Serokan


Sedianya ahad pagi tadi kami sudah berada di tol ke arah kuningan jawa barat, untuk mengantar kembali Ammar ke pesantrennya..

Namun karena ada hal-hal yang belum kelar disiapkan, jadilah waktunya geser berangkat ba'da dzuhur. 

Sambil menunggu waktu, aku maksimalkan untuk memindahkan ikan peliharaan di belakang rumah ke kolam yang baru. Ada dua jenis ikan; koi dan patin.

Mulailah air disedot keluar. Dengan tiga pompa sedot. Hingga ketinggian air setinggi dengkul aku baru mulai menyerok satu persatu ikan. Di pindahkan ke kolam yang jaraknya hanya 30 cm disamping kolam lama.

Dari puluhan ikan yang ada tidak satupun yang 'ikhlas' di pindahkan. Padahal di tempat yang baru tempat nya jauh lebih nyaman. Lebih dalam dan lebih luas. Pun media filternya dibuat lebih modern. Yang akan membuat air lebih jernih dan segar. Sangat nyaman buat mereka.

Saat satu dua ikan terjaring, Mereka meronta-ronta ke segala arah. Sekuat tenaga. "Ga mau pindah!". mungkin begitu teriak mereka. Hingga ada beberapa yang tergelepar gelepar ditanah. Insang tidak bisa memproduksi oksigen. hampir saja mati, kalau tidak segera di angkat. 

Namun saat tiba di kolam yang baru. Tampak mereka tersadar ternyata penolakan mereka sebelumya salah. Pemahaman mereka tidak bisa menalar niat baik dari pemilik kolam. 

Kejadian tadi pagi memberiku pelajaran. Terkadang kita terpilih dan 'terserok' oleh Allah untuk sebuah tujuan yang saat itu kita tidak bisa menalar kebaikanNya. 

Serokan itu bisa berupa kita di pindah kerja ke tempat yang jauh. Atau saat kita di PHK dari kerjaan. Usaha yang kita rintis bangkrut. Ada orang terdekat yang tiba-tiba Allah panggil. Dan serokan-serokan lain yang menyesakkan dada. Seakan dunia berakhir. Seolah kitalah manusia paling menderita. 

Padahal belum seberapalah dibanding ujian yang menimpa Nabi Ayub Alaihi Salam. Beliau kaya raya banyak anak istri. Amat sangat bahagia. Namun tiba-tiba harus kehilangan segalanya. Anak-anak meninggal. Kekayaan hilang. Para istri meninggalkan beliau dalam kondisi sakit parah. Hanya satu istri yang setia menemani dalam kesabaran.

Nabi Ayub sedikit pun tidak mengeluh. Hanya syukur yang terucap dari mulutnya. Hingga takdir terbaik menemuinya kembali. Kesabaran dan kesyukuran yang membahagiakan.

Rumus kehidupan selalu berulang. Itu sebuah kepastian. Yang tidak pasti adalah apakah kita bisa mengambil pelajaran atas apa yang sudah terjadi sebelumya. 

Ketika ujian itu hadir. Sikap apa yang seharusnya kita ambil. mengeluh berketerusan atau ikhlas dan sabar menerima?.

Mengeluh memberi dampak pesimis, berpotensi menambah dosa dan ketidaknyamanan.

Bersabar menjadikan hati lebih lapang menerima dan pasti menambah pundi² pahala dan kebaikan plus keberkahan hidup. 

Karena pada akhirnya semua itu harus kita lalui. No reverse. Takdir sudah termaktub di Lauhil mahfudz

Tugas kita hanya meniti takdir dan menjadikan itu sebagai cara menambah kebaikan pada rekening pahala, yang kelak di yaumil akhir kita debet sebagai bekal di hari penghisaban.

Semoga Allah beri kita kekuatan untuk bisa terus tersenyum dan bersikap terbaik pada jenis apapun serokanNya. 

#thankstoAllah


Abi Rumaisha

Posting Komentar

0 Komentar