Bersama Kang Aher, Pada Suatu Senja


"Beliau ingin bertemu dengan kader Banyumas," kata asisten kang Aher meyakinkan kami. Kang Aher, adalah cara akrab kami memanggil Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Barat dua periode itu.

Kami mengkhawatiri kelelahan beliau setelah pagi sampai sore mengisi acara di Unsoed dan di Oemah Daun di Purwokerto. Tapi karena beliau 'siap mengikuti jadwal antum', maka sungguh tak layak lah bagi kami untuk tidak menyambut beliau.

Maka mendadak senja ini kami bertemu beliau. 'Mendadak' itu sebenarnya semacam -bi-idznillah- biasa saja bagi kami di PKS. Kami -walhamdulillah- telah dilatih dengan perintah di Al Qur'an 'wa-a'iddu' alias siap siaga. Sehingga jadilah mendadak broadcast disebar kepada kader, mendadak tempat disiapkan. Tak ada panitia, semua yang bisa berinisiatif dan bekerja. Snack dadakan, piring-piring dadakan.

Tapi, seperti yang tahu bulat yang digoreng dadakan, begitulah kami: berkumpul dengan hangat di tengah rintik hujan yang terus saja mengguyur Purwokerto hari-hari ini. Kali ini bersama kang Aher.

Bulan lalu, kami semacam _trending topic_ di media, mendadak heboh. Mungkin inilah alasan kang Aher semacam 'memaksa' bertemu kami segera. Tapi riuhnya kehadiran kami sepertinya membuat beliau jadi heran, "Lah, lalu yang kemarin lepas jaket itu siapa?".

Sehingga, pada akhirnya beliau mengajak kami untuk segera menatap masa depan. 

Pertama, beliau ajak kami untuk terus berkonsolidasi: formal maupun informal. Berceritalah beliau tentang disiplin saat menjadi Ketua DPW DKI lampau: menelepon Ketua DPD tiap hari, SMS Ketua DPC nyaris setiap hari, mengajak ngopi setiap pagi bergilir kepada pengurus DPC-DPRa, dll., dll. Cerita yang membuat kami jadi melirik-lirik ketua DPD kami, Pak Ari. Berharap diajak ngopi plus nyigit mendoan eh duren he he he.

Kedua, beliau mendorong kami untuk terus bersenyawa dengan masyarakat. Dakwah itu -kata beliau- aslinya justru kepada orang-orang yang masih tak tersentuh dengan kebaikan atau nilai Islam. Kalau bertemu dengan orang-orang yang sudah baik kata beliau itu namanya majelis 'kangen-kangenan'. Sehingga, apalagi ketika ukuran dakwah siyasi adalah capaian kuantitatif dukungan maka semua orang adalah prioritas. Pesan beliau: dekati hati demi hati, ketuklah pintu rumah pintu demi pintu, ajak mereka untuk mendukung, buat target kuantitatif 5, 10, 20, 40 dst.

Ketiga, dinasihatkanlah kepada kami tentang pentingnya berinfaq dan bersedekah. Kata beliau shadaqah 2,5% (zakat) itu adalah standar minimal shadaqah seorang muslim. Rentang yang disediakan Islam itu sampai 33,33%, jadi capailah itu, dorong beliau. Sebarkan sedekah itu pertama kepada kerabat, lalu kepada tetangga sekitar, lalu kepada selainnya sebanyak mungkin termasuk di antaranya untuk kemenangan dakwah. Menyitir hadits nabi, kata beliau: tak rugi orang yang bersedekah karena akan segera diganti, sementara pahalanya juga akan berlipat-lipat sebagaimana di QS Al Baqarah 261.

Maka senja itu kami kehangatan kami berubah menjadi bara yang menyala-nyala, seiring teriakan takbir kami yang menggemuruh. Ruh-ruh kami menyatu sebagaimana hadits nabi “Ruh-ruh itu seperti tentara yang berhimpun yang saling berhadapan. Apabila mereka saling mengenal (sifatnya, kecenderungannya dan sama-sama sifatnya) maka akan saling bersatu." (HR Bukhari-Muslim).

Sehingga rerintik hujan di senja yang ditimpali Azan Maghrib itu tak terasa dinginnya. Kami sedang membara di jalan-Nya.

Purwokerto, 12 November

*Satria*

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Jadi kemarin yg lepas jaket itu siapa ? Bukan siapa2 kang, hanya orang2 cari sensasi saja... merasa diri paling penting dalam jamaah...

    BalasHapus