"Rammang-Rammang, Iwan Dento, dan Safari Dr. Salim"



Oleh: Azwar Tahir 

Relawan Literasi PKS Sulsel


I know we’ve come a long way

We’re changing day to day 

But tell me, where do the children play?


Petikan lirik di atas komposisi oleh Yusuf Islam / Cat Stevens. Lewat lagu bertajuk “Where Do The Children Play?” tersebut, Yusuf mengajak para pendengarnya untuk sejenak merenungkan pentingnya mewariskan bumi yang ramah pada anak-anak. Bahwa di tengah gegap gempita pembangunan fisik, kemilau pencapaian materialistik, ada hasrat sederhana akan lingkungan yang lebih baik, yang menjadi taman yang apik dan asyik untuk anak-anak kita, para peserta didik.


Foto ilustrasi tulisan ini, kiranya sedikit berceritera perihal makna yang Yusuf Islam coba utarakan. Anak-anak itu tampak asyik di atas perahu yang beranjak membelah sungai. Tak ada rona kemegahan di sana, sederhana, tapi tercium aroma bahagia. Foto tersebut menyajikan sekeping panorama Rammang-Rammang, Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Maros, Sulawesi Selatan. 


Adalah Muhammad Ikhwan alias Iwan Dento, pria yang menginisiasi pergerakan untuk menyulap Rammang-Rammang (“awan” atau kabut” dalam Bahasa Makassar), sebuah lanskap alam pegunungan karst atau kapur, menjadi salah satu objek wisata andalan Sulawesi Selatan. Iwan bersama rekan-rekannya menolak aktivitas tambang di wilayah mereka. Beragam ujian dihadapi mulai dari intimidasi sampai tawaran menggiurkan. Tapi tak satupun yang berhasil menghentikan langkah Iwan bersama rekan-rekan seperjuangannya. Tutur beliau:


“Tantangan terbesar sebenarnya dari masyarakat sendiri yang tidak sepenuhnya ingin tambang dihentikan karena telah mendapat dampak ekonomi dari tambang tersebut. Pihak perusahaan juga berusaha membujuk karena telah berinvestasi cukup besar. Jika saya mau, bisa saja saya menerima tawaran iming-iming uang yang jumlahnya pasti tak sedikit,” (Chandra, 2022)


Iwan punya mimpi sederhana. Ayah empat anak ini, layaknya pesan dari lagu Yusuf / Cat Stevens pada mukadimah di atas, ingin mewariskan lingkungan yang bisa dinikmati anak keturunannya. Bagi pendiri “Rumah Belajar Anak Sungai” ini, Rammang-Rammang adalah warisan leluhur yang harus dijaga. Dan seorang Iwan sedang menjalankan peran estafet pewarisan tersebut. Hasil kerja keras merawat alam toh ujung-ujungnya dinikmati anak sendiri. 


Pun bila kemudian ada efek domino lain semisal dampak ekonomi, bagi Iwan hal tersebut merupakan bonus. Perlu diketahui, Rammang-Rammang telah diusulkan sebagai Geopark ke UNESCO setelah predikat Geopark nasional disematkan pada tahun 2017. Belum lama ini, Tim Asesor UNESCO berkeliling memantau perkembangan Rammang-Rammang.


“Sebenarnya kan motivasi utamanya itu adalah anak. Jadi secara sederhana saya punya anak, kemudian saya merasa kalau sesuatu yang baik di bumi ini itu harusnya dinikmati sendiri. Tidak menyusahkan anak-anak saya. Kalau kemudian dia berdampak pada wilayah-wilayah yang lebih luas, menurut saya itu bonus," (Aminah, 2022)


Indonesia butuh lebih banyak “Iwan Dento” agar lebih banyak “Rammang-Rammang”. Sebagaimana kita butuh lebih banyak “Zulkieflimansyah” agar lebih banyak “Mandalika”. Tentu tanpa ada maksud menafikan peran banyak orang lainnya. Kita yang tak berjibaku langsung di lapangan, perlu menunjukkan penghargaan pada jerih payah mereka yang telah merenda perjuangan. Khususnya yang berani tampil menunjukkan teladan dan mengemban kepemimpinan. Semoga lebih banyak sosok serupa maju ke hadapan.


Dalam kerangka itu, kehadiran Dr. Salim, Ketua Majelis Syuro PKS, ke Sulawesi Selatan, yang dijadwalkan akan berkeliling Rammang-Rammang didampingi Muhammad Ikhwan a. k. a. Iwan Dento adalah momen yang amat berharga. Kiranya safari tersebut meniupkan pesan menyegarkan tentang kearifan lokal di Sulawesi Selatan yakni Sipakatau (saling memanusiakan/menghargai), Sipakalebbi (saling memuliakan), serta Sipakainge (saling mengingatkan), dalam ikhtiar mewariskan bentang alam yang lebih baik untuk generasi berikutnya, untuk anak cucu kita.


Foto: Mehmet Sarıgül

~



Posting Komentar

0 Komentar