Saya Tidak Akan Menukar Nikmat Itu



Di sini saya telah merasakan nikmat ukhuwah. Dari lingkaran satu ke lingkaran lain, menapaki jenjang ta'aruf-tafahum-ta'awun-takaful. Diajak mempraktekkan salamatush shodr hingga itsar. Karena itu saya tak mau menukar anugerah Allah itu dengan perpecahan. Saya tetap di sini ingin terus merasakan realita persaudaraan karena Allah.

Di sini saya telah merasakan tempaan tarbiyah. Kepribadian saya diarahkan agar islami. Dan saya mencoba mencapai itu semampunya. Sunnah-sunnah Rasul diperkenalkan. Ajaran Islam yang jelas dan terang ditunjukkan. Oleh orang-orang yang tanpa pamrih memantau perkembangan diri saya. Karena itu saya tidak akan menukar nikmat tersebut dengan buruan dunia yang memalingkan arah. Saya tetap di sini dengan ghoyah yang tak berubah sejak awal.

Di sini saya telah diajak berjuang. Melekatkan misi dakwah sebagai apa pun dalam kehidupan, pada peran apa pun yang dijalankan. Li i'lai kalimatillah. Karena itu saya tidak mau menukar nikmat yang telah saya dapat dengan meninggikan individu di atas nilai atau jamaah. Saya akan tetap di sini untuk menegakkan syiar Islam.

Di sini saya memiliki perangkat berharga untuk berjalan. Yang bernama syuro. Yang memuat keridhoan Allah pada tiap keputusan. Yang mengandung keberkahan. Tak akan saya tukar dengan pembangkangan. Saya akan tetap di sini untuk memelihara mekanisme hidup berjamaah.

Di sini saya merasakan nikmat dipertemukan dengan jamaah manusia yang mewakafkan hidup untuk dakwah. Dengan berbagai karakter penghuninya. Dengan segenap potensi pemimpinnya. Saya tak mau menjadi domba sendirian dalam ancaman terkaman serigala. Saya akan tetap di sini sembari menjalankan mekanisme tawashaw bil haq & tawashaw bish shabr.

Kerumunan yang diikat oleh selain islam, misal kekaguman kepada tokoh, tak kan pernah hadir ukhuwah di sana. Tak kan pernah pantas disebut jamaah dakwah. Karena dakwah menyeru kepada Allah, bukan kepada individu.

Thulut thariq (panjang jalannya), katsirul aqabat (banyak cobaannya), qilaturrijaal (sedikit orangnya). Itu lah cangkang keras yang membungkus nikmat ukhuwah, tarbiyah, dan dakwah. Tak kan mampu disibak oleh yang jiwanya diliputi isti'jal, kering rasa sabar, dan tak tahan terasing.

Saya berharap Allah menetapkan hati saya untuk tetap di sini. Enggan menukar nikmat yang telah didapat. Tak sudi berpaling arah menuju perpecahan, atau meninggikan individu atau selain Islam, atau merubah orientasi tak lagi "Allahu ghoyatuna". Akan saya bayar dengan kesabaran dan ketaatan. Menekan ego merasa lebih dari saudara sendiri.

Sebagaimana yang dikatakan salafush sholih: “Seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan yang ada di hati kami ini, tentu mereka akan merebutnya dengan pedang.”

Dan Allah pun telah memperingatkan, jangan campakkan nikmat yang telah kau dapat!

"Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk." (QS Ali Imron: 103)

Zico Alviandri

Posting Komentar

0 Komentar