Pentas Seni Tujuh Belasan dan Dakwahku

Pemeran nenek Kunti dalam drama 17an.
Dokpri


Oleh: Juli Al Khansa


Alhamdulillah aku bisa mengisi puncak acara 17an di Rw 19, Dusun Cepitan, Wijimulyo, Nanggulan, Kulon Progo, DIY. Pentas seni dikemas sedemikian rupa bernuansa komedi, tapi berisikan aqidah dan akhlak yang kental. Di sana juga disisipi hadist penuh makna.

***


Pensi kami menceritakan tentang kehidupan sehari-hari yang masih abai terhadap sampah. Tumpukan sampah yang tak hanya menjadi sarang penyakit, tapi juga sarang demit.


Ya, kami munculkan sosok kunti dalam cerita. Kunti ini bukan hal misteri lagi. Namun dikemas hingga kunti menjadi penuh komedi. 


Beberapa warga yang buang sampah sembarangan ditakut-takuti oleh kunti, hingga mereka kabur ketakutan dan tak akan mengulangi kesalahannya lagi.


Plot twist. Ternyata kunti bukanlah kunti. Ia adalah sosok nenek yang menyamar sebagai kunti. Ini adakah pelajaran aqidah bahwa sesama makhluk Allah hendaknya kita tak perlu takut. Pun juga pelajaran akhlak agar masyarakat mau menjaga kebersihan dan keindahan alam ini.


Drama berakhir dengan lagu DJ remix berjudul "Pelangi-Pelangi". Setelah hujan turun, datanglah pelangi. Setelah ujian bertubi pasti akan datang hikmah yang berseri. Kembali pelajaran penuh aqidah bahwa segala sesuatu, termasuk pelangi adalah ciptaan Allaah, milik Allaah. Jika Allaah mengijinkan segala baik buruk terjadi dalam hidup ini, tentunya adalah hal terbaik untuk diri.


Lagu karya AT Mahmud ini berhasil dinikmati oleh seluruh kalangan, mulai dari balita hingga lansia. Semua berjoget ria. Ternyata lagu anak juga menggoda, bukan?


Tak hanya itu, backsound dari awal hingga akhir adalah lagu anak-anak, meski tak ada artis anak dalam drama tersebut, karena seluruh adegan diperankan oleh Ibu-ibu pengurus Bank Sampah Pelopor Kebersihan. Drama yang disutradarai oleh Juli Al Khansa ini juga bertujuan membumikan lagu anak agar mereka tak tumbuh dewasa sebelum waktunya.


Mulai dari lagu Doraemon yang penuh mimpi dan imajinasi, lagu Ninja Hatori yang heroik dan penuh tantangan, perjuangan dan pengharapan agar mereka tak tumbuh menjadi generasi strawberry, hingga lagu Kalau Kau Suka Hati.


Meski masyarakat masih joget, namun pemahanan ini harus dilakukan secara perlahan. Pemahaman bahwa perayaan 17an tak selayaknya diisi dengan jogetan. Dulu kakek nenek kita berjuang tak hanya berlumur peluh tapi juga darah. Tak sepantasnya kita berjoget ria. Tak elok. Namun kembali lagi terhadap proses tahapan dakwah. Mewarnai bukan untuk terwarnai, mewarnai juga bukan untuk memutihkan diri sendiri. Jika kita merasa selalu putih sendiri, niscaya tak akan bisa menyentuh warna-warna lainnya. Kita terisolir oleh kekakuan kita sendiri.

Semangat 45. Dirgahayu RI. 


Kaki Bukit Menoreh,17 Agustus 2022

Posting Komentar

0 Komentar