Normalisasi Catcalling



Ruang publik seperti pusat perbelanjaan, pusat olahraga, jalan raya, hingga pemberhentian transportasi umum merupakan tempat paling sering terjadinya Catcalling. Catcalling ialah pelecehan seksual baik berupa ujaran, isyarat dan tindakan yang tidak diinginkan dan dipaksakan pada seseorang di ruang publik tanpa persetujuan mereka dan ditujukan pada mereka berdasarkan jenis kelamin, gender, ekspresi seksual atau orientasi seksual mereka sebenarnya.


Bentuk Catcalling sendiri bermacam-macam. Contohnya seperti siulan, diklakson, suara sst sst, main mata, komentar atas tubuh, menghalang-halangi jalan dan lain sebagainya. Merujuk sumber dari Wikipedia pada tahun 2014 Cornell University melakukan survey penelitian di global tentang pelecehan di jalan dan menemukan bahwa mayoritas perempuan secara global mengalami pelecehan di jalan. Lebih dari 50% perempuan dari 22 negara melaporkan bahwa pernah dipegang atau disentuh.


Respon wanita yang marah atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan dari fenomena Catcalling ini sendiri justru menimbulkan kontradiksi pada pelaku Catcalling. Beberapa menganggap jika marah malah makin menarik untuk menjadi korban Catcalling dan jika diam artinya menerima. Pelaku Catcalling yang berlindung dibalik kedok agama pun juga makin menjamur. Pasalnya para pelaku sering melemparkan sapaan salam dalam Islam yang diikuti dengan siulan atau candaan menggoda. Hal ini justru menodai dan mencederai citra agama Islam sendiri. Namun para pelaku selalu berdalih bahwa sapaan salam yang mereka lontarkan tulus untuk menyapa bukan untuk menggoda dan ini adalah hal yang biasa dan normal.


Penulis setuju bahwa pelecehan seksual baik dalam konteks Catcalling maupun secara eksplisit adalah tindakan yang bisa didelik pidana sedikit banyak sebabnya karena gaya berpakaian wanita yang belum syar’I atau menutup aurat sepenuhnya sehingga menimbulkan Catcalling. Namun yang sering terlupakan bahwa perintah menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan dalam Islam bukan hanya berlaku pada wanita namun juga untuk pria.


Nurul Fajri

Relawan Literasi Sulawesi Selatan 

Posting Komentar

0 Komentar