan JHT
Apakah secara yuridis, adakah kekosongan hukum saat ini terkait tata cara pencairan JHT? Apakah dengan lahirnya Permenaker 2/2022 sudah memenuhi rasa keadilan masyarakat? Atau sebaliknya.
Dana jaminan sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh BPJS.
Sekali lagi dana yg terhimpun dari iuran anggota merupakan DANA AMANAT yang harus dikembalikan kepada yang berhak yaitu peserta dan saat peserta tidak bekerja (ter-PHK) dana tersebut harus dipastikan dapat diambil olehnya.
Perintah UU, BPJS menyelenggarakan program jaminan sosial nasional berdasarkan asas: kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga rasa-rasanya permenaker 2/2022 sudah menyimpang dari asas penyelenggaraan program jaminan sosial nasional.
Satu kata:
TOLAK & CABUT Permenaker 2/2022
Zen Mutowali, SH
0 Komentar