Cerita Ujian Berat Ini Harus Membuat Kita Sadar dan Selalu Bersyukur



Ijinkan aku bercerita.

Pagi ini aku mendatangi tempat ini mengantarkan sahabatku ke tempat yang nanti juga akan aku temui. Tak banyak bicara sebab sudah terlalu banyak duka dan air mata yang diteteskan mengiringi kepergianmu.

Sahabat, aku meneteskan airmataku bukan karena tidak rela atas kepergianmu yang meninggalkan anak dan istrimu. Tapi sungguh aku teringat bagaimana keceriaanmu saat kita bertemu. Bekerja walau kadang hanya melalui daring. Aku selalu ingat kalimatmu saat ditanya kabar, selalu engkau awali dengan jawaban, "Semangat sehat wal afiat." Padahal aku tahu kesakitan yang engkau rasakan, sesak nafasmu ketika mencoba mengangkat panggilan telepon dariku atau hanya untuk sekedar membalas pesan singkat dariku.

Ketika sampai di tempat ini, berbaris rapi nisan dan gundukan tanah merah yang baru dibuat. Satu persatu aku telusuri blok terakhir tanah makam ini, yang baru dihuni dalam empat hari terakhir. Tak sanggup aku menghitung berapa banyak gundukan dalam satu baris, kadang berhenti ketika ketemu dengan nama-nama yang pernah interaksi atau ngobrol atau bercanda atau yang pernah memberikan nasehat dan meluruskan salahku.

Berhenti sejenak hanya untuk memastikan nama-nama pada nisan itu benar orang-orang yang dahulu aku kenal. Orang-orang yang dahulu sangat hebat dalam menjalankan amanah tanpa mengeluh. Ketika muncul suatu nama yang sekiranya aku kenal. Bergegas aku membuka memory-ku. Apakah ini si fulan atau si fulanah. Berhenti hanya untuk mengusap nisannya.

Pernah ketika sedang berhenti disalah satu nisan yang aku baca ada yang membisikkan, "Ini si fulan istrinya ada di blok sebelah, sebab sudah mendahului lima hari sebelumnya."

Ya Rabb, hanya berselang lima hari saja mereka sudah dikuburkan dalam beda blok. Betapa dahsyat ujian ini. Ketika kutanyakan kepada orang-orang yang berbaju hazmat, berapa perhari yang dikuburkan? Sungguh jawaban mereka membuatku tambah menyadari bahwa ujian ini benar-benat membuat kita harus selalu bersyukur atas nikmat.

Sahabat, sesaat sebelum kedatanganmu, diriku hadir terlebih dahulu disini, sebab aku tidak ingin terlambat mangantarkan kepergianmu. Ada satu ambulan yang hadir dari ambulanmu. Ketika ditanya, ini ambulan apa? Ternyata isinya dua peti jenazah. Sama sepertimu hari ini akan kami antar ke tempat yang nanti akan kami datangi. Kemudian datang lagi satu ambulan dengan hal yang sama. Sungguh hati ini menangis walau mungkin tak bisa kutampakkan lagi.

Kemudian datanglah dirimu dengan ambulan itu. Diiringi keluargamu, bergegas aku lari mendatangi ambulanmu. Jangan kau tanya bagaimana rasa hatiku, terbayang lagi senyummu.

Segera kami membuat barisan untuk menyolatkan dirimu, ku lihat kiri dan kanan batapa banyak sahabat-sahabat kita yang juga hadir dengan muka yang juga berurai air mata. Apakah kamu tahu sahabatku. Masker ini menjadi pelindung yang bisa membuat kami menyembunyikan isak dan air mata kami. Ketika imam mulai berdoa dan menanyakan tentang dirimu, apakah orang baik dan sholeh? Aku sudah tidak kuat lagi untuk berbicara sekedar mengucapkan “ insyaAllah khair”, hanya mengangguk yang kubisa. Dan akhirnya mampu juga aku berkata khair untukmu, sebab engkau memang orang baik dan sholeh sahabatku.

Sahabatku, tahukah engkau saat jenazahmu mulai dimasukkan ke liang lahatmu? Anakmu, anak kesayangan dan kebanggaanmu mengadzankanmu sahabat, begitu tegar dia. Ketika ketemu denganku, anakmu yang pertama menyapaku dengan berkata, “Maafkan kesalahan-kesalahan ayah ya pak,” dan aku hanya mampu menepuk punggung sambil menjawab, "Insyaallah ayahnya berpahala syahid”.

Kupandangi nisanmu sampai ke perhatikan anak dan istrimu di kiri dan kanan. Selamat jalan sahabatku, hari ini aku yang mengantar kepergianmu. Besok atau lusa mungkin aku yang diantar oleh sahabat kita yang lain. Sekali lagi aku bersaksi engkau orang baik dan sholeh.

Jika nanti dirimu disurga tidak menemukan ku tolong cari aku ya sahabatku. Bawa aku, tolong sampaikan kepada Rabb kita agar diriku bisa bersama dirimu di surga nanti.

TPU Padurenan, Kota Bekasi, 22 Juli 2021

Sahabatmu.

Asari Kosrie

Posting Komentar

0 Komentar