"Lembaga Yudikatif, Gerbang Terakhir Proses Mencari Keadilan"



Oleh : Muhamad Teguh Satria, S.Ak



Beberapa hari ini perhatian kita tertuju pada kasus kontroversial dari deretan lini masa berita nasional. 


Mulai dari ditangkapnya pedagang yang membela diri, kisah penjaga tambak yang menjadi tersangka karena melukai pencuri, atau peristiwa yang menyerupai adegan "Smack Down" pada demonstrasi.


Perjalanan menuju negara yang adil dan makmur masih terus berlangsung hingga kini. Mulai dari momentum proklamasi, pertama kali kekuasaan nasional mengalami transisi hingga proses reformasi yang mengantarkan kita menjadi sebuah negara demokrasi yang punya beragam mimpi.


Pendewasaan bernegara terjadi seiring dengan terbaginya bagian-bagian kekuasaan menjadi tiga jenis sebagaimana teori Trias Politica oleh Montesquieu. 


Meski dalam kondisi aktualnya, cabang-cabang kekuasaan terbagi lagi  dengan hadirnya state auxilary agencies seperti  Bank Sentral dan Badan Pengawas Keuangan (BPK) yang kedudukannya dalam konstitusi setara dengan kekuasaan Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif.


Memang tak mudah bersinggungan dengan kekuasaan, entah di saat mengemban atau berhadap-hadapan. Agar perjalanan pengelolaan dapat berlangsung dengan baik, diperlukan pengawasan yang terukur dan fundamental.


Dalam proses bernegara, tentu banyak ditemui sengketa demi sengketa. Entah dengan sesama warga negara, antara warga dengan negara atau bahkan yang melibatkan pihak ketiga seperti swasta ataupun pihak lainnya.


Proses peradilan inilah yang perlu dikawal dengan baik agar tak merugikan pihak-pihak yang kehilangan haknya.


Tidak relevannya aturan karena tak linier dengan undang-undang dasar negara, atau regulasi yang mengancam hak-hak asasi perlu secara serius ditengahi agar keadilan bisa ditegakkan seadil-adilnya.


Lembaga Yudikatif menjadi aktor utama dalam proses peradilan ini, ia mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan. 


Termasuk mengadili pelanggaran pelaksanaan konstitusi dan peraturan perundang-undangan secara luas. Dalam pelaksanaannya Lembaga Yudikatif secara independen menginterpretasikan undang-undang jika terjadi sengketa.


Proses check & balance ini sangat perlu diperhatikan agar semua pihak secara objektif berkedudukan sama di mata hukum. 


Indonesia adalah negara hukum, dimana aspek kehidupan masyarakat dalam bernegara telah diatur melalui mekanisme yang konstitusional.


Dalam penerapannya, masyarakat mengenal dua jenis hukum yakni hukum pidana dan hukum perdata. 


Hukum pidana merupakan regulasi yang mengatur atau memberi sanksi terhadap pelanggaran pidana (kriminalitas), dalam konteks ini aparat peradilan bertindak aktif.


Sedangkan hukum perdata lebih mengatur kepada konflik antar manusia, seperti pengambilan hak milik orang lain dan sebagainya, dalam konteks ini yang bertindak aktif adalah pribadi-pribadi yang bersangkutan.


Dalam menjalankan fungsinya, lembaga yudikatif memiliki kejaksaan sebagai lembaga yang menyiapkan tuntutan-tuntutan hukum dan kehakiman menjadi lembaga yang mengambil keputusan.


Jika keputusan yang diambil terdapat pro kontra, maka badan kehakiman di atasnya dapat melanjutkan proses peradilan.


Lembaga tertinggi peradilan tertinggi di seluruh dunia adalah Mahkamah Agung. Di Indonesia secara berurutan dari paling bawah meliputi Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi & Mahkamah Agung.


Dalam prakteknya tentu Hakim & Jaksa punya porsi dalam menjalankan fungsinya masing-masing. 


Seorang Hakim tentu harus bebas dari segala intervensi politik, disinilah letak relasi eksklusif antara eksekutif dan yudikatif dimana pejabat eksekutif tidak boleh mempengaruhi atau menekan keputusan-keputusan yang akan diambil oleh peradilan.


Lembaga Yudikatif harus bebas dan independen dalam pengambilan keputusan sebagaimana amanah konstitusi dan konsekuensi hidup dalam sistem pemerintahan yang demokratis.


Lembaga Yudikatif memiliki 3 fungsi utama yakni law enforcement (penegakkan hukum), setting disputes (penyelesaian perselisihan) & judicial review (hak uji materi).


Pasca reformasi, terdapat amandemen konstitusi yang melahirkan 3 lembaga yang berkaitan dengan fungsi yudikatif di Indonesia. 


Seperti yang tercantum pada Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C, Pasal 25 UUD 1945 dan Undang-undang No. 4 Tahun 2004 lembaga-lembaga tersebut antara lain Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi & Komisi Yudisial.


Sedangkan ruang lingkup peradilan terdiri atas Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer & Peradilan Tata Usaha Negara.


Mahkamah Agung (MA) memiliki kewenangan menyelenggarakan peradilan di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer & Peradilan Tata Usaha Negara. 


MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi. MA juga berwenang dalam menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang terhadap Undang-undang. 


MA yang beranggotakan Hakim Agung, diajukan oleh Komisi Yudisial (KY) kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan lalu ditetapkan oleh Presiden.


Komisi Yudisial (KY) merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. KY berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan menegakkan kehormatan perilaku hakim. 


Anggota KY diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.


Sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang bersifat final untuk judicial review, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, pembubaran partai politik, perselisihan hasil pemilu & memberikan keputusan impeachment terhadap Presiden/Wakil Presiden atas permintaan DPR.


Berangkat dari urgensi peranan Lembaga Yudikatif di atas, maka seyogyanya proses rekrutmen dapat berjalan dengan mengedepankan integritas dan akuntabilitas publik yang mumpuni. 


Tentu sangat mengkhawatirkan jika sosok yang menjalankan amanah suci tersebut tercederai dengan transaksi-transaksi politik, bisa dibayangkan bagaimana wajah keadilan negeri ini ke depannya ? 


Tentu gerbang terakhir ini akan terus berada di posisinya, sembari menjadi saksi bisu fase-fase krusial transisi kepemimpinan nasional yang diharapkan dapat menghadirkan keadilan yang sebenar-benarnya. 


Keadilan adalah bahasa universal yang dapat menyatukan kita semua, begitu pula sebaliknya. 


Indonesia tak akan berhenti melahirkan negarawan-negarawan tangguh pada masanya, jiwa-jiwa patriot itulah yang digadang-gadang akan membawa Indonesia kembali menjadi Macan Asia.


Kita, adalah bagian penting yang tak terpisahkan dari ini semua. Semoga. 


*


Berau, 15 Oktober 2021

@teguhbinsabar


Referensi : 


- Kuliah Online Politik Indonesia, Akses Research, "Lembaga Legislatif" oleh Dr. Panji Anugrah Permana (Ex. Sekretaris Departemen llmu Politik FISIP UI).


- Budiardjo, Miriam (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, Bab IX. 


- Ranney, Austin (1996). Governing: An Introduction to Political Science. New Jersey, Prentice Hall, Chapter 14. 


- https://ocw.ui.ac.id/course



Supported by :

@pksmudacom  @pksmuda_institute


#PKSMudaInstitute #PLP2Batch1 #PemudaPimpinIndonesia

Posting Komentar

0 Komentar