Menjaga Peran Vital Pers di Tengah Badai Digital



oleh:

Saadiah Uluputty

Anggota DPR RI Komisi IV, Dapil Maluku, FPKS



Memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia setiap tanggal 3 Mei merupakan bagian penting bagi kita semua akan nilai luhur kebebasan berekspresi dan peran vital pers dalam menjaga demokrasi. Sebuah refleksi atas peran vital pers dalam menjaga demokrasi dan menyuarakan kebenaran. Sebagai Anggota DPR RI dari Dapil Maluku dan anggota Komisi IV Fraksi PKS, saya menyadari betapa pentingnya kebebasan pers dalam memastikan transparansi, akuntabilitas, dan keadilan sosial.


Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kebebasan pers kita sedang menghadapi tantangan serius. Menurut data dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), hingga Mei 2025, telah terjadi 38 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Bahkan, dua hari pertama di bulan Mei sudah menyumbang dua kasus tambahan. Survei AJI terhadap 2.020 jurnalis juga menunjukkan bahwa 75,1 persen jurnalis pernah mengalami kekerasan, baik secara fisik maupun digital. Indeks Kebebasan Pers Indonesia juga merosot ke posisi 127 dari 180 negara, turun dari posisi 111 pada tahun sebelumnya. 


Tantangan lainnya datang dari perkembangan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI). Tema Hari Kebebasan Pers Sedunia 2025, "Reporting in the Brave New World: The Impact of Artificial Intelligence on Press Freedom and the Media," menyoroti dampak besar AI terhadap jurnalisme dan media. AI dapat membantu mempercepat kerja redaksi, tetapi juga berpotensi disalahgunakan untuk menyebarkan disinformasi, meningkatkan ujaran kebencian daring, dan mendukung jenis penyensoran baru. 


Sebagai wakil rakyat, saya melihat perlunya regulasi dan literasi teknologi yang bijak untuk melindungi ruang informasi publik. Kita harus memastikan bahwa teknologi menjadi alat bantu, bukan alat yang mengancam integritas jurnalisme. Pemerintah, media, dan masyarakat sipil harus berkolaborasi untuk menangani masalah yang disebabkan oleh teknologi sambil tetap melindungi privasi dan kebebasan berekspresi masyarakat.


Di sisi lain, kita juga harus memperhatikan kesejahteraan jurnalis sebagai pekerja. Ledakan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap wartawan televisi di Indonesia belakangan ini bukan sekadar problem ketenagakerjaan. Ini adalah gejala permukaan dari matinya perlahan ruang-ruang produksi jurnalisme berkualitas, tergantikan oleh konten murah, instan, dan algoritmik.


Bertugas sebagai anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi urusan pertanian, kelautan, perikanan, dan kehutanan, saya juga melihat pentingnya peran pers dalam menyuarakan aspirasi masyarakat di sektor-sektor tersebut. Pers yang bebas dan independen dapat membantu mengangkat isu-isu yang sering luput dari perhatian publik dan kebijakan negara, seperti kesejahteraan petani, nelayan, serta masyarakat yang hidup di sekitar kawasan hutan.


Dalam peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia ini, saya mengajak seluruh elemen bangsa untuk terus mendukung kemerdekaan pers sebagai pilar demokrasi. Mari bersama jaga integritas informasi dan kebebasan berekspresi demi kemajuan bangsa. Pers yang bebas, independen, dan profesional adalah fondasi utama bagi demokrasi yang sehat.


Selamat Hari Kebebasan Pers Sedunia 2025. Mari kita terus menjaga suara kebenaran di tengah badai digital.

Posting Komentar

0 Komentar