Proyeksi Dakwah Masa Depan dan Kontribusi Kader

foto: pixabay


Dakwah berarti ajakan, yaitu mengajak manusia ke jalan Allah SWT untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan kekufuran kepada cahaya Islam dan dari kezaliman kepada keadilan. Hal diatas membuktikan bahwa dengan dakwah maka kita semua akan terhindar dari berbagai penyebab kebodohan, kehinaan, penindasan, dan kezaliman. 


Untuk itu, selain Nabi, Rasul, para Syuhada dan Ulama, da’i memiliki peranan yang sangat penting. Para da’i akan dikenang karena ajakan-ajakan kepada kebaikan yang telah mereka sampaikan. Seperti hal nya peradaban yang juga berkembang, maka sarana-sarana bagi proyeksi, rekayasa dakwah juga akan terus berkembang. 


Perubahan cara pandang terhadap dakwah juga akan membuat proses proyeksi, rekayasa dakwah juga berkembang. Untuk itu, kita harus terus menyesuaikan diri dan menimbang, apakah model proyeksi dakwah kedepan melalui rekayasa yang telah dilakukan sesuai atau tidak dengan masalah yang kita hadapi. 


Tidak bisa lagi kita hanya memandang da’i dan murabbi hanya sebagai mesin pencetak kader, walaupun hal ini menjadi asasi dalam perangkat dakwah. Apalagi, kita hanya menganggap kader sebagai sebuah aset yang berupa benda mati. Jika hal itu dikaitkan dengan suara di waktu pemilihan umum semata. 


Tidak layak, sebuah pembinaan (tarbiyah) hanya dipandang sebagai aspek mencari pengaruh dan melanggengkan kekuasaan saja. Ini adalah manusia, dimana kita mencoba menyelamatkan manusia sebanyak mungkin dari kemurkaan Allah SWT. Adapun peran-peran dakwah antara lain:


a. Dakwah berperan menghidupkan masyarakat pada sektor pemikiran (intelektual).

 

b. Dakwah berperan membangun mental (spiritual) masyarakat dengan benar, kokoh, dan terarah.

 

c. Dakwah berperan membangun moralitas (akhlak) masyarakat yang agung dan mulia.

 

d. Serta peran lainnya dalam semua aspek bidang


Sedangkan tujuan dakwah secara umum, mengubah perilaku sasaran dakwah agar mau menerima ajaran Islam dan mengamalkannya dalam tataran kenyataan kehidupan sehari-hari, baik yang bersangkutan dengan masalah pribadi, keluarga, maupun sosial kemasyarakatan, agar terdapat kehidupan yang penuh dengan keberkahan samawi dan ardhi (QS Al A'raf: 96) yang akan mendapatkan kebaikan dunia maupun akhirat.


Terkadang, penataan dakwah secara personal, menjadi bagian yang sering diakhirkan dalam pembahasan dakwah. Layaknya sebuah bangunan, ketika salah satu komponen bangunan itu tidak terkondisikan dengan baik, boleh jadi rusaklah bangunan tersebut. Proyeksi dakwah secara tepat berdasarkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) menjadi bagian darinya. Penataan dakwah secara personal ini akan menghasilkan sebuah kapasitas dan keikhlasan dalam beramal jama’i yang dinamis.


Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Kemajuan dan kemunduruan umat Islam, sangat berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya. Karena itu, Al-Qur’an menyebut kegiatan dakwah dengan ahsanul qaula, ucapan dan perbuatan yang paling baik (QS Fushilat: 33). 


Predikat khaira ummah, umat yang paling baik dan umat pilihan, hanyalah diberikan Allah SWT kepada kelompok umat yang aktif terlibat pasti diberikan kepada siapa saja yang patut mendapatkannya, yaitu mereka yang dalam posisi, jabatan, pekerjaan, dan keahlian apapun selalu menegakkan shalat, mengeluarkan infak, zakat, dan aktif melakukan kegiatan amar ma’ruf nahi mukar/dakwah (QS Al Hajj: 40-41). 


Dalam pengertiaan yang intergral dan menyeluruh ini, dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para ‘pengemban atau kader dakwah’ untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang islami. 


Inilah suatu proses yang bukan insidental atau kebetulan, melainkan benar-benar direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara terus-menerus oleh para pengemban atau kader dakwah dalam rangka mengubah perilaku sasaran dakwah yang telah dirumuskan.


Dan sudah bukan waktunya lagi, dakwah itu dilakukan dengan asal jalan, tanpa ada sebuah perencanaan yang matang, baik yang menyangkut materinya, tenaga pelaksana, ataupun motede yang dipergunakannya. 


Memang benar, sudah menjadi sunnatullah bahwa hak akan menghancurkan yang batil (QS Al Isra: 81), tetapi sunnatullah ini berkaitan pula dengan sunnatullah yang lain, yaitu bahwasanya Allah SWT sangat mencintai dan meridhai kebenaran yang diperjuangkan dalah sebuah barisan yang rapi dan teratur (QS Ash Shaff: 4).


Namun, dalam perjalanan dakwahnya, banyak tantangan yang kader dakwah hadapi. Salah satu yang paling serius adalah situasi dan kondisi zaman yang kini tengah berada adalah pada era milenial (plus gen Z, dakwah gelombang ketiga). Yaitu, Era dimana informasi dapat disajikan jauh lebih cepat. Era di mana setiap orang dapat mencari tahu tentang apa saja hanya dengan mengetik beberapa kata di mesin pencari. Era di mana kehidupan di dunia maya mulai menggerus kehidupan di dunia nyata.


Era Milenial (plus gen Z, dakwah gelombang ketiga) ini menjadi tantangan tersendiri bagi kader dakwah di mana suatu tugas dakwah tidak lagi terbatas pada penyampaian-penyampaian formal di mimbar-mimbar ceramah ataupun rubrik-rubrik dakwah di setiap majalah. Dakwah di era ini melebar sedemikian luasnya. Baik dari sisi objeknya, maupun sisi subjeknya, yaitu para pelaku dakwah.


Di era dakwah Milenial (plus gen Z, dakwah gelombang ketiga) ini, dakwah dapat berada di mana saja. Selain di masjid-masjid dan majelis-majelis, dakwah juga berada di ruang publik yang lebih luas dan juga di media sosial, internet, dan ruang-ruang lain di dunia maya. Dengan kata lain, dakwah di era ini ada di mana-mana. Sehingga Dakwah dapat menyentuh siapa pun. Tidak lagi terfokus pada mereka yang ingin saja. Dakwah kini menjadi lebih membumi dan merakyat.


Pada era milenial (plus gen Z, dakwah gelombang ketiga) ini pula, siapapun dengan telepon pintar atau gadget di tangan dapat menjadi seorang da’i. Tidak penting betul apakah bacaan Al-Qur’an nya baik atau buruk. Atau apakah kapasitas keilmuannya di bidang keislaman cukup dan mumpuni. Asal dia mampu merangkai kata-kata dan punya sedikit kemampuan berbicara, dia sudah sah menjadi da’i, menjadi pelaku dakwah, orang yang menyampaikan dakwah. Namun kondisi tersebut tidak lantas menjadikan kader dakwah kehilangan siginifikansinya. 


Peran dan Kontribusi Kader Dakwah


Untuk itu, pengemban atau kader dakwah perlu merumuskan peran dan kontribusinya yang lebih efektif dengan pembeda yang unggul dari para pelaku dakwah (da’i murobbi) lainnya, dan tentunya ‘metode tarbiyah islamiyah tak lekang oleh zaman’. 


Selain itu kader dakwah perlu membekali diri dengan kecakapan-kecakapan khas dakwah era milenial (plus gen Z, dakwah gelombang ketiga). Tujuannya agar kader dakwah tidak ketinggalan langkah dari generasi milenial lain yang juga ingin mengambil bagian dalam dakwah meski secara membabi buta. 


Seperti kecakapan dalam memanfaatkan Internet (dakwah berbasis teknologi), memanfaatkan dan mengelola media sosial dengan baik serta kecakapan jurnalistik, fotografi dan seni men-design kata dalam sebuah ungkapan, dan lainnya. Kecakapan-kecakapan tersebut adalah kecakapan dasar yang akan akan sangat membantu pengemban atau kader dakwah dalam menyampaikan dakwah di tengah arus informasi era milenial yang sangat deras.


Kader dakwah juga dituntut untuk dapat menyampaikan dakwah kapan pun dan di manapun berada. Pada titik ini, seorang kader dakwah tidak bisa lagi hanya sebatas ‘mahir berceramah’. Tetapi juga mesti mahir ‘berdialog, berdiskusi, dan bahkan juga berdebat’ dengan baik. 


Kader dakwah juga harus memiliki kemahiran literasi, sehingga dapat menyebarkan dakwah dengan tulisan, yang pada era ini tidak hanya terbatas pada buku, koran dan majalah, tapi meluas dan merambah ke media sosial, blog dan kanal-kanal media massa. Serta juga kemahiran konsultasi, demi dapat menjawab berbagai macam komentar yang menghampiri. Komentar-komentar yang tidak lagi dapat dibatasi maupun disaring pada era milenial yang identik dengan keterbukaan dakwah era ini.


Dan yang tak kalah penting untuk disadari oleh para kader dakwah adalah meski siapapun dapat berdakwah di era milenial (plus gen Z, dakwah gelombang ketiga) ini, kader dakwah tetap memiliki diferensiasi-nya sendiri dari nilai-nilai tarbiyah yang dijalaninya, dimana mereka telah memiliki bekal-bekal dasar yang menjadikan dakwah mereka adalah suatu gerakan yang profesional. 


Artinya kader dakwah harus memiliki proyeksi dakwah atau rancang bangun yang jelas, visi dan misi yang lengkap serta terukur dalam suatu sistem yang rapi. Karena setiap orang bisa saja menjadi pelaku dakwah atau da’i, namun tidak setiap orang dapat menjadi kader dakwah.


Proyeksi dakwah yang cukup ideal ini bisa juga menjadi hanya sekedar slogan semata. Yaitu ketika seorang yang mengaku dirinya adalah kader dakwah namun dia tidak memiliki kecakapan yang profesional dalam dakwahnya itu, dan hanya berdakwah “ala kadarnya”. 


Untuk itu, sangat penting sekali proyeksi dakwah gelombang ketiga ini/era milenial, karena tanpa adanya upaya yang serius dari kader dakwah ke arah dakwah gelombang ketiga ini, sangat sulit dakwah ini akan benar-benar mampu mengawal kehidupan menjadi benar-benar terbimbing menuju kehidupan yang sebagaimana kita inginkan. 


Dalam upaya menjaga eksistensi dakwah ini, maka tidak ada pilihan lain bagi kita selaku kader dakwah selain dari berpikir serius untuk melihat relevansi dakwah dengan kenyataan kehidupan gelombang ketiga/era milienial tersebut. 


Dakwah gelombang ketiga/era milenial ini, menyebut peran telepon pintar/smartphone, internet dan lainnya yang secara nyata telah melumpuhkan tradisi dakwah manual dan sekaligus berubah menjadi “juru dakwah” yang paling handal dan paling banyak memasuki memori pemikiran kita sehingga segala bentuk informasi yang tersedia, termasuk yang negatif harus diterima tanpa reserve sama sekali. 


Kenyataan inilah, salah satu hal yang sangat signifikan untuk mewujudkan dakwah era milenial (plus gen Z, dakwah gelombang ketiga) sebagai upaya filterisasi segala bentuk hal negatif yang ada di dalam sarana teknologi dan informasi yang sajikan.


Jika demikian, tentunya semua kader dakwah dituntut secara serius, terutama para ‘pemangku dakwah tertinggi’ untuk memikirkan ulang sisi relevansi dakwah era milenial (plus gen Z, dakwah gelombang ketiga) ini. Karena hanya dengan inilah dakwah kita benar-benar siap untuk menjawab kemajuan kehidupan dan mengabaikannya sama halnya kita telah menelantarkan dakwah itu sendiri. Wallahua’lam

 

Oleh: Hamzah Afifi


Posting Komentar

0 Komentar