Kitalah yang Membuat Politik Jadi Abu-abu


Politik itu dinamis. Tak bisa diduga. Seni berbagai kemungkinan, the art of possible. Atau kita menyebutnya politik itu abu-abu.

Alasannya? Karena kebenaran dalam politik itu nisbi. Relatif. Tidak mutlak seperti agama. Sehingga berpolitik harus rasional, tidak emosional.

Manuver politik zig-zag jadi tidak masalah. Pemilu lima tahun lalu maju dari partai A, lalu berganti partai B saat ini. Partai tak lebih hanya alat. Kendaraan yang ditunggangi untuk merebut kuasa dan empuknya kursi jabatan. Keluar masuk partai jadi lumrah. Atau keluar partai, buat gerakan dengan jargon arah baru.

Benarkah demikian?

Semuanya tak tepat. Berbagai pernyataan di atas lebih pada justifikasi terhadap haus kuasa. Ingin mendapatkan kekuasaan dengan berbagai cara. Mirip apa yang diingatkan Machiavelli.

Politik itu tidak abu-abu. Ada hitam dan putih. Tak perlu referensi agama untuk menjelaskan ini. Cukup simak apa yang disampaikan salah seorang ilmuwan politik terkemuka, Henry B.Mayo.

Dia menyebut ada delapan nilai dasar demokrasi. Diantaranya adalah tentang minimnya tindakan memaksa (kekerasan) dari pemerintah. Menghargai perbedaan pendapat. Penegakan hukum secara adil. Juga pengakuan terhadap keragaman pendapat.

Ukurlah sebuah rezim dari nilai-nilai fundamental ini. Dan jika kita objektif, lepas dari kepentingan individu atau kelompok, maka terang-benderang mana hitam dan putih.

Sayangnya, saat semua terlihat jelas, kitalah yang membuatnya jadi abu-abu. Samar. Sulit membedakan mana yang benar dan salah. Mana yang tidak demokratis dan demokratis.

Saat sebuah rezim dengan jelas zalim kepada umat dan ulama, tiba-tiba ada ulama yang bersedia jadi pendampingnya.

Ketika sebuah rezim begitu kentara ketidakadilannya dalam penegakan hukum, tiba-tiba ada tokoh, pengacara terkenal sekaligus pimpinan partai Islam yang jadi lawyernya.

Saat ada sebuah partai dekat dengan umat dan ulama. All out memperjuangkan aspirasi mereka. Lalu umat dan ulama mendukung partai tersebut dengan penuh semangat agar berjaya di pileg 2019. Tiba-tiba anggota partainya keluar dan menjelek-jelekkan pimpinannya.

Umat jadi bingung. Sesuatu yang tadinya cerah terlihat mendung, bahkan gelap. Karena kitalah yang membuat politik jadi abu-abu.

Erwyn Kuniawan

Posting Komentar

0 Komentar