Politik Air Liur


Mengapa masih cukup banyak orang yang golput? Memilih untuk tidak memilih. Lebih baik berlibur dari pada ke bilik suara.

Jawabannya karena mereka tak percaya politisi. Mudah pindah gerbong. Seperti naik kereta atau mungkin MRT.

Lidahnya tak bertulang. Pagi bicara A, siang B, sore C dan malamnya D. Pandai bersilat lidah. 

Sekuat apapun kita memaksa mereka untuk datang mencoblos, tak akan pernah sukses jika para politisi masih begitu mudahnya bermain kata. 

Debat panas di layar kaca dan media. Tapi ha hi he di belakang panggung. Ngotot-ngototan kala pemilu, lalu cipika cipiki sesudahnya. Dan bersatu dalam gerbong yang sama.

Politik itu soal nilai. Konsistensi antara kata dan lakon. Boleh kita saling rangkulan dan tertawa meski berseberangan. Tapi tak lantas tergiur berjalan seiring. Mohammad Natsir teladan sangat baik soal ini. Tetap bersahabat dengan lawan politik. Menegaskan dirinya jadi oposisi tapi tak segan memeluk mereka yang berseberangan.

Tak banyak politisi dan partai yang bisa menjalaninya. Berat. Tak mudah. Penuh rintangan. 

Jika ada tipe yang semacam ini, mereka bukan partai atau politisi air liur. Sebab narasi sejalan dengan aksi tanpa mencari justifikasi. 

Adakah ini dalam lima tahun ke depan? Ah semoga bukan di MRT kita temukan jawabannya...

Erwyn Kurniawan

Posting Komentar

0 Komentar