Semalam di Kereta



Vira duduk termangu di bangku ruang tunggu stasiun Pasar Senen Jakarta. Di pangkuannya Farel tertidur dengan lelapnya. Sedangkan putrinya Farah, sedang asik bercanda ria dengan Arif, ayahnya, sambil menanti kereta api Senja Utama yang akan mereka tumpangi menuju Yogya tiba di stasiun. Vira tersenyum melihat tawa riang Farah bersama sang ayah.

Vira mengalihkan pandangannya pada Farel. Ditatapnya lekat-lekat putranya yang baru berusia 14 bulan itu. Wajahnya putih bersih. Tapi tak ada guratan kemiripan dengan Vira maupun dengan Arif. Parasnya lebih didominasi oleh paras mongoloid. Padahal baik Vira maupun Arif, sedikit pun tidak ada garis keturunan Mongolia maupun Tionghoa.

Vira menghela napas. Ia kembali teringat peristiwa sebulan yang lalu saat menerima sebuah amplop dari petugas laboratorium Rumah Sakit Anak Bunda (RSAB) Harapan Kita Jakarta. Vira memarkir stroller Farel dan mengajak Farah duduk di bangku ruang tunggu laboratorium. Bocah perempuan berusia 4 tahun itu asik menyeruput jus mangga yang dibelinya di kantin rumah sakit.

Harap-harap cemas Vira membuka amplop yang dipegangnya perlahan. Isinya berupa selembar kertas hasil screening kromosom Farel. Ia membacanya dengan seksama setiap kata dalam lembaran kertas itu. Sampai pada kesimpulan hasil tes kromosom itu, Vira mendapati tulisan kalau hasil tes kromosom Farel adalah Down Syndrome Translokasi. 

“Ya, Rabb…,” bisik Vira lirih. Seketika sekujur tubuhnya terasa lemas. Tanpa disadarinya pipinya sudah basah tergenang air mata.

Baru kemarin Vira mendapatkan kabar bahagia kehamilan anak ketiganya setelah hasil test pack-nya ternyata positif. Tiba-tiba ia dikejutkan hasil tes kromosom Farel yang awalnya ia kira tipe Down Syndrome tipe trisomi 21, tapi ternyata hasilnya adalah tipe translokasi. Rasanya ia seperti digelayuti awan kelam kini.

Bukan tanpa alasan jika Vira merasa sedih dengan hasil tes kromosom Farel. Di antara 3 tipe Down Syndrome yang ada, yaitu trisomi 21, mozaik & translokasi, tipe translokasi merupakan tipe yang paling sedikit dijumpai. Jumlahnya hanya sekitar 2% kasusnya di dunia. Dan tipe translokasi ini adalah satu-satunya tipe Down Syndrome yang dipengaruhi oleh genetik kedua orang tuanya. Dengan kata lain, ada kemungkinan salah satu dari orang tua anak Down Syndrome sudah memiliki gen yang bersifat karier atau pembawa. 

Menurut teori kedokteran, seseorang yang anaknya Down Syndrome translokasi memiliki peluang yang cukup besar untuk mendapatkan anak yang Down Syndrome kembali. Dengan kata lain, bisa jadi pada kehamilan selanjutnya ada kemungkinan orang tersebut melahirkan anak dengan Down Syndrome lagi. Dan itulah yang ditakutkan oleh Vira kini.

Vira menyeka air matanya. Sesaat ia tersadar sedang berada di tempat umum. Ia melihat sekelilingnya. Sepertinya tidak ada yang memperhatikannya. Ia melirik Farah yang masih asik menyeruput jusnya. Sementara Farel tertidur lelap di strolernya.

Vira kembali menyeka air matanya lantas menyimpan amplop berisi hasil tes kromosom tadi ke dalam tasnya. Dikumpulkannya segenap kekuatan yang dimilikinya untuk beranjak dari tempat itu dan segera pulang ke rumah.

Sepanjang perjalanan pulang dari rumah sakit Vira terus memikirkan hasil tes kromosom Farel. Terbayang dalam pikirannya bagaimana jika anak yang dikandungnya kini ternyata Down Syndrome juga seperti Farel. Sanggupkah ia menanggung kenyataan itu? Bagaimana kelak ia akan mengurusi 2 anak yang Down Syndrome sekaligus? Farel saja masih sering sakit, masih harus rutin kontrol ke dokter & terapi. 

“Ya Rabb, bagaimana ini?,” tanya Vira dalam hati.

Malamnya ia menyampaikan hasil kunjungannya ke rumah sakit hari itu pada Arif, suaminya. Termasuk hasil tes kromosom Farel. Diungkapkannya segala kegundahan hatinya pada suami yang sangat dicintainya itu.

Arif tersenyum. Didekapnya Vira erat agar hatinya lebih tenang. Apalagi ia sudah mengetahui kondisi Vira yang kembali berbadan dua.

“Aku tahu bukannya Bunda tak ingin dititipkan seorang anak surga lagi. Bunda hanya khawatir tak mampu menjaga amanah itu dengan baik,” kata Arif lemah lembut. “Tapi yakinlah, Allah tak kan memberikan ujian melebihi batas kemampuan hamba-Nya.”

“Teori medis itu mungkin benar, tapi kita punya Allah. Seperti apa anak kita kelak, bukanlah dokter yang menentukan, tapi Allah,” ucap Arif penuh keyakinan. “Ada Allah yang menentukan takdir semua hamba-Nya. Bukankah janin ini baru berusia 4 minggu? Allah belum meniupkan ruh untuknya bukan? Maka banyak-banyaklah berdoa & tetap tawakal pada-Nya. Hanya Allah yang tahu yang terbaik untuk hamba-Nya,” sambung Arif.

Vira mengangguk. Sejenak dekapan dan kata-kata Arif menjadi penyejuk hatinya. Bebannya terasa sedikit berkurang kini meski segala persoalan masih terasa kelabu baginya.

*****Bersambung...*****


Fisha Virlia

Posting Komentar

0 Komentar