Bangsa Pejuang

Ilustrasi (Foto: Ety Nudiyanti/PKSFoto Kab Tangerang)


Dua hari lalu, setelah diskusi terkait perizinan umroh saya makan malam di warung sate madura di bilangan Cibubur. Satenya enak, air jeruk hangatnya menyegarkan.

Gak lama datang seorang driver ojek online dengan baju khasnya. Hijau berbalur hitam. Menyapa pedagang sate dengan akrab, penuh senyum sumringah. Ada order. Sepertinya mereka sudah saling mengenal. 

Di balik kebahagiaan yang nampak dari wajahnya terdapat kontradiksi dengan apa yang dikenakan. Baju hijaunya yang sudah amat lusuh dan masker kainnya yang sudah terlihat penuh dengan debu. Penuh peluh pula. Sesekali dia menaik turunkan masker saat bicara dengan tukang sate, dari situlah aku melihat senyumnya yang tulus. Membuatku terharu.

Mungkin buat beliau sayang membeli jaket baru karena lebih penting membayar listrik atau gas di rumah. Pun sayang membeli masker baru, lebih baik di berikan kepada anak tercinta. Agar bisa tertawa lepas saat membeli es krim. Kebahagiaan anak ; kebahagiaan ayah.

Kemarin pagi selepas rapat di BMT Bisma, aku izin keluar lebih cepat karena ada keperluan di kantor Sawangan. Alhamdulillah sejak ada toll dari bandara ke pamulang perjalanan yang biasanya satu jam lebih sekarang bisa di tempuh 35 menit saja. Terima kasih Pak Jokowi. 

Keluar tol alhamdulillah jalanan lancar tidak sampai lima menit sudah sampai di perbatasan Jawa Barat - Banten. Di sekitaran serua. Jadi ingat sudah lama tidak berkunjung ke kantor sejak terkena covid kemarin. Jadilah kita mampir menyapa para pejuang kemanusiaan. Ternyata mereka sedang rapat mempersiapkan pelatihan water rescue jelang musim hujan. Mereka memang selalu terdepan. Barakallahulakum

Saat keluar dari base camp, pas berbelok saya melihat seorang lelaki dengan keringat bercucuran. Di atas ada tumpukan ember2 besar menutupi sebagian kepalanya menjunjung tinggi. Kedua tangannya memegang ember lainnya. Terus bergerak menjemput rezeki. 

Berjalan berkilo-kilo dari satu perumahan ke perumahan lain. Dari satu kampung ke kampung lain. Mulutnya yang kehausan terus berteriak menawarkan ember-ember yang super besar itu. Lelahnya raga tidak boleh mengalahkan semangat ikhtiari. 

Tidak lama dari situ, tiba di jalan besar aku melihat ada yang aneh. Petugas dadakan yang mengatur arus mobil bukan seperti biasanya. Perawakannya beda. Oh ternyata dia seorang perempuan, setidaknya terlihat dari postur tubuhnya. Baru kali ini melihat seorang perempuan menjadi pengatur lalu lintas. 

Pikir saya apa yang menyebabkan dia harus bekerja keras seperti itu? Apakah dia harus menghidupi anak-anaknya, karena sang ayah meninggal akibat covid? Satu bulan belakang banyak sekali pasien covid meninggal, menyelesaikan tugasnya di dunia untuk kelak mempertanggungjawabkan atas apa yang sudah di buatnya selama hidup. Alhamdulillah saya dan lima orang di kantor semua selamat melewatinya.

Ada seorang wanita juga di dekat rumah yang dengan segera menjadikan dapurnya menjadi restoran online. Setelah ditinggal sang suami. Gak ada kata menyerah! Harus segera move on. Karena kemenangan bukan untuk orang yang mudah patah semangat.

Hari ini, pagi-pagi sekali saya harus ke sukabumi berlomba dengan jadwal masuk para pekerja pabrik di sekitaran sukabumi. Alhamdulillah jam 6.45 sampai tol gate Cigombong. Jalanan lancar tidak sepadat jam masuk kerja.

Bada subuh banget tadi, mobil sudah melaju. Karena pagi ini di Perumahan Graha Taman Sukabumi ada acara seremoni peletakan batu pertama rumah tahfidz bersama Walikota Sukabumi. Alhamdulillah kami hadir sebelum acara di mulai. Semoga semakin menambah kebaikan dan keberkahan untuk warga perumahan dan juga masyarakat di sekitarnya. Terima kasih kang Fahmi yang super humble. Keren.

Saat melewati pasar Cicurug tergambar dengan jelas para pedagang bersemangat memulai ikhtiar perjuangannya. Ada pedagang asongan kopi yang bertebaran di pinggir jalan menatap orang yang ada di mobil, berharap membeli dagangannya. Ada penjual rujak yang dengan cekatan membersihkan gerobak dan menyiapkan buah-buahan. Gak mau kalah pedagang bakso berlari kecil bersama pikulannya menerobos keriuhan pasar. Dengan semangat. 

***

Kawan, sudah hampir dua tahun ini pandemi menyapa. Tidak seharusnya kita mengibarkan bendera putih. Bendera merah putihlah yang pantas diangkat tinggi sambil terus berlari menjemput takdir bahagia.

Kita terlahir di tanah para pejuang. Tidak ada kata mengalah pada keadaan. Para pendahulu sudah memberikan contoh bagaimana mereka menaklukan lebatnya hutan menjadi kerajaan megah Majapahit. Berkuasa dari ujung Birma hingga Papua Nugini. 

Di tubuh kita mengalir darah merah pekerja keras. Tidak sepantasnya menyerah pada ujian. Kita adalah bangsa yang bisa segera sadar untuk bangun dari mimpi. Mengejar puncak kemenangan dengan kerja keras dan semangat gotong royong saling mengisi.

Apa yang saya lihat dua hari ini adalah contoh nyata bagaimana kita adalah bangsa pejuang. Pedagang sate, driver ojol, pejuang online, penjual ember, para pedagang di pasar dan semua pejuang ekonomi. 

Mereka bisa segera move on dengan apa yang ada. Tidak ada kata menyerah. Yang ada hanyalah, taklukan masa depan!.

Segeralah bergerak! Karena yang diam akan tertinggal. 

#thankstoAllah


Abi Rumaisha

Posting Komentar

0 Komentar