Muridku Adalah Guruku




Trotoar depan masjid Al Muchlisin, Grogol Jakarta Barat, menjadi kelas singkat  belajar  menjadi murid. Kali ini yang menjadi gurunya  adalah muridku sendiri. Aku pernah menjadi gurunya semasa kelas dua di SDIT Iqro Kota Bekasi. 


Saat itu baru saja selesai tehnical meeting untuk  persiapan, membahas rundown acara dan survei lokasi  untuk kembali menjadi MC di sebuah acara pernikahan awal Januari 2021. Saya kembali kerja bareng  Avani Wedding Moslem, sebuah EO yang digawangi oleh adiknya muridku itu. 


Kholis Sang Kakak  mau mengawal adiknya agar acara meet up di luar ada pihak keluarga yang mendampingi. 


Sembari menunggu Pak Sopir yang tengah makan siang, obrolan lepas sarat makna menghujam dalam. 


"Saya bangga ke Bang Kholis yang baru saja menjadi nominator Piala Citra untuk kategori Visual Effect  Movie," pujiku membuka percakapan. Muridku itu kini memang menjadi seniman visual. 


Kenangan menjadi wali kelas sekaligus guru kelas Kholis Abdul Haq membersit kembali. Bagaimana sosok murid yang pendiam, ibarat gong (kalau nggak di tabuh nggak bunyi), tidak suka olahraga, prestasi akademik secara umum biasa saja. Tapi di setiap cover depan dan belakang, serta  halaman-halaman buku tulisnya penuh dengan  gambar animasi. 


Kalau murid yang lain saat istirahat main bola, lari larian, kadang ada yang nimbrung lompat karet dengan  murid akhwat, Kholis biasanya menjadi penonton yang duduk manis, menikmati keceriaan yang ada. 


Kegiatan olah raga, pramuka dan dunia fisik nampaknya bukan dunia yang menjadi hobinya. Tapi dia akan setia duduk di kursi belajarnya, dengan mencurahkan hobinya menggambar animasi tokoh  kartun Jepang dengan ciri khas, rambut jegrig, alis tajam, lengkap dengan senjata atau asesorisnya. Ingatanku terus melayang ke dua puluh tahunan silam. 


"Iya Pak, tentu saja salah satunya peran Bapak waktu mendidik kami di SD,"  jawabnya   membuyarkan pikiranku. 


"Dulu Abang bagaimana ya, saat di kelas lima, bisa sampai tidak selesai ke kelas  VI di SDIT Iqro?" tanyaku  mencoba ingin memahami.


"Waktu dulu, guru nerangin aku sama sekali nggak ngerti Pak, ngebleng saja." jelasnya pendek tenang. 


"Akhirnya Ummi memindahkan aku ke sekolah lain, sampai  SMP terus terang orang tua saat itu banyak menyoroti hal yang jadi kekurangan ku," paparnya teduh. 


"Tapi luar biasanya Umi dan Abi terus gigih mencari solusi buat aku, sehingga orientasinya berubah menjadi fokus kepada  potensi yang aku miliki," ucapnya bangga mengenang. 


"Puncaknya aku dimasukin ke SMK di Depok yang jurusannya animasi. Dan Umi itu terus menjelaskan ke guru-guru di SMK bagaimana kondisi dan potensiku, sehingga guru-guru pada tahu sebelum mengajarku," Kholis makin dalam terasa mendidiku. 


"Dan Alhamdulillah, disitu Aku merasa pas, tahap awal aku ikut lomba animasi di Kota Depok, Alhamdulillah banget aku juara 1, lalu aku diberi kesempatan mewakili Kota Depok, lomba animasi se Jawa Barat, Alhamdulillah dapat juara 2. Dari situ aku semakin nyaman  menemukan  kepercayaan diri," paparnya mengalir lancar. 



"Sekarang aku melihat  tidak semua anak punya kecenderungan  hafidz  Al Quran, atau ulum syar'i. Tapi arahkan kepada potensi yang dia miliki, ketika anak merasa pas, akan mudah diarahkan, bahkan untuk pembinaan keagamaannya," paparnya  semakin menghujam. 


"Sudah selesai neh, kita langsung balik?" tanya pak sopir membuyarkan kelas singkat di trotoar. 


Jazakallah Guruku


Kang AAM

Posting Komentar

0 Komentar