Kegiatan di Ruang Rawat Inap Covid 19




Selama 7 hari saya rawat inap di ruang sterisasi dengan baik oleh suster dan dokter. 1 kamar hanya 1 orang, selama di rawat  dokter dan susternya berpakaian APD lengkap kayak Astronot. Tangan saya di infus dan saya di masukan selang oksigen melalui selang ke hidung.

4 kali sehari suster mengontrol dan kadang sama dokter jaga dan dokter penyakit dalam, cek tensi, cek infus dan ganti infus kalau habis, memberi obat dan memberi makan nasi kotak serta dokter tanya-tanya tentang bagaimana kondisi saya saat itu apakah ada keluhan?

Kondisi saat itu saya masih lemah, tidak ada nafsu makan bahkan shalat hanya duduk dan bertayamum. Sedihnya selama di rawat saya memang benar-benar tidak ada nafsu makan nasi, Alhamdulillah ada buah anggur, korma, madu, susu dan kue-kue kering  buat mengganjal perut.

Dalam kondisi fisik yang lemah, meskipun di ruang sterilisasi tetap masih bisa memantau sosmed dan WA Grup. Banyak sekali teman-teman yang japri menyampaikan doa-doa bahkan mengirim suplemen obat-obat herbal dan logistik makanan dan minuman.

Inilah yang membuat imun saya kuat dan naik karena teman-teman selalu mendukung dengan doa dan motivasi, termasuk juga ada yang memberikan dukungan dana buat biaya berobat. Indahnya Ukhuwah dan keberkahan berjama'ah.

Selama dirawat, saya pun dikenalkan dengan dokter ahli paru (bukan dokter RS) yang tugas di Wisma Atlet menangani pasien covid 19 juga.

Beliau banyak memberikan masukan dan motivasi serta opsi-opsi pilihan bila harus dirawat di wisma atlet dan konsul dengan teman tenaga medis yang tugas di RSUI,  bahkan beliau (Dokter Paru) siap mengawal saya bila dirawat di wisma atlet dan menjamin hanya 1 pekan sudah bisa pulang. Masya Allah dokter ini baik sekali.

Pada hari ke 2 dirawat, saya swab pertama dan hari ke 3 saya di swab kedua. Kondisi saat itu memang masih drop.

Memang selain rapid test, terdapat tes polymerase chain reaction (PCR) dengan memeriksa spesimen dari swab tenggorokan dan ujung mulut. Metode ini dinilai lebih akurat meski butuh waktu lebih lama, yakni sekitar 3-4 hari. Ini yang dilakukan kepada saya.

Hari ke 5 saya dikabari suster, “Bapak jangan kaget ya dengan hasil swabnya.” Saya tanya bagaimana suster? Suster menjawab "Bapak hasilnya POSITIF", artinya saya konfirm positif kena Covid19. Siapa yang tidak kaget mendengar kabar ini disaat itu juga ada kabar berita di TV, seorang dokter muda ahli paru DR Andhika wafat karena Covid 19.

Dunia rasanya mau runtuh dan hati saya sempat tergoncang. Istighfar selalu saya lantunkan, namun saya selalu teringat dengan doa teman-teman agar selalu semangat, positif thingking, karena kesehatan fisik sangat berpengaruh dengan kondisi mental.

Lalu mengabari keluarga di rumah dan kebetulan saya ketua RT di lingkungan. Jadi saya sampaikan kepada Sekretaris RT tentang kondisi ini. Kemudian saya ijin keluar sementara dari Grup WA Lingkungan rumah agar bisa fokus ke penyembuhan. 

Karena saya terkonfirmasi positif, maka keluarga di rumah pun harus di isolasi mandiri. Semua kebutuhan logistik makanan disuplai dari warga. Alhamdulillah indahnya ukhuwah dan kebersamaan dalam bertetangga, saat ada warga yang lagi kesulitan atau mengalami ujian sakit semuanya saling dukung. 

Satu hal lagi saya belum menyampaikan hal ini kepada teman-teman yang lain, baru kepada keluarga dan pengurus RT. Tapi ada teman yang Psikolog menelpon dan menyarankan agar saya membuka diri. Ia memotivasi bahwa Covid 19 bukanlah aib, tetapi pandemi yang menyebar ke seluruh dunia. Semakin banyak teman yang tahu maka semakin banyak yang akan mendoakan dan mendukung.

Lanjutan kisahnya di: Apa yang harus dilakukan Saat Isolasi Mandiri? 

Oleh: 

Fajar Martiono (Bang Fai), Pasien Positif Covid 19 yang telah sembuh

Posting Komentar

0 Komentar