Menghijrahkan Indonesia



Oleh: Eko Jun

Momentum hijrah seringkali dijadikan determinan, dari satu kondisi menuju kondisi berikutnya. Dari ayat Makkiyah menuju ayat Madaniyah, dari jihad defensif menjadi jihad offensif, dari kondisi lemah dan terdzalimi menjadi kondisi kuat dan berdaya. Karena itu, momentum hijrah memiliki makna yang sangat besar. Bukan sekedar pergi menyelamatkan jiwa, tapi juga berkumpul untuk menyatukan kekuatan, membangun basis dakwah yang baru dll.

Sebagian kita mungkin menganggap bahwa jumlah umat islam di Madinah sangat besar, sehingga bisa mengatasi serbuan dari luar dan menangkal makar dari dalam. Padahal kondisi yang sebenarnya tidak demikian. Jumlah umat islam hanya sepertiga penduduk madinah. Lainnya ada suku yahudi dan juga penyembah berhala. Sudah begitu, diantara penduduk muslim ada juga kaum munafik yang jumlahnya cukup besar. Jadi dari segi jumlah, komunitas umat islam di madinah kecil saja sebenarnya.

Namun mereka mampu menjalin ikatan sosial yang sangat kuat, bukan berbasis kesukuan tapi berbasis ukhuwah islamiyah. Begitu kuatnya, hingga tidak bisa diprovokasi oleh kaum yahudi. Mereka mampu mengambil sumber air yang dikuasai yahudi. Mereka mampu membangun pasar tersendiri, hingga pasar yahudi menjadi bangkrut. Mereka mampu bertahan dari serangan Quraisy, dari perang badar hingga perang khandaq. Mereka mampu mengusir kaum yahudi yang mengkhianati piagam madinah. Hingga pada akhirnya, mereka berhasil menaklukkan makkah dan berdakwah kepada pemimpin kerajaan besar didunia saat itu.

Tentu ada banyak faktor yang bisa dijadikan pisau analisa. Faktor tuntunan wahyu, faktor kepemimpinan rasulullah, faktor kesetiaan para shahabat dll. Kisah - kisah seperti ini, mungkin sebagian kita hafal diluar kepala. Namun, banyak yang menjadikannya hanya sekedar bahan kajian sirah nabawiyah. Tidak banyak pihak yang berupaya untuk merekonstruksi ulang pola, strategi dan metode perjuangan rasulullah terdahulu ke era modern seperti sekarang ini.

Beberapa tahun terakhir, mungkin sebagian pihak menganggap bahwa umat islam di Indonesia tengah dirundung musibah. Kalau buat kami, situasinya mungkin malah sebaliknya. Dibalik segala musibah yang terus mendera, ditengah provokasi dan framing negatif dari media, sepertinya malah terbentang jalan dan peluang untuk mewujudkan kejayaan islam di Indonesia. Sejak Indonesia merdeka, situasi umat islam belum pernah mengalami euforia seperti ini dan belum pernah terkonsolidasi kekuatannya sebesar ini. Betul apa tidak?

Karena itu, mari kita bersemangat menjadi agen - agen yang akan menghijrahkan Indonesia. Bukan dengan cara mengganti dasar negara, ideologi, bendera, konstitusi dll. Tapi merubah orientasi kepemimpinan dan merevolusi akhlak penduduknya. Agar Indonesia kembali memainkan oeran penting di dunia. Dulu, pernah ada kerajaan Majapahit yang kebesarannya diakui oleh dunia internasional. Semoga, Indonesia dimasa depan kembali lagi bisa menjadi negara besar sebagaimana capaian nenek moyangnya.

Mari kita hijrahkan Indonesia, dari negeri yang lemah menjadi negeri yang kuat, dari negeri penghutang menjadi negeri pemberi donor, dari negara yang didikte asing menjadi negara yang berdaulat sepenuhnya. Hijrah, minadz dzulumaati ilan nuur, menjadi negeri yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafuur.

Posting Komentar

0 Komentar