Iman, Akhlak, dan Pisang

 



Hubungan akhlak dengan iman adalah saling menguatkan dan mendukung satu sama lain. Belum sempurna iman seseorang jika akhlaknya belum baik. Sebagai pondasi dalam kehidupan manusia, tak akan muncul akhlak yang baik bila tanpa iman. Maka dari itu, akhlak dan keimanan tidak dapat dipisahkan. 


Ketahuilah, bahwa tugas utama Nabi Muhammad SAW diutus kemuka bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak. 


Di dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu,  Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi).


Iman adanya di dalam hati sedang akhlak adalah perilaku yang nampak dan kelihatan. Akhlak mirip dengan moral atau adab kebiasaan seseorang. Akhlak adalah gambaran dari iman yang tertanam di hatinya. Rumusnya, jika imannya baik insya-Allah akhlaknya juga baik.


Lalu apakah mungkin ada orang yang mengaku beriman dengan rukun iman; iman kepada Allah, iman kepada para malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada para Rasul Allah,  iman kepada hari akhir dan iman kepada qodho dan qodar, tetapi perilakunya jauh dari nilai-nilai ajaran Islam?. Adakah?.


Ada manusia yang kata dengan perbuatannya selaras. Ada juga yang perbuatan jauh menyimpang dengan kata-katanya. Sesama manusia bisa mengenali sifat seseorang dari perbuatannya. 


Seperti itulah manusia mengenali buah-buahan mentah, matang atau busuk cukup dari warna kulitnya. Meski mata tak selalu tepat, kita bisa dibantu tangan untuk memastikan kematangannya. Begitu pula orang beriman pastilah bisa membedakan akhlak yang baik dan akhlak yang buruk dari perbuatan seseorang.


Jadilah manusia beriman yang "matang", seperti pisang matang, enak dipandang, enak dimakan, manis dan bermanfaat untuk kesehatan.


Bagaimana dengan pisang mentah atau busuk? Dia harus "diolah" sebelum dimakan. Siapkan tepung, minyak dan kompor untuk menjadikan enak dimakan.


Budi Purwanto

Kabid Humas DPD PKS Kabupaten Bekasi


Posting Komentar

0 Komentar