Pandemi, Seorang Kader, dan Matanya



Mata adalah salah satu organ paling vital bagi manusia. Ia berfungsi sebagai alat untuk melihat. Pada ‘tubuhnya’ terdapat pupil, retina, kornea serta piranti-piranti lain yang bekerja dan bergotong royong secara sukarela hanya agar manusia dapat melihat. Karenanya-lah manusia menjadi tahu bentuk dirinya, birunya laut dan langit, merahnya senja, pekatnya malam, dan beningnya pagi. Pemberian gratis Allah ini seyogyanya menjadi bahan rasa bersyukur manusia kepada-Nya.


Dalam konteks bahasa Indonesia sekarang ini, mata, sehari-hari terlihat sudah sangat akrab berbaur dan bercengkrama dengan pemakaian dan penggunaannya. Begitu banyak kosakata “mata” menghiasi dan mempercantik komunikasi bahasa Indonesia. Embel-embel “mata” yang menyatu dengan kosakata lain menjelma sebuah frase, baik berupa idiom atau bukan, membuat organ tubuh manusia lainnya harus merasa iri. 

(Mata) hari, (mata) air, (mata) kaki, (mata) hati, (mata) batin, (mata)(mata), (mata) pedang, (mata) angin, (mata) pelajaran, (mata) pencaharian, air(mata), cendera(mata), per(mata) adalah contoh bahwa betapa ia teramat dibutuhkan dalam kehidupan ini sebagai bumbu komunikasi bahasa manusia, sebagaimana dibutuhkan pula selaku sumbu utama kehidupan makhluk Allah bernama manusia.

Mata, tak hanya dimiliki manusia ataupun hewan sebagai alat untuk melihat, menatap dan memandang. Makhluk lain semisal tumbuhan, bahkan juga seluruh ciptaan Allah seperti laut, gunung, tanah dan udara, juga jagat alam raya yang ada di langit dan bumi pun memiliki mata.

Dalam kitab suci Al-Qur’an dijelaskan mereka semua telah dilantik Allah menjadi spionase-spionase manusia di dunia. Sehingga di akhirat kelak ayam jago, domba dan banteng akan bersaksi atas perlakuan manusia mempromotori pertarungan antarmereka. Pun gajah, ular, buaya atau harimau yang tak terima asetnya nun indah berupa gading atau kulit dicabik-cabik. 

Gunung, hutan, awan dan laut siap “lapor” kepada Rabbnya sebab harta kekayaan mereka dijarah, dibakar, digunduli, dicemari, dan dirusak demi kepentingan nafsu. Organ lain manusia yaitu tangan dan kaki, juga menjelma mata, siap menjebloskan manusia-manusia pendosa dan dzhalim ke sel neraka. Termasuk para koruptor atau mereka yang dengan culasnya menipu rakyat mengatasnamakan bansos Covid 19, takkan bisa sembunyi lagi di balik tirai kekuasaan dari “tatapan dan pandangan” mata. Segala yang selama di dunia ditutupi, akan terbuka. “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka. Tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan ” (Q.S Yaasin : 65).  

Sebagai seorang kader partai Islam Rahmatan Lil Alamin, di manapun jenjangnya, kita menempati sebuah komunitas luhur berperadaban dan berkebudayaan. Seorang kader PKS mesti berjuang menempa dirinya, melatih mata batinnya dalam mengarungi kehidupan atau memotret keadaan sekitar. Dan mata menjadi satu alat penting bagi kader atau aktivis dakwah. Mata seorang kader haruslah tajam, melihat sisi lain kondisi masyarakat. Sisi batin dunia, alam dan seisinya harus dapat dibaca oleh kita, kader PKS. 

Dalam rangka mengkreasi sebuah karya adiluhung, mata –bagi seorang kader – dapat menjadi alat pengembang akal, pencerah pikiran, pembersih nurani, pencari hikmah dan pencuri kebijaksanaan Dengan mata, seorang kader misalnya mampu mematangkan kemampuan untuk mencari dan memproses segala pelajaran dari episode kehidupan dalam pengalamannya untuk dirasakan serta dibagikan. Seorang kader haruslah banyak karya, tinimbang banyak gaya. Maka, literasi harus menjadi tradisi.

Proses menuju kematangan tersebut hanya dapat diraih lewat mata, yaitu membaca: kitab suci, buku, bacaan fiksi/nonfiksi, membaca alam, membaca kondisi masyarakat, membaca kebobrokan, membaca diri sendiri, serta membaca jiwa sesama insan. Hal terakhir merupakan sebuah keniscayaan yang harus dimiliki, mengingat setiap kader ditempa untuk senantiasa bersiap berhadapan dengan berbagai karakter manusia, sehingga strategi dakwah terkelola dengan baik dan dapat diterima semua kalangan. 

Tak cukup bagi seorang kader menggunakan matanya untuk memerhatikan lingkungan sekitar, apalagi dipakai hanya untuk mengagumi ciptaan Tuhan. Ia harus senantiasa melihat jauh, bahkan sampai perlu harus mampu menembus ufuk terdalam objek yang dilihat, yaitu jiwa. Jiwa manusia, sisi batin dunia, nafas alam, haruslah dapat disentuh. Dan itu dapat terealisasi dengan cara mengoneksikan instrumen dan perangkat yang ada pada mata, dengan kabel lain yang berada pada pusat/inti tubuh yang bernama mudghoh (hati). Hanya melihat dengan hati akan dengan mudah memantik jiwa. Kemudian, sisi batiniyah alam muncul dan menyapa. Fase inilah yang harus diupayakan dimiliki seorang kader, yakni menjadi ulil albab. 

Di tengah pandemi covid 19 yang belum menampakkan ujungnya, masyarakat membutuhkan sosok-sosok yang tak hanya mampu melabuhkan solusi fisik saja. Sebab, itu sudah dilakukan kalangan medis atau para dokter. Pun demikian masyarakat tak sekadar diberi solusi kesejahteran, dengan dikucurkannya insentif bantuan sosial. Masyarakat jauh lebih membutuhkan solusi ruhiyah, berupa ketenangan diri menghadapi persoalan hidup di tengah pandemi. Mendapatkan hati yang tentram, sehingga kebahagiaan dirasakan. 

Sosok itu dapat muncul dari kader-kader PKS, yang memang ditempa sebagai seorang da’i di semua bidang yang digeluti. Tugas da’i bukanlah dibebankan hanya kepada para ulama/ustadz saja. Setiap kalian adalah da’i, dan seiap da’i adalah kader. Kader harus dapat menempatkan matanya difungsikan tak hanya untuk melihat persoalan dan masalah saja, tetapi juga menembus relung-relung hati masyarakat agar tersadarkan dan terbangun, berdiri tegak menjadi pribadi kokoh dan optimis menghadapi pandemi yang mendera.

Mata seorang da’i adalah mata yang mulia. Di dalamnya terkandung unsur-unsur kasih sayang, dedikasi, loyalitas dan perhatian. Dengan matanya, da’i mencurahkan kasih sayangnya terhadap insan, tanpa membeda-bedakan status maupun strata sosialnya. Dengan matanya pula, da’i selalu melihat sesama manusia sebagai sesosok “sahabat” yang harus diakrabi, bukan dijauhi. 

Mata seorang kader juga harus mampu melahirkan kejujuran dalam melakukan pendekatan maupun tindakan terhadap penglihatan kepribadian dirinya, yang buahnya adalah objektif. Kader harus mampu menempatkan dirinya di tengah masyarakat dengan baik. Sosok kader dakwah harus bersiap tak henti berkedip bilamana masyarakat mengharap perhatian dan uluran tangan. Sesuai dengan tagline PKS, Partai Islam Rahmatan Lil Aalamiin, kader harus menjadi penebar rahmat dan kasih sayang. 

Mata seorang kader haruslah bersih, suci dan jernih. Betapa pentingnya peran “mata” sehingga para kader atau da’i tak boleh sembarangan memanfaatkannya. Kader harus senantiasa sibuk memunguti ilmu untuk dicicil dan dirangkai menjadi wawasan, agar tak hanya memiliki dua mata saja seperti kebanyakan orang. Para kader harus memiliki empat mata! Ya, empat mata. Selain kedua mata yang beralis, kader memiliki mata ketiga yaitu hati, dan mata keempat yaitu ilmu. 

Mari menjadi kader yang aktif, interaktif sekaligus solutif. Jangan menjelma sosok yang pasif bahkan cenderung destruktif. Di tengah wabah Covid 19 ini, kita harus terus dekat dengan masyarakat, melayani sepenuh jiwa. Jangan biarkan masyarakat terombang-ambing dengan pelbagai berita dan informasi simpangsiur, hoax dan kabar palsu seputar virus, korban jiwa, vaksinasi, dan seputar pandemi lainnya. Dengan mata ini, kita harus menjadi garda terdepan informasi akurat dan faktual, agar tetap terjaga kebenarannya. Wallahua’lam.

Dan jika Kami meghendaki, pastilah KAMI HAPUSKAN PENGLIHATAN MATA MEREKA, SEHINGGA MEREKA BERLOMBA-LOMBA (MENCARI) JALAN. MAKA BAGAIMANA MUNGKIN MEREKA DAPAT MELIHAT? Q.S YAASIN : 66. 


Oleh : Tb. Moh. Sholeh

(Penulis adalah Kader PKS, Kabid Humas DPD Kab. Serang Banten.)


Posting Komentar

0 Komentar