Referensi Kultum Ramadhan ‘Menggugah’ oleh Solikhin Abu Izzudin (Bagian 1)



Dari buku Materi-Materi Praktis Ceramah Ramadhan

Jalan Taqwa : Mu’ahadah

Kita sering lupa ‘kan dengan janji-janji kita? Nggak mencatat? Nggak ingat. Sering mangkir. Maka Allah mencegat, agar tak ada alasan lagi yang dibuat-buat. Di dalam surat Al-A’raaf ayat 172, Allah mengabarkan perjanjian abadi kita sebelum lahir ke dunia.

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab : ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).

Sudah jelas sekarang, bahwa kita semua sudah meneken kontrak dengan Allah SWT. Kontrak untuk beriman dan menyembah hanya kepada Allah.

Karenanya mua’ahadah menjadi jalan menuju takwa. Jalan sadar ada perjanjian besar yang harus dibayar. Jalan agar ingat dan selalu taat. Mu’ahadah berarti mengingat perjanjian kita sebagai makhluk dengan Allah Al-Khaliq. Perjanjian ini akan melahirkan spirit yang dahsyat luar biasa. Berintegritas. Memegang aturan pribadi. Menjaga kemuliaan. Merawat kepercayaan. Sebab kalau suka melanggar janji, hilanglah kepercayaan yang diberi dan jatuhlah reputasi.

Urgensi Mu’ahadah yang perlu dipahami, yakni :

1.       Janji adalah Hutang,

Hutang sebagai sesuatu yang wajib dibayar dan dipenuhi, apalagi bila janji itu dengan Allah. Allah berfirman, “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila engkau berjanji.” 
(QS An-Nahl ayat 91)

2.       Ciri Keimanan,

Menepati janji ciri-ciri orang mukmin yang super sukses ( cek QS Al-Mu’minun : 8)
Karena semangatnya menjaga amanah, sekecil apapun. Ketika melanggar sebenarnya bukan pada kecilnya pelanggarannya, namun sadarilah kepada siapa kita melanggar? Alah Yang Maha Besar. Karena itu melanggar janji menjadi ciri khas dan spesifik orang munafik. “Tanda-tanda orang munafik ada tiga , bila berkata ia dusta, bila berjanji  ia ingkar dan bila dipercaya ia khianat.” (HR.Bukhari)

3.       Tanggung jawab pribadi,

Setiap janji akan dimintai pertanggungjawabannya. Sehebat apapun argumentasi kita, Allah akan membongkar semuanya. Tak ada yang bisa mengelak lagi. Mengapa? 

QS. Yasin : 65,
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka ; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahuu mereka usahakan.” 
QS. Al-Isra’ : 36,
“Sesungguhnya setiap pendengaran, penglihatan dan hati semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya.”

Mua’ahadah sebagai jalan takwa, mesti ditempuh dengan sungguh-sungguh, kontinyu dan jujur sehingga dapat terus istiqomah dalam berislam dan berdakwah di jalan Allah. Dalam lisan menjaga kata. Dalam mata menjaga pandangan. Dalam hati menjaga kebersihan. Dalam tangan menjauhkan kezaliman. Dalam kaki menjaga langkah, jauh dari dosa.

Mu’ahadah melahirkan totalitas dan loyalitas, yakni “Iyyaaka na’buduu wa iyyaaka nasta’iinu. Sumpah setia abadi, Beribadah dan menghambakan diri hanya kepada Allah serta memohon pertolongan hanya kepada Allah. Inilah doa lil ibadah sekaligus doa  lil isti’anah.

Mu’ahadah melahirkan kesungguhan untuk terus berbekal dan menjaga amal. Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. berkata, “Barangsiapa masuk ke kubur tanpa membawa bekal, tak ubahnya menyeberang lautan tanpa perahu.”

Mu’ahadah menginspirasi jiwa orang mukmin untuk senantiasa memperbaiki diri bila salah, khilaf dan lupa, tidak larut dalam kesalahan panjang bertubi-tubi. Tidak hanyut dalam arus duniawi yang melenakan. Tidak semrawut dalam beramal karena selalu mempersiapkan diri, persembahkan amal terbaik, sebagai bukti janjinya.

Posting Komentar

0 Komentar