Toleransi Orang Basudara


1. Beta menulis ini dengan prespektif beta sebagai seorang muslim yang hidup di Maluku. Lahir, merangkak, berlari, berjalan, tumbuh; kembang di sini. Makan Papeda, Bubuhuk, Sinole, Sagu Tumbu, Babongko, Asida, Jalangkote, Barongko, Manisan Pala, Embal Kasbi, Kacang Botol, Colo-colo Ikan Bakar, Suami, Kelor, Jenang, Tape, dll. #IniToleransi

2. Beta berdarah Buton-Saparua-Haruku- Liang. Terbina oleh ombak dan ngarai Seram. Bermain bersama teman-teman berlatar sosial beda-beda. Semua itu, beta tak jumpai di daerah lain. #IniToleransi   

3. Olehnya itu, beta sangat bangga hidup di tanah yang diberkahi ini. #IniToleransi

4. Sudah lama, beta ingin mengungkapkannya, tapi ruang; waktu belum jua ada. Beta perlu berkontemplasi panjang akan hal ini. Hasil perenungan panjang tersebut, maka beta kompilasikan tulisan ini dari berbagai fakta, teori dan pengalaman. #IniToleransi 

5.Tiap-tiap agama mempunyai iman sendiri-sendiri. Itulah kenapa diprakasailah Pancasila sebagai payung keragaman Indonesia. UUD 1945 pun menjabarkannya dalam pasal-pasal kebebasan memeluk agama (pasal 28E ayat 1 dan 2, pasal 28I ayat 1, pasal 29 ayat 2, pasal 28J ayat 1 dan 2. Maluku termasuk di dalamnya. #IniToleransi

6. Masa kolonial, masyarakat Maluku telah terikat dengan ikatan sosial berdasar teritori Soa dan Negeri. Kedatangan Portugis dan Belanda membawa konsekuensi penting pada pembentukan formasi sosial baru (new society) #IniToleransi

7. Heterogenisasi kultur klan, suku, adat,  teritori, dan aliran agama pun  terpolarisasi secara alamiah. Warisan inilah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak pencari untung, lalu mendesain ketegangan diujung runtuhnya orde baru #IniToleransi

8. Semua disadari dengan gamblang tanpa kegamangan. Naluri pela gandong pun berbicara disitu. Lalu, pikiran ini menjadi kolektif mind. #IniToleransi

9. Pada ruang itu, agama telah menjadi kampung persaudaraan sejati. #IniToleransi

10. Populasi jiwa di Maluku berjumlah 1.715.548 jiwa (2016) Berdasarkan itu, rinciaan persebaran agama ialah Islam (50,61%) Kristen Protestan (41.40%) Katolik (6,76%) Hindu (0,37%) Budha (0,02%) Khong Hu Chu (0,01) #IniToleransi

11. Bila dilihat dari besaran agama yang paling banyak dianut, sebagian besar penduduk Maluku memeluk Islam, berikutnya Kristen, Katolik serta Hindu. Islam menjadi mayoritas di Kota Tual, Maluku Tengah, Buru, Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur dan Buru Selatan. Sedangkan, Kristen berada di Maluku Tenggara Barat, Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya, dan Kota Ambon. Sementara, Katolik mayoritas di Maluku Tenggara. #IniToleransi

12. Belum lagi ditambah keragaman bahasa, suku dan rasnya. Sehingga, bila dikatakan Maluku merupakan miniatur Indonesia, tidaklah salah. #IniToleransi

13. Pun kehidupan sosial berjalan sangat harmonis, walau pernah tersandera dengan kemelut sosial pada awal reformasi. Lalu, Maluku tenggelam? TIDAK. Maluku bisa bangkit dan berhasil menuliskan masa depannya. #IniToleransi

14. Berbagai upaya dilakukan, sehingga muncullah ide Maluku sebagai daerah laboratorium perdamaian. Ini dikampanyekan. Berhasil. Gong Perdamaian berdiri tegak di hadapan Pattimura; di atas bumi kota Multikultur. #IniToleransi

15. Kemudian muncullah kata toleransi. Menyebar ke sumsum arteri  anak muda Maluku. Muncullah kitab-kitab perdamaian di ruang mimbar-mimbar sastra dan intelektual. Misalnya, “angkat pela” antara kampus UKIM- IAIN, terbit buku Carita Orang Basudara, Perdamaian Berbasis Adat Orang Basudara, 20 Kado Cinta Anak Maluku Menuju Rekonsiliasi Abadi, Keluar dari Kemelut Maluku, Maluku dalam Catatan  Seorang Peneliti, Di Bawah Naungan Gunung Nunusaku, dll. #IniToleransi

16. Ada kisah dibalik pembuatan buku “Jeritan Anak Negeri: 20 Kado Cinta Anak Maluku Menuju Rekonsiliasi Abadi.” Berawal dari sayembara cerpen oleh Gerakan Pena Nusantara Ambon. Kemudian dikumpullah 20 orang pemenangnya dalam sebuah buku. 20 anak muda Maluku lintas iman, suku, bahasa, ini pun menyumbang ide-idenya untuk rekonsiliasi abadi. Dalam ceritanya, banyak sekali pengharapan yang dicurahkan. Ini bagian dari goresan cinta yang disusun pada tataran nilai moral yang sejuk. Semoga pesan tulus mereka menjadi tiupan-tiupan Tuhan dalam merestui setiap detak kerukunan umat. 20 kado cinta ini ialah kerinduan damai. #IniToleransi 

17. Kata toleransi sejatinya lahir untuk merekatkan benang yang sempat terputus dalam tragedi masa lalu. Bahwa toleransi itu menjahit kain Maluku. Salam- Sarani itu Maluku. Itu final. #IniToleransi

18. Bagi beta yang hidup lama di Pulau Seram sudah mengerti tentang hubungan toleransi bukan secara teori, melainkan praktik. Dan ini terbawa hingga duduk di bangku perguruan tinggi. Apalagi saudara-saudara beta di Kei dan  Ay. Toleransi tak pernah mati. Setahu beta di sana keragaman menyatu dengan harmonis. #IniToleransi

19. Beta masih ingat dulu, bagaimana ketiga kampung di tanah Seram Utara, bergotong royong membangun sekolah, dan kemudian dinamai SMP LKMD Malarupa (Malaku-Parigi- Rumah Sokat) Malaku dan Parigi beragama Muslim, Rumah Sokat beragama Nasrani. SMP itu kemudian bermetamorfosis menjadi SMP Negeri 5 Seram Utara lalu menjadi SMP Negeri 2 Seram Utara. #IniToleransi

20. Kembali melanjutkan kisah di awal masuk kampus. Beta diundang oleh teman bermarga Talapessy ke rumahnya. Pas waktu sholat Magrib, keluarganya yang Nasrani menyiapkan ruang kamar par beta  menunaikan sholat. #IniToleransi

21. 2011, kami dari program studi melaksanakan survei sastra di Desa Kaitetu, Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah. Mayoritas mahasiswa beragama Nasrani, sementara masyarakat Kaitetu memeluk agama Islam. Para warga dengan senang hati menjadikan rumahnya menjadi tempat inap para mahasiswa selama kegiatan itu dilakukan. Terbitlah ungkapan, “mama piara” #IniToleransi

22. Lanjut, beta punya kisah bersama para senior pada tahun 2014, Kak David Y. Leimena, Kak Fransiska P. Thung, dan Kak Frensca G. Sinanu. Kami berempat, beta sendiri yang muslim. Perjalanan kami dari Ambon, Tual, Seram Bagian Barat dan Buru meninggalkan rasa yang manis, seperti manisnya manisan Pala Banda. Setiap memulai dan menyudahi kegiatan, kami selalu berdoa menurut agama masing-masing #IniToleransi

23. Suatu masa di Saparua, tepatnya di kediaman keluarga Leitemia, Desa Ihamahu. Sama halnya, kami duduk makan bersama. Halal haram makanan sudah mereka pahami. Begitupun dalam menunaikan kewajiban lima waktu, kami disediakan sajadah. #IniToleransi

24. Masih baru terjadi, di sebuah hotel. Terjadi percakapan antara beta dengan salah satu petugas. “Beta tanya,” bang, mushala mana?” “Disitu,” jawabnya  (sambil menunjuk ke arah mushala) “Karena, ruang mushala lagi kotor, diapun menjawab,” sabar abang e, beta kasi bersih akang dolo.” “Oke, abang, danke.” #IniToleransi

25. Dalam skala Nasional. MTQ, Pesparawi, Pesparani yang dilaksanakan di Maluku secara berturut-turut telah membuka mata kita tentang kehidupan ale rasa beta rasa. Peserta MTQ dari luar daerah menginap di rumah saudara-saudara yang beragama lain. Begitu pun sebaliknya. #IniToleransi

26. Artinya, soal toleransi, Salam-Sarani di Maluku sesungguhnya telah memahami. Toleransi itu harus sesuai konteks. Sehingga saran dari akun facebook Dezko Breok bisa diamini,” saran, kalau mau adakan acara untuk mempersatukan atau menggabungkan beberapa unsur agama, jangan dilakukan di dalam tempat ibadah salah satu pemeluk agama yang ada. Ambil contoh: “adzan adalah panggilan sholat oleh muadzin untuk umat Muslim ke masjid. Sedangkan, bel gereja berfungsi sebagai pemanggil jemaat sekaligus menunjukan jam ibadah dalam ibadah Nasrani. Jangan ditukar, nanti salah mengerti, salah paham. #IniToleransi

27. Olehnya itu, setiap kejadian di atas tanah raja-raja ini harus dibaca secara utuh. Kekayaan kearifan lokal dan interaksi beragama harus bisa menjadi spirit sosial. Jangan biarkan “orang lain” merampasnya dari kita. #IniToleransi

28. Kita harus hati-hati dengan para penyamun yang ingin membentuk kerajaan besar atas nama hawa nafsu itu. Kemudian, membenturkan kita secara halus. Mereka  common enemy. Buka mata. Buka hati. Mereka ada di mana-mana. #IniToleransi

29. Nah, melanjutkan hal di atas, masing-masing agama punya privasi teologis dan satu sama lain tetap berada dalam ranahnya. Tak boleh saling menyeberangi. Maka Islam pun memandang hal ini sebagai bagian yang amat penting. #IniToleransi

30. Dalam Islam ada dua jenis ibadah. Pertama, ibadah Mahdhah dan ibadah Ghairu Mahdhah. Ibadah Mahdhah berarti penghambaan hamba yang murni, langsung berhubungan dengan Allah SWT (habluminallah) Artinya, semua jenis ibadah ini sudah diatur tata cara pelaksanaannya mulai dari A hingga Z. Ambil contohnya, wudhu, adzan, sholat, puasa, tayammum, dan iqamat. Rumusnya “KA+SS” (karena Allah+ sesuai syariat) #IniToleransi

31. Maka, ada firman Allah SWT “Lakum diinukum wa liya diin” artinya “untukmu agamamu, untukku agamaku.”. (Q.S. 109:6) Kata Ustad Muhammad Abduh Tuasikal,” inilah diantara prinsip aqidah Islam yang mesti dipegang dan dianut oleh setiap muslim.” Itulah bab aqidah. Aqidah adalah kemurnian ajaran Islam. Tak bisa ditawar-tawar. Tegas dalam Q.S. Al Baqarah ayat 42. Bahkan fatwa MUI , 1 Jumaadil Awal 1401/7 Maret 1981 M telah tegas soal ini. #IniToleransi

32. Ibadah Ghairu Mahdhah, ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah, juga merupakan hubungan/interaksi sesama hamba (habluminannas) Azasnya manfaat, bersiat rasional, tata pelaksanannya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang dan rumusannya “BB+KA” (berbuat baik+ karena Allah) #IniToleransi

33. Dalil tentang ibadah itu bisa dilihat dalam Q.S. Al Hujurat 11-13, Q.S. Al Mumtahanah ayat 8. Bahkan dalam Islam, “Tidak ada paksaan untuk  memeluk Islam.” (Q.S. Al Baqarah, 256) #IniToleransi

34. Sebab itu, beta naikkan status tertanggal 24 November 2018, pukul 11.06 dalam akun facebook,” kami berIslam atas dasar kepahaman bukan taqlid. Apalagi infirodi. Iman kami, hanya ketauhidan. Muamalah kami tak dibatasi batas wilayah geografis. Sebab Islam itu penuh rahmat, rasional dan tak rasis. “....barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia selamanya....” #IniToleransi 

35. Semangat itulah yang dicontohkan Rasulullah SAW terhadap seorang nenek Yahudi yang sangat membenci beliau, selanjutnya oleh Sultan Abdul Majid I ketika beliau menolong rakyat Irlandia (Katolik) yang ditimpa bencana kelaparan saat itu, tahun 1845. Malapetaka “the great hunger” itu kemudian pulih dan membaik. #IniToleransi

36. Semoga kumpulan aksara-aksara ini menjadi refleksi praktis untuk bekerja dalam upaya perdamaian Maluku. Membangun kembali trust antarsesama. Ke-Maluku-an kita ditunjukan dengan sikap serta orientasi nilai-nilai yang menghargai keberagaman (termasuk didalamnya beragama) anti kekerasan, anti diskriminasi, dan taat pada hukum yang berlaku. Kita mesti mampu menghentikan kegemaran orang-orang pengadu domba, penghasut diri. Dihentikan dengan para pendukung demokrasi dan perdamaian. #IniToleransi

37. Akhirnya, beta akhiri dengan ayat Al Qur’an yang begitu familiar kita dengar,” Wamaa  Arsalnaka Illa Rahmatan Lil’alamin.” Terjemahannya “dan tiadalah Kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (Q.S. Al Anbiya:107) #IniToleransi

*ReLi Maluku , M. Nasir Pariusamahu*

Posting Komentar

0 Komentar