Seling(an)kuh



Well, selingkuh trending topic lagi. Memang paling ringan dan paling panas untuk dibahas. Apalagi ketika kisahnya menyerempet selebriti dengan segala karakternya. Semakin membara dan perciknya berlompatan ke sana ke mari. Liar.


Hak orang memang sih, ketika isu sudah ibarat bola liar, maka tiap jempol bisa bebas berkomentar. Seperti juga yang kulakukan ini. Mengomentari kata 'selingkuh' yang sedang naik daun. Mata dan telinga yang mendapati kata itu tetiba menjadi semakin tajam dan meruncing.


Masalahnya, kata yang tengah trending topic kali ini berkaitan dengan gadis muda terkenal dengan profilenya yang relijius. Debutnya diawali dengan keindahan suara yang membawakan lagu gambus modern. Dengan syair penuh nuansa reliji, memberi warna segar dunia musik nasional. Telinga yang mendengar merdu suaranya mengalun syahdunya nuansa agamis, membawa jiwa serasa duduk sejenak. 


Dan, jeng jeng... Tetiba asap kisah perselingkuhannya membumbung tinggi ibarat merapi level siaga. Bisa jadi terus membumbung atau mungkin mereda. Dan komentar pun bertaburan bak debu yang beterbangan. Nyaris semua sinis. Masalahnya, kesinisan itu kemudian menempel pula pada atribut reliji yang tersemat pada sang gadis muda. Terlepas dari kasus sang gadis muda berselingkuh dengan lelaki beristri yang kemudian ibarat kecepatan cahaya, sebutan pelakor pun menjadi gelarnya, untuk ke sekian kalinya tingkah polah jempol netizenlah yang menjadi catatan penting. Selingkuh pun dikaitkan dengan jilbab. Hingga kasak kusuk esek esek.


Aisyah radhiyallahu 'anha tak pernah mengira dirinya akan diisukan berselingkuh dengan Sofwan bin Mu'athal radhiyallahu 'anhu. Berita bohong yang tersiar begitu dahsyat hingga terkesan benar dan membuat masyarakat saat itu dilambung limbung antara percaya dan tidak. Kasak kusuk pun semakin tajam di tengah masyarakat. Orang-orang merasa berhak berpendapat apakah membela atau menghujat. Sementara pihak yang menjadi bahan gosip tak punya kesempatan melakukan klarifikasi, tenggelam dalam derasnya arus fitnah.


Apakah kisah selingkuh sang gadis muda bisa disandingkan dengan kisah berita bohong yang menimpa ummul mukminin Aisyah radhiyallahu 'anha? Pastinya sangat tak berbanding. Namun yang sama di sini adalah tingkah polah para pemirsa dan pengamat (baca : netizen) yang seolah maha tahu atas segala kejadian yang kasat mata sekalipun. Sebagaimana kejinya tuduhan zina yang dialamatkan ke Aisyah radhiyallahu 'anha dan Sofwan bin Mu'athal radhiyallahu 'anhu, itupun yang dilakukan oleh netizen yang maha benar pada sang gadis muda. Ditambah dengan semakin sinisnya komentar yang mengaitkan antara jilbab dan perilaku selingkuhnya. 


Netizen pun sok bebas berkilah, 'kan mereka sendiri mengaku selingkuh'. Iya sih. Tapi apa hak netizen merasa bebas menuduh mereka berzina? Sementara tak ada bukti dan saksi. Sementara menuduh berzina merupakan bentuk kejahatan keji. Sementara yang menuduh pun dikatagorikan sebagai orang fasik. 


وَٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ ٱلۡمُحۡصَنَٰتِ ثُمَّ لَمۡ يَأۡتُواْ بِأَرۡبَعَةِ شُهَدَآءَ فَٱجۡلِدُوهُمۡ ثَمَٰنِينَ جَلۡدَةٗ وَلَا تَقۡبَلُواْ لَهُمۡ شَهَٰدَةً أَبَدٗاۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ


Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berzina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik,

(An-Nur : 4)


Masalah berikutnya adalah mengaitkan kelakuan selingkuh dengan jilbab atau busana muslimah. 'Penampakan rohani, ternyata dalemnya rohhalus' atau 'wajah alim, kelakuan zalim' mungkin di antara ekspresi rasa kesal atas perilaku orang yang tak sesuai antara atribut dan kelakuan. Namun manusia tetaplah manusia yang peluang salahnya sangat besar. Sebagai seorang muslim, ketika melihat muslim lain melakukan kesalahan, saat itulah menjadi momen kita introspeksi diri dan berkaca. 'Sungguh beruntung aibku ditutup oleh Allah. Padahal banyak kelakuanku yang rusak lebih buruk dari kasus yang sedang trending topic'. Namun ibarat senang lihat orang susah, aib orang yang awalnya tampak baik adalah berita penting untuk dikuliti habis-habisan. 

Maka jilbab pun menjadi korban tajamnya analisa yang setajam silet. 'Ngapain berjilbab kalau atas ditutup bawah dibuka' 'Jilbab gak menjamin orang jadi baik' dan segala cibiran terhadap jilbab pun meranggas. Padahal jilbab itu busana yang diwajibkan untuk muslimah sebagai identitas dan upaya menjaga diri. Namun tak cukup hanya sampai di busana. Menjaga diri butuh ilmu dan pemahaman utuh. 


Lalu buat kamu, dia, kita dan siapapun yang pernah selingkuh atau belum atau jangan sampe deh, supaya terjaga dari kelakuan itu, kendalikanlah pandangan. Liarnya pandangan bukan perkara sepele. Menikmati pemandangan indah dari sosok orang yang bukan hak kita, merupakan perangkap menuju perselingkuhan. Maka tak heran kalau bertebaran chatting manis yang bermula dari 'tahajjud yuk', 'jumat mubarak, udah al kahfi belum?' 'met buka puasa ya' yang perlahan merangsek ke 'kamu cakep pake jilbab itu' 'sedang di mana, pp nya keren' hingga 'aku lagi di sini, tempat kita ketemu dulu' 'eh ada menu kita dulu di situ, ngobrol yuk' de es te de es te. 

Bukan perkara sederhana ketika Allah langsung yang memerintah orang mukmin dan mukminah untuk mengontrol pandangan mereka. 


قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٰلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ


Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.

(An-Nur : 30)


Bahwa caramu memandang dengan syahwat, sungguh itu jalan mulus membuka gerbang hubungan romantisme ilegal. 


Kalaupun sang gadis muda terjebak masalah karena kesalahannya, biarlah itu urusannya dengan keluarganya dan Allah. Mau kesal, marah atau berempati dengan siapapun, kita tak punya kuasa ikut campur. Ikut serta menghujat tak menjamin aib kita pun akan tertutup rapat. Akan lebih baik kita pun jaga aib saudara kita dan mengharap semoga masalah segera selesai, lalu mengambil pelajaran untuk selalu menjaga harga diri, baik sebagai laki-laki dan perempuan lajang atau menikah.


Sungguh matamu, telingamu, hatimu, senyummu, lisanmu, jempolmu pun pernah selingkuh.

Hanya saja, Allah masih tutupi aibmu...

So tak perlulah cari seling(an)kuh


Wulan Saroso

Sekretaris Departemen Kajian Perempuan, Anak dan Keluarga

BPKK DPP PKS


Posting Komentar

0 Komentar