Yahya Ayyas Al Fath
Pemandangan menarik shalat dhuhur di masjid salah satu kawasan industri. Sekian detik Ba'da salam sebagian besar karyawan yang berpakaian seragam serentak keluar. Menuju warung makan yang ada di luar area masjid. Mengejar waktu isoma yang hanya 1 jam.
Yang tertinggal di masjid. Meneruskan zikir dan berdoa para musafir dan pedagang kecil keliling termasuk tukang sol sepatu. Mereka sangat khusuk berdoa, dengan harap dan cemas.
Dari dua gambaran jamaah shalat dhuhur di atas. Kita bisa sama sama maklum. Karyawan itu terikat waktu istirahat. Bukan tidak ingin lama berzikir dan berdoa. Juga bukan karena, rejekinya sudah jelas dijamin atau ditetapkan setiap bulan dapat sekian.
Sebaliknya para musafir dan pedagang kecil keliling, yang menyempatkan duduk lama zikir dan berdoa. Bukannya karena tidak ada kerjaan yang mengikat dan mendesak. Juga bukan karena rejekinya tiap hari belum jelas dapat berapa.
Jika saya memposisikan sebagai anak dari pedagang kecil keliling atau karyawan tersebut. Tentunya saya sangat bangga dan terharu. Cinta dan tanggung jawab mereka terhadap keluarga luar biasa.
Karyawan Pabrik, diantara sempitnya waktu istirahat. Mereka tetap istiqomah, shalat dhuhur berjamaah. Begitupun Pedagang kecil keliling, diantara besarnya tuntunan ekonomi keluarga, mereka mempersembahkan waktu istimewanya kepada Sang Pencipta Alam Semesta.
Laksana burung yang terbang tinggi di angkasa memiliki dua sayap. Demikian juga orang beriman. Memiliki kedua sayap yang digunakan untuk mengarungi cakrawala kehidupan.
Kedua sayap orang beriman, satu sama lain saling mendukung. Dan tidak ada yang merasa lebih istimewa. Yang satu bernama Roja (pengharapan) dan yang lain bernama Khouf (kecemasan).
Ketika kita melangkah dan mengarungi cakrawala kehidupan di dunia, kedua sayap senantiasa kita kepakkan. Terus bergerak, sampai akhir perjumpaan dengan Alloh Robul izzati.
Pemilik sayap harus menyeimbangkan antara harapan dan kecemasan. Sebagaimana dalam sebuah ayat yang menjelaskan seorang hamba berdoa dengan harap dan cemas.
"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami" (Al Qur'an S.Al anbiyah : 90)
Hamba yang terlalu didominasi rasa cemas (khauf), maka akan putus asa dari rahmat Allah. Padahal Allah Maha Pengasih. Sebaliknya mereka yang terlalu besar dikuasai harapan (roja), maka akan menghilangkan rasa takut kepada Allah.
Dalam keadaan tertentu, salah satu dari khauf atau roja perlu sedikit mendominasi. Ketika sakit atau menderita, maka perbanyak rasa berharap (roja) kepada Allah.
Namun ketika seorang hamba tergoda hawa nafsu untuk melakukan perbuatan dosa dan maksiat. Maka rasa kecemasan (khauf) itu harus lebih dominan.
Hamba memiliki harapan ingin kembali dalam kondisi dan tempat yang terbaik. Karena manusia terlahir dalam kondisi suci. Maka kembali kepada-Nya harus suci.
Bila berdasarkan kalkulasi amal dan dosa. Sepertinya sulit bagi seorang hamba berjumpa Tuhan di tempat yang terbaik (surga).
Terkadang, manusia menjalankan ibadah hanya seadanya. Tanpa didasari semangat menggelora. Pada saat seperti ini. Sayap pengharapan sedikit terluka.
Ketika kedua tangan sudah tidak kuat lagi menengadah ke langit. Kedua bibir terasa berat menyampaikan doa dan puji pujian. Yang bisa seorang hamba ucapkan. Hanya kalimat istighfar dengan suara lirih. Mungkin karena masih ada cinta di dalam hati yang paling dalam.
Terkadang, Ayat ayat Allah dipandang dari sudut yang berbeda. Bahkan dengan nada kritis. Baik ayat tentang janji kebaikan dari Tuhan atapun ancaman siksa yang pedih.
Mulai ada prasangka dalam hati. Seolah Tuhan lebih cepat menghukum hamba yang kufur nikmat dengan siksa yang sangat pedih. Sebaliknya, bila memberi anugrah hamba yang bersyukur, tidak jelas kapan waktunya.
Lalu timbul sebuah pertanyaan. Lebih buruk mana. Orang yang merasa dekat dengan Tuhannya, tapi kritis dan senang protes. Atau mendingan orang yang sama sekali tidak peduli. Tidak pernah memaki, tapi juga tidak memujiNya?
Hamba yang kritis kepada Tuhan. Insyaallah masih ada cinta yang terpendam. Sebaliknya mereka yang tidak peduli, biasanya belum mengenal Tuhan. Bila tidak mengenal bagaimana ada cinta dalam hatinya. Bila tidak cinta bagaimana ia akan memuji-Nya.
Hamba tersebut biasanya tidak peduli dengan imannya. Apakah imannya masih dalam genggaman atau hilang. Ibarat burung yg memiliki sayap, tapi tidak tahu untuk apa sayapnya diciptakan.
Perjalanan masih panjang. Mengarungi cakrawala dan melintasi samudra. Badai dan ombak setiap saat bisa saja menerjang. Berat jika hanya mengandalkan salah satu sayap.
Dengan cinta, kita bisa mendatangkan kekuatan. Karena cinta, kita rela berkorban. Demi cinta, maka shalat, ibadah, hidup, dan mati kita Lillahirabbil'alamin.
Kutipan :
Menyeimbangkan Khauf dan Roja
Setiawan Hendra Kelana
Al Qur'an Al-An biyah : 90
0 Komentar